Kota meski strukturnya tampak serba kacau, tetapi jika kita pelajari dengan seksama ternyata memiliki keberaturan tertentu.
Keberaturan ini dapat ditemukan pada kota setempat atau negara lain pula.
Bentuk suatu kota ada yang tergolong segi empat panjang, bujur sangkar, bulat, lonjong, bahkan ada yang seperti bintang dengan ujung-ujung yang mencuat keluar mengikuti jalur jalan raya yang berpangkal di pusat kota.
Demikian pula halnya dengan struktur intern perkotaan yang sifatnya tak sembarangan.
Pada umumnya kita dimungkinkan untuk membedakan kelompok-kelompok bangunan dalam kota berdasarkan tataguna lahannya.
Gedung-gedung tersebut berlainan luasnya, bentuknya serta fungsinya, adapun persebarannya mewujudkan kawasan intern kota yang khas, terdiri atas zone-zone.
Masing-masingnya memiliki corak berdasarkan material bangunan serta watak manusia penghuninya, sehingga kawasan intern kota yang satu berbeda dengan lainnya.
Dengan menelaah kota sekilas pintas atau berjalan-jalan keliling kota, kita diyakinkan hadirnya zone-zone intern perkotaan itu.
Ada kawasan usat perbelanjaan, perkantoran, gedung pemerintahan dan tempat hiburan. Semua itu biasanya menempati kota bagian pusat.
Lalu ada kawasan perindustrian, ini selayaknya bertetangga dekat dengan jaringan jalan raya, rel kereta api dan terusan.
Kemudian perumahan orang-orang kelas atas, terletak di pinggiran kota.
Para sosiolog dan geograf perkotaan telah mengkaji secara khusus zone-zone tersebut berdasarkan tataguna lahan tadi. Bersama-sama mereka menjelaskan sejarah asal usul kota dan perkembangan selanjutnya serta persebarannya secara keruangan.
Secara khusus sementara ini dicanangkan tiga teori struktur intern perkotaan dengan rincian: teori konsentris, teori sektoral, dan teori inti ganda.
__________
Teori konsentris Burgess disusun oleh Burgess setelah ia mengkaji struktur kota Chicago di Amerika Serikat pada tahun 1920-an.
Ia mengemukakan bahwa kota ini meluas secara merata dari satu inti asli, kemudian tumbuh zone-zone yang masing-masing meluas sejajar dengan pentahapan kolonialisasi ke arah zone yang letaknya paling luar.
Dengan demikian pada setiap saat dpat ditemukan sejumlah zone yang konsentris letaknya, sehingga strukturnya menjadi bergelang.
Gambar diatas menunjukan struktur tataguna lahan dari kota Chicago menurut teori Burgess.
Di pusat kota (1) tersebut terdapat CBD (Central Bussiness District) yang di Chicago sebutannya The Loop. Adapun fungsinya yaitu sebagai fokus kehidupan perdagangan, kemasyarakatan dan perekonomian.
Disekelilingnya (2) ada transisi zone (Zone of Transition) yang berupa kawasan perindustrian diselingi oleh rumah-rumah pribadi yang kuno. Banyak diantaranya telah diubah menjadi China town perkantoran dan pertokoan atau dibagi-bagi menjadi kawasan perumahan berukuran relatif sempit. Zone ini setelah kemudian bangunannya bobrok dimanfaatkan oleh para imigran baru sebagai natural area, yaitu permukiman klum miskin (Islam); disitulah biasanya berpusat pula gejala kenakalan remaja, kejahatan dan pelacuran (underworld zoomers).
Zone (3) adalah kawasan perumahan kaum buruh yang berasal dari zone peralihan di atas termasuk kaum imigran. Banyak orang yang lama bertempat tinggal disitu bahkan sejak kelahiran mereka. Mereka itu bertumpuk disitu karena letaknya yang relatif dekat dengan tempat kerja mereka. Untuk bertempat tinggal di zone yang lebih luar lagi tak mungkin karena mahalnya biaya transportasi bagi mereka yang melaju (ulang-alik).
Zone (4) berisi penghuni yang tergolong kelas menengah. Perumahan mereka tidak berdempetan dan satu rumah berisi batih tunggal saja. Pada zone itu terdapat juga perumahan bagi mereka yang berklas lebih tinggi.
Zone (5) disebut commuter zone yakni tempat tinggal para pelaju. Pada zone ini alamnya masih terbuka luas, perumahan-perumahan banyak diselingi suasana pedesaan dan kawasan orang kaya itu berfungsi sebagai kota kecil untuk beristirahat atau tidur malam.
Perlu diingat bahwa teori konsentris merupakan model yang ideal yang hanya dapat diterapkan di negara Barat yang maju.
Burgess juga menambahkan bahwa lokasinya di kawasan dimana absen faktor-faktor 'opposing' (pelawan) seperti topografi yang menghambat transportasi dan rute yang merugikan komunikasi.
Dalam kenyataanya zone-zone konsentris itu tidak dapat ditemukan dalam bentuknya yang murni.
----
__________
ISI SPOILER 2
----
__________
ISI SPOILER 3
----
__________
ISI SPOILER 4
----
__________
ISI SPOILER 5
----
__________
ISI SPOILER 6
----
__________
ISI SPOILER 7
----
__________
ISI SPOILER 8
----
__________
ISI SPOILER 9
----
__________
ISI SPOILER 10
----
__________
ISI SPOILER 11
----
__________
Daldjoeni. 1997. Geografi Baru: Organisasi Keruangan Dalam Teori dan Praktek. Bandung: Penerbit Alumni
----
Posting Komentar