Jelaskan syarat dan kedudukan ijtihad dalam hukum Islam!
1. Pengertian Ijtihād
Kata ijtihād berasal bahasa Arab ijtahada-yajtahidu-ijtihādan yang berarti mengerahkan segala kemampuan, bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga, atau bekerja secara optimal.
Secara istilah, ijtihād adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara sungguh-sungguh dalam menetapkan suatu hukum. Orang yang melakukan ijtihād dinamakan mujtahid.
2. Syarat-Syarat berijtihād
Karena ijtihād sangat bergantung pada kecakapan dan keahlian para mujtahid, dimungkinkan hasil ijtihād antara satu ulama dengan ulama lainnya berbeda hukum yang dihasilkannya. Oleh karena itu, tidak semua orang dapat melakukan ijtihād dan menghasilkan hukum yang tepat.
Berikut beberapa syarat yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan ijtihād.
- Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam.
- Memiliki pemahaman mendalam tentang bahasa Arab, ilmu tafsir, usul fikih, dan tarikh (sejarah).
- Memahami c ara merumuskan hukum (istinbaţ).
- Memiliki k eluhuran akhlak mulia.
3. Kedudukan Ijtihād
Ijtihād memiliki kedudukan sebagai sumber hukum Islam setelah al- Qur’ān dan hadis. Ijtihād dilakukan jika suatu persoalan tidak ditemukan hukumnya dalam al-Qur’ān dan hadis.
Namun demikian, hukum yang dihasilkan dari ijtihād tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’ān maupun hadis.
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.:
“Dari Mu’az, bahwasanya Nabi Muhammad saw. ketika mengutusnya ke Yaman, ia bersabda, “Bagaimana engkau akan memutuskan suatu perkara yang dibawa orang kepadamu?”
Muaz berkata, “Saya akan memutuskan menurut Kitabullah (al-Qur’ān).”
Lalu Nabi berkata, “Dan jika di dalam Kitabullah engkau tidak menemukan sesuatu mengenai soal itu?”
Muaz menjawab, “Jika begitu saya akan memutuskan menurut Sunnah Rasulullah saw.”
Kemudian, Nabi bertanya lagi, “Dan jika engkau tidak menemukan sesuatu hal itu di dalam sunnah?”
Muaz menjawab, “Saya akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran sendiri (ijtihādu bi ra’yi) tanpa bimbang sedikitpun.”
Kemudian, Nabi bersabda, “Maha suci Allah Swt. yang memberikan bimbingan kepada utusan Rasul-Nya dengan suatu sikap yang disetujui Rasul-Nya.” (H.R. Darami)
Rasulullah saw. juga mengatakan bahwa seseorang yang berijtihād sesuai dengan kemampuan dan ilmunya, kemudian ijtihādnya itu benar, maka ia mendapatkan dua pahala, Jika kemudian ijtihādnya itu salah maka ia mendapatkan satu pahala.
Hal tersebut ditegaskan melalui sebuah hadis: Artinya: “Dari Amr bin Aś, sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda, “Apabila seorang hakim berijtihād dalam memutuskan suatu persoalan, ternyata ijtihādnya benar, maka ia mendapatkan dua pahala, dan apabila dia berijtihād, kemudian ijtihādnya salah, maka ia mendapat satu pahala.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Posting Komentar