Interpretasi Foto Udara Untuk Evaluasi Medan

Img: Terra-image
Berbagai karakteristik medan merupakan hal yang penting bagi pakar ilmu tanah, geologiwan, geografiwan, insinyur teknik sipil, perencana kota dan daerah, arsitek bentang lahan, pembangunan perumahan, dan lain pihak yang melakukan evaluasi kesesuaian medan untuk berbagai penggunaan lahan.

Oleh karena kondisi medan sangat mempengaruhi kemampuan lahan untuk  kehidupan berbagai spesies vegetasi, pengetahuan tentang interpretasi foto udara untuk evaluasi medan juga penting bagi botaniwan, pakar kehutanan, ekologiwan, satwa liar, dan lain-lain yang berkaitan dengan pemetaan dan evaluasi vegetasi.

Karakteristik medan utama yang dapat diperkirakan melalui interpretasi foto udara adalah jenis batuan, bentuk lahan, tekstur tanah, situs kondisi pengatusan, kerentanan banjir, dan tebal bahan lepas di atas batuan induk. Dapat ditambahkan pula bahwa kemiringan lereng permukaan lahan dapat diperkirakan dari interpretasi foto udara dan dapat diukur dengan beberapa cara fotogrammetrik.

Pada tulisan ini, kita hanya akan membahas mengenai:
(1) karakteristik medan,
(2) identifikasi foto udara atas berbagai jenis batuan,
(3) asosiasinya dengan tanah yang diangkut, dan
(3) tanah organik.

Proses interpretasi foto udara yang diuraikan disini terutama ditekankan pada karakteristik medan yang terlihat pada foto udara stereoskopik. Istilah geologi yang digunakan mengikuti 'Kamus Istilah Geologi' buatan Institut Geologi Amerika.

SIFAT KHAS TANAH
Istilah "tanah" mempunyai pengertian ilmiah yang berbeda-beda bagi kelompok yang bergerak dalam bidang survai dan pemetaan tanah.

Sebagai contoh,
Pakar teknik dan pakar tanah pertanian masing-masing mempunyai konsep yang berbeda tentang tanah dan menggunakan istilah yang berbeda dalam memerikan (mendeskripsikan) tanah. Kebanyakan pakar teknik menganggap semua bahan bumi lepas yang berada di atas batuan induk sebagai "tanah".

Sedangkan pakar tanah pertanian menganggap "tanah" sebagai bahan yang berkembang dari batuan induk melalui proses alamiah yaitu pelapukan dan mengandung sejumlah tertentu bahan organik  dan bahan lain yang mendukung kehidupan tanaman.

Sebagai contoh, pada endapan glasial setebal sepuluh meter yang berada di atas batuan induk dapat mengalami pelapukan ekstensif dan berubah hingga kedalaman satu meter. Sisanya yang sembilan meter relatif belum terubah. Pakar teknik akan menganggap hal ini sebagai endapan tanah setebal sepuluh meter di atas batuan induk. Sedangkan pakar tanah mengatakan lapisan tanahnya setebal satu meter yang ada di atas batuan induk endapan glasial. Pada tulisan ini kita menggunakan konsep pakar tanah  (pedological).

Melalui proses pelapukan, termasuk aktivitas iklim, tmbuhan dan binatang, material lepas permukaan bumi berkembang membentuk lapisan yang disebut 'horison tanah' oleh pakar tanah.

Lapisan paling atas merupakan horison A dan disebut pula tanah permukaan atau tanah lapisan atas (top soil). Tebal top soil dapat berkisar antara 0-60 cm dan pada umumnya 15 sampai 30 cm. Horison A terlapuk paling lanjut. Kandungan bahan organiknya paling tinggi dan sebagian partikel bertekstur halusnya tercuci ke lapisan di bawahnya.

Lapisan kedua disebut Horison B dan disebut sub soil. Tebalnya berkisar antara 0-250 cm, tetapi pada umunya 45-60cm. Horison B mengandung bahan organik dan merupakan lapisan akumulasi partikel halus yang tercuci dari horison A.

Bagian profil tanah yang terdiri dari Horison A dan B disebut tanah atau solum oleh pakar tanah.

Horison C merupakan material geologik yang berada dibawahnya yang merupakan horison A dan B yang disebut bahan induk dan bahan asal.

Horison Tanah
Img: Wikipedia
Konsep tentang perkembangan profil tanah menjadi beberapa horison ini sangat penting bagi pemetaan tanah untuk pertanian dan perkiraan produksi, dan juga untuk berbagai terapan dalam bidang pengembangan bentang lahan.

Ada tiga sumber utama material tanah. 'Tanah residual' (residual soil) terbentuk dari batuan induk di tempat asalnya oleh proses alamiah yaitu pelapukan. 'Tanah terangkut' (transported soils) terbentuk  dari bahan induk yang telah terbawa ke lokasinya sekarang oleh tenaga angin, air dan/atau glasial. 'Tanah organi' (humus dan gambut) terbentuk dari dekomposisi bahan tumbuhan pada lingkungan yang sangat basah, khususnya pada rawa atau daerah air tanah dangkal.

Tanah tersusun dari kombinasi bahan padat, air dan udara. Partikel diberi nama sesuai dengan ukurannya, misalnya kerikil. pasir, lanau dan liat. Istilah untuk ukuran partikel ini belum dibakukan untuk berbagai disiplin ilmu dan terdapat berbagai sistem klasifikasi .

Pengertian istilah ukuran partikel yang digunakan oleh pakar teknik dan pakar tanah pertanian diajukan pada Tabel 1.

Tabel 1. Penggolongan Ukuran Partikel Tanah
Untuk tujuan kita, perbedaan pengertian ukuran partikel untuk kerikil, pasir, lanau, dan liat secara relatif adalah penting. Kita menggunakan definisi pakar tanah karena adanya sistem penamaan kombinasi ukuran partikel yang mantap.

Gambar 1. Bagan Segitiga tekstur USDA yang menunjukkan persentase pasir, lanau, dan liat pada kelas tekstur dasar USDA.
Img: Imaruf
Gambar 1. menunjukkan suatu sistem yang digunakan oleh pakar tanah untuk memberi nama tekstur berdasarkan kombinasi pasir, lanau, dan liat.Jika tanah mengandung kerikil dalam jumlah yang besar, digunakan istilah "berkerikil" (kerikil 20-50%) atau "sangat berkerikil" (kerikil >50%) sebagai tambahan pada nama tekstur dasar.

Sebagai contoh:
1) Tanah mengandung 60% pasir, 30% debu, dan 10% liat, disebut geluh pasiran (sand loam).

2)Tanah mengandung 60% kerikil, 24% pasir, 12% lanau, dan 4% liat disebut geluh pasiran sangat berkerikil.

Perhatikan bahwa proporsi pasir, lanau dan liat sama pada kedua contoh tersebut diatas.

Kita memandang material yang mengandung debu dan liat lebih dari 50% termasuk berteksutr halus dan material yang mengandung pasir dan kerikil lebih dari 50% termasuk bertekstur kasar.

Uraian mengenai berbagai gambar pasangan stereo yang ada pada tulisan ini meliputi tinjauan terhadap tekstur tanah, kondisi pengatusan tanah, dan kedalaman hingga batuan induk medan yang tergambar.

Pada tanah residual yang kedalaman batuan induknya pada umumnya 1 hingga 2 meter, tekstur tanahnya pada umumnya mencerminkan tekstur horison B dan C.

Pada tanah terangkut yang profil tanah terlapuknya hanya sebagian kecil dari tebal material tidak kompak yang terangkut (misalnya teras sungai setinggi 30 m profil terlapuknya hanya setebal 1 m), uraian lebih dititik-berartkan pada tekstur bahan induk. Tidak semua informasi yang ada pada uraian gambar diperoleh dari interpretasi foto udara. Jika terdapat informasi tanah yang khusus, maka ditunjuk laporan survai tanah USDA-SCS seperti misalnya untuk tekstur tanah, klas drainase dan kedalaman batuan induk.

Tanah memiliki kondisi pengatusan yang tergantung dari aliran permukaan, permeabilitas tanah, dan pengatusan dakhil (internal soil). Kita menggunakan sistem klasifikasi pengatusan USDA untuk tanah pada kondisi alamiah yang terdiri dari tujuh kelas seperti tersebut dibawah ini.

1) Pengatusan sangat jelek
Hilangnya air dari tanah secara alamiah sangat lambat sehingga permukaan air tanah berada pada atau dekat permukaan hampir sepanjang waktu. Tanah pada kelas pengatusan ini berada pada lokasi datar atau cekung dan sering tergenang.

2) Pengatusan jelek
Hilangnya air dari tanah secara alamiah sangat lambat sehingga tanah hampir tetap basah sepanjang waktu. Permukaan air tanah pada umumnya berada atau dekat permukaan tanah dalam waktu yang cukup lama dalam setahun/

3) Pengatusan agak jelek
Hilangnya air dari tanah secara alamiah cukup lambat untuk menjadikannya tetap basah

SUMBER:

Lillesand, Thomas M. dan Ralph W. Kiefer. 1979. Remote Sensing and Image Interpretation. University of Wisconsin-Madison.

iklan tengah