PKN VIII BAB 2 Menumbuhkan Kesadaran Terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Dasar merupakan sebagian hukum dasar yang tertulis.
Di samping hukum dasar yang tertulis, terdapat hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis. Hukum dasar yang tidak tertulis ini disebut konvensi.
Sebagai hukum dasar, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber hukum bagi peraturan perundang-undangan, dan merupakan hukum tertinggi dalam tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Pembukaan memiliki hubungan yang erat dengan Proklamasi Kemerdekaan.
Pembukaan juga memuat kaidah-kaidah yang fundamental bagi penyelenggaraan negara. Pembukaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sistematika UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum perubahan (amandemen) terdiri atas.
- Pembukaan,
- Batang Tubuh (pasal-pasal),
- Penjelasan.
Sistematika UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 setelah perubahan (amandemen) terdiri atas.
- Pembukaan dan
- Pasal-pasal.
Ketentuan tentang sistematika UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan dalam Pasal II Aturan Tambahan, yaitu ”Dengan ditetapkannya perubahan setelah diamandemen Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.”
Hubungan Proklamasi dan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dapat diamati dari isi kedua naskah tersebut.
Proklamasi Kemerdekaan memuat dua hal pokok, yaitu pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia dan tindakan yang harus segera dilakukan dengan pernyataan kemerdekaan.
Alinea ketiga Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memuat pernyataan kemerdekaan.
Pernyataan kemerdekaan di alinea pertama ini diawali dengan pernyataan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa; di alinea kedua alasan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia telah sampai pada saat yang menentukan.
Juga dipertegas bahwa kemerdekaan merupakan ”atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur.”
Dengan demikian, pada dasarnya alinea I sampai dengan alinea III merupakan uraian terperinci dari kalimat pertama Proklamasi Kemerdekaan.
Alinea IV memberi arah pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan. Kemudian, isi pokok kedua Proklamasi Kemerdekaan, yaitu tindakan yang harus segara dilakukan antara lain dengan menetapkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat Pembukaan.
Uraian di atas menegaskan bahwa Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Proklamasi Kemerdekaan merupakan satu kesatuan yang bulat.
Makna yang terkandung dalam Pembukaan merupakan amanat dari Proklamasi Kemerdekaan.
Oleh karena itu, alasan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 dapat dipahami dengan cara mengkaji Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Mengubah Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya membubarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal. Dilihat dari tertib hukum, keduanya memiliki kedudukan yang berbeda.
Pembukaan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari pada pasal-pasal karena Pembukaan merupakan pokok kaidah negara yang fundamental (staats-fundamentalnorm) bagi negara Republik Indonesia.
Sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, Pembukaan telah memenuhi persyaratan, yaitu sebagai berikut.
- Berdasarkan sejarah terjadinya, bahwa Pembukaan ditentukan oleh pembentuk negara. PPKI yang menetapkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mewakili bangsa Indonesia.
- Berdasarkan isinya, bahwa Pembukaan memuat asas falsafah negara (Pancasila), asas politik negara (kedaulatan rakyat), dan tujuan negara.
- Pembukaan menetapkan adanya suatu UUD Negara Republik Indonesia.
Pokok kaidah negara yang fundamental ini di dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap, kuat, dan tidak berubah bagi negara yang telah dibentuk.
Secara hukum, Pembukaan sebagai pokok kaidah yang fundamental hanya dapat diubah atau diganti oleh pembentuk negara pada waktu negara dibentuk.
Kelangsungan hidup negara Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 terikat pada diubah atau tidaknya Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia, Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia.
Pembukaan UUD ini dapat menjadi sumber dari cita-cita hukum dan cita-cita moral yang ingin ditegakkan dalam berbagai lingkungan kehidupan.
Selain itu, Pembukaan memuat pokok kaidah negara yang fundamental bagi Negara Kesatuan Republik Indoensia.
Pokok kaidah fundamental yang terdapat dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara lain, yaitu:
- pokok-pokok pikiran yang diciptakan dan diwujudkan dalam pasal-pasal UUD,
- pengakuan kemerdekaan hak segala bangsa,
- cita-cita nasional,
- pernyataan kemerdekaan,
- tujuan negara,
- kedaulatan rakyat, dan
- dasar negara Pancasila.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disusun dalam masa perjuangan ”revolusi” dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disusun oleh lembaga yang tidak setingkat dengan MPR.
Pertanyaan kemudian, apakah UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sah mejadi hukum dasar dan menjadi pedoman penyelenggaraan bernegara bagi bangsa Indonesia. Menurut Hans Kelsen seperti dikemukakan oleh Prof. Ismail Sunny (1977: 13).
”Sah tidaknya suatu Undang-Undang Dasar harus dipertimbangkan dengan berhasil atau tidaknya suatu revolusi, dan apa-apa yang dihasilkan dalam revolusi tersebut (UUD) adalah sah.
Karena bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya dengan jalan revolusi maka UUD yang dibuat dalam masa revolusi tersebut menjadi suatu konstitusi yang sah”.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disusun dalam masa revolusi, tetapi nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah nilai-nilai yang luhur universal dan lestari.
Universal mengandung arti bahwa Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa beradab di dunia dan penghargaan terhadap hak asasi manusia.
Sebuah bangsa yang menunjukkan penghargaan terhadap hak asasi manusia merupakan salah satu bentuk perilaku bangsa yang beradab di dunia.
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga mengandung nilai lestari.
Lestari mengandung makna mampu menampung dinamika masyarakat dan akan tetap menjadi landasan perjuangan bangsa.
Oleh karenanya, Pembukaan UUD memberikan landasan dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan dan selama pembangunan bangsa Indonesia.
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 akan mampu menampung dinamika dan permasalahan kebangsaan selama bangsa Indonesia mampu menjiwai dan memegang teguh Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berikut ini adalah beberapa makna alinea Pembukaan UUD Tahun 1945:
Alinea pertama Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menunjukkan keteguhan dan tekad bangsa Indonesia untuk menegakkan kemerdekaan dan menentang penjajahan.
Pernyataan ini tidak hanya tekad bangsa untuk merdeka, tetapi juga berdiri di barisan paling depan untuk menghapus penjajahan di muka bumi.
Alinea ini memuat dalil objektif, yaitu bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perkemanusian dan perkeadilan dan kemerdekaan merupakan hak asasi semua bangsa di dunia.
Dalil ini menjadi alasan bangsa Indonesia untuk berjuang memperoleh dan mempertahankan kemerdekaan. Juga membantu perjuangan bangsa lain yang masih terjajah untuk memperoleh kemerdekaan.
Penjajahan tidak sesuai dengan perkemanusiaan karena memandang manusia tidak memiliki derajat yang sama. Penjajah bertindak sewenang-wenang terhadap bangsa dan manusia lain.
Sejarah bangsa Indonesia selama penjajahan memperkuat keyakinan bahwa penjajahan harus dihapuskan.
Juga tidak sesuai perkeadilan karena penjajahan memperlakukan manusia secara diskriminatif.
Manusia diperlakukan secara tidak adil, seperti perampasan kekayaan alam, penyiksaan, pemaksaan untuk kerja rodi, perbedaan hak dan kewajiban.
Pernyataan ini objektif karena diakui oleh bangsabangsa yang beradab di dunia.
Alinea pertama juga mengandung dalil subjektif, yaitu aspirasi bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan.
Bangsa Indonesia telah berjuang selama ratusan tahun untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Perjuangan ini didorong oleh penderitaan rakyat Indonesia selama penjajahan dan kesadaran akan hak sebagai bangsa untuk merdeka.
Perjuangan juga didorong keinginan supaya berkehidupan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakaan kemerdekaan Indonesia. Seperti ditegaskan dalam alinea III Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kedua makna dalam alinea pertama meletakkan tugas dan tanggung jawab kepada bangsa dan negara serta warga negara Indonesia untuk senantiasa melawan penjajahan dalam segala bentuk.
Juga menjadi landasan hubungan dan kerja sama dengan negara lain.
Bangsa dan negara, termasuk warga negara harus menentang setiap bentuk yang memiliki sifat penjajahan dalam berbagai kehidupan.
Tidak hanya penjajahan antara bangsa terhadap bangsa, tetapi juga antar manusia karena sifat penjajahan dapat dimiliki dalam diri manusia
Alinea kedua menunjukkan ketepatan dan ketajaman penilaian bangsa Indonesia.
- Bahwa perjuangan bangsa Indonesia telah mencapai tingkat yang menentukan.
- Bahwa momentum yang telah dicapai harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
- Kemerdekaan harus diisi dengan mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Alinea ini menunjukkan kebanggaan dan penghargaan atas perjuangan bangsa Indonesia selama merebut kemerdekaan. Ini berarti kesadaran bahwa kemerdekaan dan keadaan sekarang tidak dapat dipisahkan dari keadaan sebelumnya.
Kemerdekaan yang diraih merupakan perjuangan para pendahulu bangsa Indonesia.
Mereka telah berjuang dengan mengorbankan jiwa raga demi kemerdekaan bangsa dan negara. Juga kesadaran bahwa kemerdekaan bukanlah akhir dari perjuangan bangsa.
Kemerdekaan yang diraih harus mampu mengantarkan rakyat Indonesia menuju cita-cita nasional, yaitu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Negara yang ”merdeka” berarti negara yang terbebas dari penjajahan bangsa lain. ”Bersatu” menghendaki bangsa Indonesia bersatu dalam negara kesatuan bukan bentuk negara lain.
Bukan bangsa yang terpisah-pisah secara geografis maupun sosial. Kita semua adalah satu keluarga besar Indonesia.
”Berdaulat” mengandung makna sebagai negara, Indonesia sederajat dengan negara lain, yang bebas menentukan arah dan kebijakan bangsa, tanpa campur tangan negara lain.
”Adil” mengandung makna bahwa negara Indonesia menegakkan keadilan bagi warga negaranya. Keadilan berarti adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban warga negara.
Hubungan antara negara dan warga negara, warga negara dan warga negara, warga negara dan warga masyarakat dilandasi pada prinsip keadilan.
Negara Indonesia hendak mewujudkan keadilan dalam berbagai kehidupan secara politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Makna ”makmur” menghendaki negara mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi warga negaranya.
Kemakmuran tidak saja secara materiil, tetapi juga mencakup kemakmuran atau kebahagian spiritual/batin.
Kemakmuran yang diwujudkan bukan kemakmuran untuk perorangan atau kelompok, tetapi kemakmuran bagi seluruh masyarakat dan lapisan masyarakat.
Dengan demikian, prinsip keadilan, kekeluargaan, dan persatuan melandasi perwujudan kemakmuran warga negara.
Inilah cita-cita nasional yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia dengan membentuk negara. Kemerdekaaan bukanlah akhir dari perjuangan bangsa, tetapi harus diisi dengan perjuangan mengisi kemerdekaan untuk mencapai cita-cita nasional.
Alinea ketiga memuat bahwa kemerdekaan didorong oleh motivasi spiritual, yaitu kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa Indonesia merupakan berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa. Ini merupakan perwujudan sikap dan keyakinan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Alinea ketiga secara tegas menyatakan kembali kemerdekaan Indonsia yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.
Melalui alinea ketiga ini, bangsa Indonesia menyadari bahwa tanpa rahmat Tuhan Yang Mahakuasa, bangsa Indonesia tidak akan merdeka.
Kemerdekaaan yang dicapai tidak semata-mata hasil jerih payah perjuangan bangsa Indonesia, tetapi juga atas kuasa Tuhan Yang Maha Esa.
Alinea ketiga Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga memuat motivasi riil dan material, yaitu keinginan luhur bangsa supaya berkehidupan yang bebas.
Kemerdekaan merupakan keinginan dan tekad seluruh bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang bebas merdeka.
Bebas dari segala bentuk penjajahan, bebas dari penindasan, bebas menentukan nasib sendiri.
Niat yang luhur ini menjadi pendorong bangsa Indonesia untuk terus berjuang melawan penjajahan dan meraih kemerdekaan.
Keyakinan dan tekad yang kuat untuk memperoleh kemerdekaan dan keyakinan akan kekuasaaan Tuhan menjadi kekuatan yang menggerakkan bangsa Indonesia.
Persenjataan yang sederhana dan tradisional tidak menjadi halangan untuk berani melawan penjajah yang memiliki senjata lebih modern.
Para pejuang bangsa yakin bahwa Tuhan akan memberikan bantuan kepada umat-Nya yang berjuang di jalan kebenaran.
Banyak peristiwa sejarah dalam perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah, memperoleh kemenangan walaupun dengan segala keterbatasan senjata, organisasi, dan sumber daya manusia.
Hal ini menunjukkan bahwa tekad yang kuat dan keyakinan pada kekuasaan Tuhan dapat menjadi faktor pendorong dan penentu keberhasilan sesuatu. Alinea ketiga mempertegas pengakuan dan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia merupakan makhluk Tuhan yang terdiri atas jasmani dan rohani. Manusia bukanlah mesin yang tidak memiliki jiwa.
Berbeda dengan pandangan yang beranggapan bahwa manusia hanya bersifat fisik belaka. Ini menegaskan prinsip keseimbangan dalam kehidupan secara material dan spiritual, kehidupan dunia dan akhirat, jasmani, dan rohani
Alinea keempat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat prinsip-prinsip negara Indonesia, yaitu:
- tujuan negara yang akan diwujudkan oleh pemerintah negara,
- ketentuan diadakannya Undang-Undang Dasar,
- bentuk negara, yaitu bentuk republik yang berkedaulatan rakyat,
- dasar negara, yaitu Pancasila.
Negara Indonesia yang dibentuk memiliki tujuan negara yang hendak diwujudkan, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Keempat tujuan negara tersebut merupakan arah perjuangan bangsa Indonesia setelah merdeka.
Kemerdekaan yang telah dicapai harus diisi dengan pembangunan di segala bidang untuk mewujudkan tujuan negara.
Sehingga secara bertahap terwujud cita-cita nasional, yaitu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menghendaki diadakannya Undang-Undang Dasar dalam hal ini adalah batang tubuh atau pasal-pasal. Kehendak ini menegaskan prinsip Indonesia sebagai negara hukum.
Pemerintahan diselenggarakan berdasarkan konstitusi atau peraturan perundangundangan, tidak atas dasar kekuasaan belaka.
Segala sesuatu harus berdasarkan hukum yang berlaku.
Setiap warga negara wajib menjunjung tinggi hukum, artinya wajib menaati hukum. Prinsip bentuk negara, yaitu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.
Republik merupakan bentuk pemerintahan di mana pemerintah dipilih oleh rakyat. Berbeda dengan bentuk kerajaan di mana pemerintah sebagian bersifat turun-temurun.
Bentuk ini sejalan dengan kedaulatan rakyat yang bermakna kekuasaan tertingi dalam negara dipegang oleh rakyat.
Rakyat yang memiliki kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan rakyat.
Alinea keempat memuat dasar negara Pancasila, yaitu ”... dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Kelima sila Pancasila merupakan satu kebulatan utuh, satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Rumusan Pancasila dimuat dalam Pembukaan.
Maka, secara yuridis-konstitusional adalah sah, berlaku, dan mengikat seluruh lembaga negara, lembaga masyarakat, dan setiap warga negara.
Di kelas VII, kalian telah mempelajari bagaimana Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disusun dan ditetapkan.
Selanjutnya, marilah kita pelajari bahwa Undang-Undang Dasar bagi sebuah negara sangatlah penting.
UUD pada awalnya lahir untuk membatasi kekuasaan raja yang pada waktu itu berkuasa sewenang-wenang. UUD diperlukan untuk mengatur hak dan kewajiban penguasa untuk memerintah, serta hak dan kewajiban rakyat yang diperintah.
UUD diperlukan untuk mengatur jalannya pemerintahan.
Jika suatu negara tidak memiliki UUD, dapat dipastikan akan terjadi penindasan terhadap hak asasi manusia. Latar belakang pembuatan UUD bagi negara yang satu berbeda dengan negara yang lain.
Hal ini dapat disebabkan karena beberapa hal, antara lain, sejarah yang dialami oleh bangsa yang bersangkutan, cara memperoleh kemerdekaan bangsanya, situasi dan kondisi pada saat menjelang kemerdekaan bangsanya, dan lain sebagainya.
Menurut pendapat Bryce seperti dikutip (artonang.blogspot.com), hal-hal yang menjadi alasan sehingga suatu negara memiliki UUD sebagai berikut:
- adanya kehendak para warga negara yang bersangkutan agar terjamin hakhaknya, dan bertujuan untuk mengatasi tindakan-tindakan para penguasa negara tersebut,
- adanya kehendak dari penguasa negara dan atau rakyatnya untuk menjamin agar terdapat pola atau sistem tertentu atas pemerintah negaranya,
- adanya kehendak para pembentuk negara baru tersebut agar terdapat kepastian tentang cara penyelenggaraan ketatanegaraannya,
- adanya kehendak dari beberapa negara yang pada mulanya berdiri sendiri, untuk menjalin kerja sama.
Berdasarkan pendapat Bryce tersebut di atas, motivasi adanya UUD Negara Republik Indonesia, yang sekarang lebih dikenal UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah adanya kehendak para pembentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945.
Hal ini dimaksudkan agar terjamin penyelenggaraan Ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara pasti (adanya kepastian hukum), seperti pendapat Bryce pada nomor 3 tersebut di atas sehingga stabilitas nasional dapat terwujud.
Terwujudnya ketatanegaraan yang pasti dan stabilitas nasional memberi makna bahwa sistem politik tertentu dapat dipertahankan, yaitu sistem politik menurut UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.
Kalian mungkin pernah mendengar kata konstitusi. Apa itu konstitusi dan apa hubungannya dengan Undang-Undang Dasar?
Kalian pasti juga pernah mendengar tentang salah satu lembaga negara, yaitu Mahkamah Konstitusi. Apa itu konstitusi?
Konstitusi menurut beberapa ahli memiliki arti yang lebih luas dari pada UndangUndang Dasar (UUD). UUD hanya sebagian dari konstitusi, yaitu konstitusi tertulis.
Negara Kesatuan Republik Indonesia sangatlah beruntung karena sejak tanggal 18 Agustus 1945 sudah memiliki Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar tertulis yang digunakan untuk mengatur jalannya pemerintahan negara.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan norma hukum tertinggi dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, yang dijadikan dasar untuk penyusunan peraturan perundang-undangan.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan sebagian dari hukum dasar, yaitu hukum dasar tertulis.
Jadi, UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia bukanlah satu-satunya hukum dasar. Di samping hukum dasar yang tertulis, masih ada hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis.
Hukum dasar tidak tertulis biasa disebut konvensi (kebiasaan dalam penyelenggaraan ketatanegaraan).
Salah satu contoh dari konvensi adalah pidato kenegaraan Presiden setiap tanggal 16 Agustus di depan DPR.
Negara kita menganut prinsip bahwa konvensi tidak dibenarkan apabila bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Konvensi biasanya merupakan aturan-aturan pelengkap atau pengisi kekosongan yang timbul dari praktik penyelenggaraan ketatanegaraan.
Sebagai hukum dasar, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berkedudukan sebagai sumber hukum dan merupakan hukum dasar yang menempati kedudukan tertinggi.
Dalam kedudukannya sebagai sumber hukum yang tertinggi, setiap peraturan perundang-undangan di bawah UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 harus berlandaskan dan bersumberkan pada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan demikian, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mempunyai fungsi sebagai alat kontrol, alat mengecek apakah norma hukum yang lebih rendah yang berlaku itu sesuai atau bertentangan dengan ketentuan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagai hukum dasar tertinggi, segala peraturan perundangan di bawah UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak boleh bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Setelah kita mengkaji kedudukan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya marilah pahami apa itu UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri atas Pembukaan dan Pasal-Pasal (Pasal II Aturan Tambahan).
Pembukaan dan Pasal-pasal merupakan satu kebulatan yang utuh, dengan kata lain merupakan bagian-bagian yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan.
Lebih jelasnya tentang sistematika UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tergambar seperti berikut ini.
a) Pembukaan Pembukaan: Terdiri dari atas 4 Alinea
b) Pasal-Pasal:
• Sebelum diubah 16 bab, setelah diubah menjadi 21 bab.
• Sebelum diubah terdiri dari atas 37 pasal, setelah diubah menjadi 73 pasal.
• Sebelum diubah terdiri dari atas 49 ayat, setelah diubah menjadi170 ayat.
• Sebelum diubah terdiri dari atas 4 pasal Aturan Peralihan, setelah diubah menjadi 3 pasal Aturan Peralihan.
• 2 ayat Aturan Tambahan berubah menjadi 2 pasal aturan tambahan
Sifat Konstitusi dikelompokkan di antaranya konstitusi tertulis, konstitusi tidak tertulis serta konstitusi fleksibel – rigid.
Suatu konstitusi disebut tertulis apabila konstitusi itu tertulis dalam satu naskah yang telah diratifikasi oleh lembaga legislatif. Konstitusi tidak tertulis, yaitu konstitusi yang tidak tertulis dalam satu naskah.
Misalnya, di Inggris konstitusinya dikatakan tidak tertulis karena tidak ditulis dalam satu naskah, tetapi terdapat dalam beberapa undang-undang, seperti Magna Charta dan Bill of Rights.
Konstitusi yang dikatakan fleksibel (luwes) atau rigid (kaku) dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu sebagai berikut.
a) Dilihat dari cara mengubah Undang-Undang Dasar Suatu UUD dikatakan fleksibel (luwes) jika cara mengubah UUD tidak sulit atau tidak memerlukan cara-cara yang istimewa. Tetapi jika cara mengubah UUD itu memerlukan cara yang tidak mudah, UUD tersebut dapat dikatakan rigid.
b) Mudah tidaknya mengikuti perkembangan zaman Suatu konstitusi dikatakan fleksibel apabila konstitusi tersebut dapat mengikuti perkembangan zaman. Sebaliknya, suatu konstitusi dikatakan rigid apabila tidak dapat mengikuti perkembangan zaman.
Konstitusi atau UUD yang mudah diubah dan mampu mengikuti perkembangan zaman biasanya hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan penyelenggara negara lainnya untuk menyelenggarakan kehidupan bernegara.
Hukum dasar yang memuat aturanaturan pokok saja menyerahkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, mengubah dan mencabut.
Perlu senantiasa diingat dinamika kehidupan masyarakat dan negara Indonesia.
Masyarakat dan negara Indonesia tumbuh, zaman berubah, dinamika kehidupan masyarakat dan negara tidak bisa dihentikan.
Oleh karena itu, makin supel sifat aturan tersebut akan makin baik.
Jadi, kita harus menjaga supaya sistem UndangUndang Dasar tidak tertinggal oleh zaman. Jangan sampai kita membuat Undangundang yang tidak sesuai dengan keadaan zaman.
Dari pemaparan di atas, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki sifat sebagai berikut.
Tertulis, rumusannya jelas, merupakan suatu hukum yang mengikat pemerintah sebagai penyelenggara negara, maupun mengikat bagi setiap warga negara.
Singkat dan supel, memuat aturan-aturan, yaitu memuat aturan-aturan pokok yang setiap kali harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman, serta memuat hak-hak asasi manusia.
Memuat norma-norma, aturan-aturan, serta ketentuan-ketentuan yang dapat dan harus dilaksanakan secara konstitusional.
Merupakan peraturan hukum positif yang tertinggi; juga sebagai alat kontrol terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dalam hierarki tertib hukum Indonesia.
Undang-Undang Dasar bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar, yaitu hukum dasar yang tertulis.
Sebagai hukum dasar, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber hukum tertulis.
Dengan demikian, setiap produk hukum seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, ataupun bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah haruslah berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi.
Pada akhirnya, semua peraturan perundang-undangan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan muaranya adalah
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara (Pasal 2 UU No. 10 Tahun 2004).
Dalam kedudukan yang demikian itu, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki fungsi sebagai berikut.
a) Alat Kontrol UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai alat kontrol apakah aturan hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan norma hukum yang lebih tinggi, yaitu UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b) Pengatur UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga berperan sebagai pengatur bagaimana kekuasaan negara disusun, dibagi, dan dilaksanakan.
c) Penentu UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga berfungsi sebagai penentu hak dan kewajiban negara, aparat negara, dan warga negara.
Setiap bangsa yang merdeka akan membentuk suatu pola kehidupan berkelompok yang dinamakan negara.
Pola kehidupan kelompok dalam bernegara perlu diatur dalam suatu naskah.
Naskah aturan hukum yang tertinggi dalam kehidupan Negara Republik Indonesia dinamakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundangan lainnya.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berisi pola dasar kehidupan bernegara di Indonesia.
Semua peraturan perundang-undangan yang dibuat di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Semua peraturan perundang-undangan yang dibuat di Indonesia harus berpedoman pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagai warga negara Indonesia, kita patuh pada ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kepatuhan warga negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 akan mengarahkan kita pada kehidupan yang tertib dan teratur.
Ketertiban dan keteraturan dalam kehidupan bernegara akan mempermudah kita mencapai masyarakat yang sejahtera.
Sebaliknya, jika Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak dipatuhi, kehidupan bernegara kita mengarah pada ketidakharmonisan.
Akibatnya bisa terjadi kerenggangan dalam masyarakat dan lebih jauhnya perpecahan dalam negara. Siapa yang dirugikan?
Semua warga negara Indonesia.
Karena hal itu dapat berakibat tidak terwujudnya kesejahteraan.
Bahkan, mungkin bubarnya Negara kesatuan Republik Indonesia. Marilah kita berkomitmen untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Dasar atau konstitusi memiliki dua sifat, yaitu konstitusi itu dapat diubah atau tidak dapat diubah.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi atau hukum dasar tertinggi bangsa Indonesia adalah konstitusi yang dapat digolongkan sebagai konstitusi yang dapat diubah.
Hal ini terlihat dalam Pasal 37 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mensyaratkan bahwa untuk mengubah UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 2/3 anggota MPR harus hadir dan disetujui oleh sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.
Sejak tahun 1999, MPR telah mengadakan perubahan (amandemen) terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebanyak 4 kali.
Dalam melakukan perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ada kesepakatan dasar berkaitan dengan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kesepakatan dasar itu terdiri atas lima butir, yaitu:
- tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- mempertegas sistem pemerintahan presidensial;
- penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh);
- melakukan perubahan dengan cara adendum.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga yang berhak mengubah UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah menyepakati tidak mengubah Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kesepakatan MPR tersebut tertuang dalam Ketetapan MPR No. IX/MPR/1999 bahwa Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak akan diubah.
Alasannya, bahwa Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat cita-cita bersama, memuat tujuan-tujuan yang biasa juga disebut sebagai falsafah kenegaraan atau staatsidee (cita negara) yang kemudian menjadi kesepakatan pertama bangsa Indonesia dalam membangun wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar-dasar filosofis terdapat dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan kesepakatan pertama penyangga konstitusionalisme.
Dengan tidak diubahnya Pembukaan UUD 1945, tidak berubah pula kedudukan Pancasila sebagai dasar filosofis Negara Republik Indonesia.
Adapun yang berubah adalah sistem dan lembaga untuk mewujudkan cita-cita berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Institusi negara seperti lembaga legislatif, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat maupun lembaga peradilan/kehakiman, yaitu Mahkamah Agung dapat berubah, tetapi Pancasila sebagai dasar negara tetap menjiwai perubahan bentuk dan fungsi lembaga negara tersebut.
Apabila Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diubah, dengan sendirinya, kesepakatan awal berdirinya negara Indonesia merdeka akan hilang.
Dengan hilangnya kesepakatan awal tersebut, sama saja dengan membubarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal ini tentunya harus dihindari oleh seluruh bangsa Indonesia dengan cara tetap menghayati, mendukung, dan mengamalkan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang di dalamnya terdapat dasar negara Indonesia, yaitu Pancasila.
Pelaksanaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bukan hanya dilakukan dengan tidak mengubah Pembukaan, tetapi yang tidak kalah penting adalah melaksanakan pasal-pasal UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Setiap lembaga negara, lembaga masyarakat, dan setiap warga negara wajib melaksanakan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4 komentar