Bagaimana teori terbentuknya tata surya masa kini?
3 minute read
Dari hasil penelitian yang dikombinasikan dengan data pengamatan, pada akhirnya teori kabut ataupun lainnya diracik ulang dan dikembangkan Gerard Peter Kuiper (1905 – 1973, astronom Amerika Serikat kelahiran Belanda, yang juga mendeteksi pertama kali adanya atmosfer di Titan, satelitnya Saturnus) sejak 1944 hingga 1950.
Berawal dari hadirnya materi purba atau materi antar bintang dan merupakan teori yang paling memenuhi syarat (kala itu) karena dapat menjelaskan lahirnya Tata Surya kita maupun Tata Surya lain setelah dibandingkan dengan data pengamatan yang salah satunya dibantu dengan ditemukannya planet-planet di luar Tata Surya.
Namun, teori ini sebenarnya merupakan gabungan ragam penelitian yang menyangkut antara lain mekanisme planetesimal, adanya protoplanet, analisis pusaran, turbulensi, pertimbangan momentum sudut (dinamika Tata Surya secara keseluruhan), dll.
Secara garis besar bahwa Tata Surya berasal dari bola gas–debu purba (nebula, materi antar bintang bertemperatur rendah dan kerapatan sangat kecil, namun radiusnya luar biasa besar).
Adanya gaya gravitasi antar molekul menyebabkan adanya pergerakan, lalu timbul pusaran-pusaran dan pemampatan pada tempat-tempat tertentu (secara lokal tergantung parameter yang terlibat). Saat ini berlangsung, secara bersamaan proses pemipihan pun terjadi.
Gumpalan yang berkumpul di tengah menjadi cikal bakal Matahari, sedangkan gumpalan lainnya menjadi planet-planet (ingat turbulensi Weisszacker).
Bentuk keseluruhan menyerupai cakram materi yang berputar yang mana 95% materi terkonsentrasi di pusat.
Lainnya di sayap cakram, kondensasi membentuk calon planet/satelit. Pada saatnya nanti, janin Matahari berhasil membangkitkan reaksi nuklir di pusatnya sebagai akibat dari makin padat materinya, makin cepat putarannya, dan semakin panas.
Tahap berikutnya, energy yang semakin besar di pusat perlahan terhambur keluar. Apabila segala kondisi terpenuhi, lahirlah Matahari sebagai bintang sejati (memancarkan energi dalam semua rentang panjang gelombang).
Tekanan radiasi dan angin Matahari (Solar Wind) membubuskan sisa gas dan debu termasuk yang menyelimuti protoplanet sedemikian tinggallah teras planet yang telanjang.
Dalam kasus Tata Surya, terbentuklah planet kebumian (terrestrial planets, inner planets) yang atmosfernya tipis, berukuran kecil dan padat. Untuk protoplanet yang jauh dari Matahari, materi selubung ini tidak semua terbubuskan.
Terbentuklah planet seperti planet gas/es raksasa (Jovian Planets, outer planets). Akhirnya radiasi Matahari ini mengusir sisa materi lainnya ke tepian nan jauh menjadi cikal bakal materi Sabuk Kuiper, materi antar planet (cikal bakal meteor misalnya), dan materi Awan Oort yang kesemuanya terkait hadirnya komet dan meteor.
Usia Tata Surya diduga kisaran 4,5 milyard tahun (Matahari kisaran 5 milyard tahun). Istilahnya, anggota Tata Surya selain Matahari baru terbentuk setelah ratusan juta tahun lahirnya Matahari sebagai bintang (Ingat kendala yang dialami Weisszacker dan Dirk Ter Haar).
Teori Kabut yang dikembangkan sejak Descartes, Kant-Laplace, Weisszacker, hingga Kuiper pada saat sekarang sudah dapat untuk diperiksa ulang tatkala para astronom berhasil menemukan banyak nebula (materi antar bintang), janin bintang (protostar), hingga hadirnya planet di nun jauh di sistem bintang selain Matahari di segenap pelosok Jagad Raya melalui baik teleskop landas Bumi hingga teleskop maupun wahana antariksa.
Salah satu penemuan awal hadirnya cikal bakal Tata Surya di luar sana dalam ujud cakram materi yang berpusar adalah obyek langit bernama Beta Pictoris (lihat gambar 4).
Lokasinya di arah rasi bintang Pictor, berjarak kisaran 63 tahun cahaya. Pertama kali dideteksi berbasis satelit inframerah (IRAS) pada tahun 1983.
Diketahui temperatur di daerah piringan gas dan debu kisaran 100 K dan berjejari 600 satuan astronomi (1 au = 150 juta km).
Gambaran piringan berhasil dicitrakan lebih detail oleh Richard Terrile dan Bradford Smith dengan teleskop landas Bumi, yaitu teleskop berdiameter 2,5 m yang berlokasi di observatorium Las Campanas.
Saat itu diketahui bahwa bintang ini tergolong bintang deret utama seperti Matahari (kelas spektrum: A3V) dengan prakiraan usia mencapai 20 juta tahun (bandingkan Matahari kisaran 5 milyard tahun).
Secara kasat mata bintangnya termasuk cukup terang dengan magnitudo visual 3,85 (batas umum penglihatan kita umumnya adalah magnitudo 6 dan bila angkanya makin kecil, maka bendanya makin terang).
Hal ini lebih terdeteksi rinci dengan bantuan bidikan teleskop angkasa Hubble.
Berawal dari hadirnya materi purba atau materi antar bintang dan merupakan teori yang paling memenuhi syarat (kala itu) karena dapat menjelaskan lahirnya Tata Surya kita maupun Tata Surya lain setelah dibandingkan dengan data pengamatan yang salah satunya dibantu dengan ditemukannya planet-planet di luar Tata Surya.
Namun, teori ini sebenarnya merupakan gabungan ragam penelitian yang menyangkut antara lain mekanisme planetesimal, adanya protoplanet, analisis pusaran, turbulensi, pertimbangan momentum sudut (dinamika Tata Surya secara keseluruhan), dll.
Secara garis besar bahwa Tata Surya berasal dari bola gas–debu purba (nebula, materi antar bintang bertemperatur rendah dan kerapatan sangat kecil, namun radiusnya luar biasa besar).
Adanya gaya gravitasi antar molekul menyebabkan adanya pergerakan, lalu timbul pusaran-pusaran dan pemampatan pada tempat-tempat tertentu (secara lokal tergantung parameter yang terlibat). Saat ini berlangsung, secara bersamaan proses pemipihan pun terjadi.
Gumpalan yang berkumpul di tengah menjadi cikal bakal Matahari, sedangkan gumpalan lainnya menjadi planet-planet (ingat turbulensi Weisszacker).
Bentuk keseluruhan menyerupai cakram materi yang berputar yang mana 95% materi terkonsentrasi di pusat.
Lainnya di sayap cakram, kondensasi membentuk calon planet/satelit. Pada saatnya nanti, janin Matahari berhasil membangkitkan reaksi nuklir di pusatnya sebagai akibat dari makin padat materinya, makin cepat putarannya, dan semakin panas.
Tahap berikutnya, energy yang semakin besar di pusat perlahan terhambur keluar. Apabila segala kondisi terpenuhi, lahirlah Matahari sebagai bintang sejati (memancarkan energi dalam semua rentang panjang gelombang).
Tekanan radiasi dan angin Matahari (Solar Wind) membubuskan sisa gas dan debu termasuk yang menyelimuti protoplanet sedemikian tinggallah teras planet yang telanjang.
Dalam kasus Tata Surya, terbentuklah planet kebumian (terrestrial planets, inner planets) yang atmosfernya tipis, berukuran kecil dan padat. Untuk protoplanet yang jauh dari Matahari, materi selubung ini tidak semua terbubuskan.
Terbentuklah planet seperti planet gas/es raksasa (Jovian Planets, outer planets). Akhirnya radiasi Matahari ini mengusir sisa materi lainnya ke tepian nan jauh menjadi cikal bakal materi Sabuk Kuiper, materi antar planet (cikal bakal meteor misalnya), dan materi Awan Oort yang kesemuanya terkait hadirnya komet dan meteor.
Usia Tata Surya diduga kisaran 4,5 milyard tahun (Matahari kisaran 5 milyard tahun). Istilahnya, anggota Tata Surya selain Matahari baru terbentuk setelah ratusan juta tahun lahirnya Matahari sebagai bintang (Ingat kendala yang dialami Weisszacker dan Dirk Ter Haar).
Teori Kabut yang dikembangkan sejak Descartes, Kant-Laplace, Weisszacker, hingga Kuiper pada saat sekarang sudah dapat untuk diperiksa ulang tatkala para astronom berhasil menemukan banyak nebula (materi antar bintang), janin bintang (protostar), hingga hadirnya planet di nun jauh di sistem bintang selain Matahari di segenap pelosok Jagad Raya melalui baik teleskop landas Bumi hingga teleskop maupun wahana antariksa.
Salah satu penemuan awal hadirnya cikal bakal Tata Surya di luar sana dalam ujud cakram materi yang berpusar adalah obyek langit bernama Beta Pictoris (lihat gambar 4).
Lokasinya di arah rasi bintang Pictor, berjarak kisaran 63 tahun cahaya. Pertama kali dideteksi berbasis satelit inframerah (IRAS) pada tahun 1983.
Diketahui temperatur di daerah piringan gas dan debu kisaran 100 K dan berjejari 600 satuan astronomi (1 au = 150 juta km).
Gambaran piringan berhasil dicitrakan lebih detail oleh Richard Terrile dan Bradford Smith dengan teleskop landas Bumi, yaitu teleskop berdiameter 2,5 m yang berlokasi di observatorium Las Campanas.
Saat itu diketahui bahwa bintang ini tergolong bintang deret utama seperti Matahari (kelas spektrum: A3V) dengan prakiraan usia mencapai 20 juta tahun (bandingkan Matahari kisaran 5 milyard tahun).
Secara kasat mata bintangnya termasuk cukup terang dengan magnitudo visual 3,85 (batas umum penglihatan kita umumnya adalah magnitudo 6 dan bila angkanya makin kecil, maka bendanya makin terang).
Hal ini lebih terdeteksi rinci dengan bantuan bidikan teleskop angkasa Hubble.
Posting Komentar