Mitigasi Bencana Gunungapi


Blog by
Nur Huda Asrori


Mitigasi adalah  serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana).

Mitigasi bencana gunungapi adalah serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengurangi resiko atau dampak yang ditimbulkan akibat erupsi gunungapi, baik melalui pembangunan fisik (infrastuktur) maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana tersebut.

Pada postingan ini, akan saya uraikan mengenai:

A. LAHAR

B. PERINGATAN AWAL LETUSAN GUNUNGAPI
Terdiri dari:
1. Pengamatan Visual
2. Pengamatan Geodinamika
3. Pengamatan Geokimia
4. Pengamatan Cuaca
5. Metoda statistik       

C. BAHAYA ERUPSI GUNUNGAPI




PENDAHULUAN
Indonesia memiliki 129 gunungapi aktif. Sekitar 10-15 gunungapi yang ada dalam keadaan sangat potensial untuk meletus.

Bentuk ancaman dari bencana alam ini berupa korban jiwa dan kerusakan permukiman/harta/benda, akibat aliran lava, lemparan batu, abu, awan panas. Gas-gas beracun dan lain-lain.

Frekuensi letusan gunungapi di Indonesia tercatat antara 3-5 kali pertahun. Bencana yang ditimbulkan oleh erupsi gunungapi akibat:

1. Nue ardente, awan panas yang biasanya bersamaan dengan aliran piroklastik, yang mengalir pada saat erupsi menuju daerah yang lebih rendah dengan kecepatan sekitar 100 km/jam.

2. Bongkah dan bom volkanik, merupakan hasil lemparan material yang menyumbat lubang kawah, berupa kubah lava dan lemparan bom yang langsung berasal dari magma pijar.

3. Hujan abu, partikel halus abu gunungapi yang terbawa angin sejauh ratusan kilomter.

4. Aliran lava, pergerakan lava tergantung dair viskositasnya, di Indonesia umunya lava mengalir lambat.

5. Lahar, istilah lainnya mudflow.

6. Gas beracun, akumulasi gas beracun, contoh di Dieng, tragei sinila.

Batas daerah bahaya, dibuat berdasarkan asumsi bahwasanya kegiatan erupsi gunungapi yang akan datang mirip dengan yang telah terjadi.

Data yang sudah ada dikompilasi dan dianalisa kembali untuk memperkirakan daerah utama yang akan mengalami kerusakan, sebaga berikut:

-Erupsi akan terjadi pada kawah utama;
-Erupsi yang berlangsung bergerak secara vertikal;
-Bentuk morfologi gunungapi tidak banyak berubah.

Peta bahaya gunungapi dibuat dengan tujuan bisa mengurangi korban bencana gunungapi, terdiri dari pembuatan peta yang menginformasikan:

1) Daerah terlarang, daerah dekat kawah yang sama sekali tidak boleh dijadikan tempat tinggal.

2) Daerah bahaya I, daerah yang kemungkinan dilewati oleh nue ardente/awan panas dan bom volkanik, penduduk disekitarnya harus segera mengungsi begitu tanda-tanda kegiatan erupsi muncul.

3) Daerah bahaya II, terletak di daerah lembah dekat puncak yang kemungkinan dilewati oleh aliran lahar, yang terdiri dari:

-Daerah siaga, berada di lokasi dengan topografi yang tinggi;
-Daerah bebas, lokasi ini kemungkinan lolos dari pengaruh aliran lahar.


LAHAR
Lahar paling sering secara khusus diperhatikan dalam melakukan mitigasi bencana karena di negara kita umunya memiliki curah hujan yang tinggi.

Selain itu juga lahar mempunyai daya hancur yang sangat tinggi dan dapat menempuh jarak yang cukup jauh dengan kecepatan sekitar 40-60 km/jam.

Lahar adalah campuran antara bahan erupsi gunungapi terutama abu volkanik dengan air yang berasal dari air hujan dan tertampung di dalam kawah gunungapi.

Lahar dibagi menjadi dua, keduanya bisa disebut lahar panas jika suhunya lebih tinggi terhadap lingkungan sekitarnya atau lahar dingin jika suhunya sama atau lebih dingin terhadap lingkungan sekitarnya, yaitu lahar erupsi/lahar primer dan lahar hujan/lahar sekunder.

Istilah lain untuk lahar adalah mudflow, lahar erupsi hanya terjadi pada gunungapi yang memiliki danau kawah, sedangkan lahar hujan bisa terjadi pada gunung yang memiliki maupun tidak danau kawah.

Lahar mempunyai berat jenis antara 2-2,5 gr/cc, sehingga jika mengalir sangat berbahaya, karena dapat menyeret bermacam-macam ukuran batuan atau menghancurkan infrastruktur atau bangunan yang ada di bawahnya.

Lahar erupsi terjadi sangat mendadak bersamaan dengan proses terjadinya erupsi volkanik akibat letusan gunungapi yang memiliki danau kawah (misalnya Gunung Kelud di Jawa Timur, Gunung Awu di Pulau Sangir Besar).

Lahar hujan terjadi karena pengumpulan air yang tiba-tiba akibat hujan yang sangat deras pada endapan abu volkanik yang tebal. Abu volkanik yang tebal terendapkan oleh proses erupsi letusan yang menghasilkan nue ardante (awan panas).

Berdasarkan pengamatan curah hujan lebat yang terjadi selama 3 jam sebanyak 70 mm/jam bisa membentuk lahar hujan, seperti yang terjadi di Gunung Merapi di Jawa Tengah, Gunung Semeru di Jawa Timur, dan Gunung Agung di Bali.


PERINGATAN AWAL LETUSAN GUNUNGAPI

Beberapa erupsi eksplosif terjadi tanpa adanya tanda-tanda khusus, tetapi beberapa kejadian setelah letusan awal setelahnya memberikan peringatan.ciri khusus.

Dalam melaksanakan pemantauan gunungapi, menggunakan beberapa macam teknik pengamatan/pengukuran sifat fisika dan kimia untuk gunungapi.

Hasil analisa pemantauan dapat memperkirakan kemungkinan letusan suatu gunungapi.

Walaupun demikian, kita tidak bisa sampai menentukan jam, hari, tanggal gunungapi akan meletus, karena teknologi yang ada sekarang belum sampai kesana.

Hal yang harus diperhatikan adalah:

1) Erupsi letusan uap, hampir tidak ada peringatan sebelumnya;

2) Erupsi magmatik, melibatkan proses naiknya magma ke permukaan, menyebabkan perubahan permukaan tanah, adanya anomali aliran panas, serta perubahan suhu dan kimia permukaan tanah dan mata air.

3) Frekuensi kejadian dan tingkat gempa biasanya meningkat pada saat erupsi akan terjadi. Erupsi diawali oleh kegiatan fumarole di daerah baru atau daerah kegiatan fumarole yang menjadi luas.

1. PENGAMATAN FISUAL
Mengamati perilaku gunungapi antara lain:
-Warna asap, semakin banyak zat padat maka warnanya menjadi gelap/hitam.

-Suara gemuruh dari kawah, naiknya tekanan gas dan suhu yang besar menyebabkan suara yang bergemuruh, bersamaan dengan keluarnya gas atau asap.

-Mengukur suhu kawah jika dimungkinkan, suhu bisa diukur jarak jauh, dan datanya dikirim melalui tranfer data satelit. Suhu akan semakin tinggi jika kegiatan gunungapi menjelang erupsi meningkat.

-Perkembangan kubah lava yang ada.

-Lingkungan disekitar gunungapi (tumbuh-tumbuhan dan hewan).

2. PENGAMATAN GEODINAMIKA
Untuk pengamatan ini diperlukan peralatan geofisika dan geodesi, hal yang dilakukan adalah:

a. Mengukur besarnya deformasi di daerah sekitar kawah gunungapi dengan alat-alat ukur geodesi yang dipasang dekat dengan lubang kepundan, misalnya: tiltmeter, seismograph/microseismometer, GPS (global positioning system), EDM (electronic distance measurement).

b. Mengukur sifat kemagnetan, bisa dilakukan dengan alat geofisika, misalnya: MT (magnetotelurik), LOTEM (long offset EM), magnetometer dll.

Magma akan berkurang sifat kemagenatannya jia suhunya semakin tinggi dan akan hilang sama sekali jika telah berada di atas suhu Curie (463-5800C untuk granit, untuk hematit 650-6800C). Naiknya tingkat oksidasi mengurangi tingkat magnetisasi.

Perubahan fisik magma yang dicerminkan oleh suhu dan tekanan diinterpretasikan dari data pengamatan . Pengukuran lainnya yang mirip dan sangat mendukung untuk mengetahui suhu adalah dengan menggunakan resistivitumeter.

Perbeaan harga tahanan jenis yang diukur pada waktu yang berbeda merefleksikan perubahan suhu.

c. Mengukur gaya berat, menggunakan alat gravimeter untuk mengetahui kondisi bawah permukaan berdasarkan kontras densitas. Magma akan mudah dikenali karena mempunyai kontras densitas yang besar dengan batuan disekelilingnya, misalnya untuk magma yang menembus lapisan batuan sedimen.

d. Mengukur kegempaan, dengan menggunakan seismometer kita mengamati gempa-gempa yang umumnya dangkal. Pada saat menjelang erupsi yang eksplosif, aktifitas getaran gempa akan meningkat. Saat magma naik, umunya terjadi gempa yang dapat kita deteksi dengan mikroseismometer.

3. PENGAMATAN GEOKIMIA
Analisa geokimia batuan dan gas suatu gunungapi, bertujuan untuk mengetahui evolusi magma berdasarkan komposisi kimia batuan.

Erupsi yang terjadi biasanya berubah dari eksplosif menjadi efusif yang mengakhiri suatu periode letusan.

Pada saat kegiatan gunungapi meningkat, perbandingan CO2 + CO, dan H2S semakin besar, pengukuran dilakukan dengan cara spektrometri ultraviolet, dimana kepekaan gas diketahui berdasarkan jumlah sinar ultraviolet yang dapat menembusnya.

Demikian juga saat kegiatan erupsi meningkat keluarnya gas CO2, SO2, dan radioaktif juga menjadi semakin tinggi.


SUMBER:
Sumintadireja, Prihadi.200. Volkanologi. Bandung: Penerbit ITB.

iklan tengah