Unsur Esensial Geografi Regional
Karenanya untuk sampai pada pemahamannya secara komprehensif dan kemanfaatannya secara optimal, kajiannya memadukan apa-apa yang sudah dipelajari oleh geografi fisik maupun juga geografi sosial dan budaya, serta berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan ekonomi, politik dan kemasyarakatan penduduk wilayah yang bersangkutan dalam hubungannya dengan wilayah dan bangsa lain di dunia.
Berikut ini adalah beberapa unsur esensial geografi regional menurut Suharyono (2005):
Letak atau lokasi merupakan unsur yang paling esensial dalam kajian keruangan muka bumi. Mengingat pentingnya arti letak suatu tempat dalam ruang muka bumi, beberapa istilah dipakai untuk menunjukannya meskipun dengan pengertian makna yang tidak selalu sama.
Paling tidak ada dua macam letak yang banyak diperhatikan dalam kajian geografi regional, yaitu letak absolut atau letak astronomis dan letak relatif atau leta geografis.
1. LETAK ASTRONOMIS
Letak astronomis mendasarkan pada kedudukan suatu tempat di muka bumi yang bulat bagaikan bola menurut garis lintang dan garis bujurnya, yaitu garis-garis khayalan yang melingkari bumi yang pertama kali dikemukakan oleh Eratostehenes untuk dapat menunjukkan letak suatu tempat di bumi yang bulat.
Dapat kita bayangkan betapa sulitnya orang menentukan letak suatu tempat di permukaan bola bumi yang bulat tidak ada tepi dan ujungnya pangkal (batas)nya jika tidak ada temuan garis lintang dan garis bujur tersebut.
Letak ini disebut juga letak absolut atau mutlak karena mendasarkan koordinatnya pada garis pangkal atau sumbu yang "tetap", yaitu garis ekuator atau katulistiwa yang menjadi pangkal hitungan derajat lintang atau garis lintang nol derajat (kedua kutub bumi sebagai "garis" lintang 90 derajat utara dan selatan) dan garis meridian nol yang melalui kota Greenwich dekat London yang menjadi pangkal hitungan derajat bujur, meskipun pada masa gencar-gencarnya gerakan pembebasan Amerika dari kekuasaan Eropa orang pernah mengusulkan agar meridian nol (prime meridian) tidak dihitung dari garis (lingkaran) meridian yang melalui London tetapi garis lingkaran meridian yang melalui salah satu kota di Amerika Latin.
Sebutan letak astronomis muncul karena penentuannya didasarkan pada pengamatan (pengukuran) posisinya atau kedudukannya terhadap benda langit (bintang atau matahari).
Sebagian orang menyebut juga letak menurut derajat lintang dan bujur sebagai letak geografis karena berpengaruh pada kondisi geografis tempat atau wilayah yang bersangkutan, antara lain bertalian dengna keadaan iklim, ukuran dan perbedaan waktu (kalau ukuran rentang bujurnya cukup besar).
Indonesia yang wilayahnya terletak antara 6°LU dan 11°LS serta 95°BT dan 141°BT merupakan satuan politik negara yang ukurannya sangat besar, karena luas daratan dan perairan laut wilayahnya lebih besar dari benua Australia, yaitu jika dihitung juga wilayah Zone Ekonomi Eksklusif sesuai kesepakatan hukum laut internasional.
Sedang letak bujur antara 95° hingga 141° bujur timur (46 derajat) berpengaruh atas adanya beda waktu lebih dari tiga jam antara tempat di ujung timur dan yang di barat, karena setiap rentang 15 derajat di ekuator (= 1/24 keliling lingkaran bumi) mempunyai beda waktu satu jam oleh sebab gerak rotasi bumi pada sumbunya.
Dari letak lintangnya antara 6° lintang utara hingga 11° lintang selatan Indonesia beriklim tropik dan dilalui garis ekuator yang menghasilkan hujan zenital yang lebat karena adanya pertemuan dua massa udara tropik yang menjadikan suatu "front" yang disebut Inter Tropical Convergence Zone (ITC atau ICZ) yang kita kenal dengan sebutan Daerah Konvergensi Antar Tropik (DKAT).
DKAT yang kedudukannya tidak tetap tetapi "bergeser" ke utara dan ke selatan ekuator mengikuti "pergeseran" matahari merupakan zona terjadinya hujan lebat yang di wialayah Indoensia sering disertai "badai" atau angin puting beliung.
Dua negara besar yang juga dilalui garis ekuator, Republik Demokrasi Kongo (dahulu Zaire atau Kongo Belgia) dan Republik Federasi Brazil, juga diwarnai dengan adanya hujan enital yang lebat yang menjadikan daratan luas sekitar S. Zaire dan S.Amazon berawa-rawa.
Seperti yang sudah digambarkan dalam sistem garis lintang yang dikembangkan Ptolomaeus, letak lintang juga berkaitan dengan adanya zona-zona iklim matahari. Hal yang demikian disebabkan oleh kedudukan matahari dalam menyinari bumi yang berputar pada sumbunya yang "miring" terhadap bidang peredarannya dalam gerakan bumi mengelilingi matahari.
Itu sebabnya timbul apa yang disebut iklim tropik, sub-tropik, iklim sedang dan seterusnya serta adanya empat musim di wilayah-wilayah diluar daerah tropik. Oleh sebab perputaran bumi pada sumbunya dan pemanasan atmosfer bumi yang tidak sama, maka timbul pula sistem sirkulasi udara umum di muka bumi yang menghasilkan sistem atau pola aliran udara baik vertikal maupun horisontal.
Secara vertikal terdapat zona-zona masa udara naik (tekanan udara rendah. basah) di sekitar ekuator dan lintang sedang , serta zona-zona masa udara turun (tekanan udara tinggi, kering) disekitar lintang 30° dan kutub utara/selatan.
Sedang secara horisontal terdapat pola angin pasat di lintang rendah, angin barat di lintang sedang dan angin timur di lintang tinggi.
Dari adanya pola sirkulasi umum udara di muka bumi maka dapat dipahami mengapa wilayah-wilayah gurun terdapat disekitar lintang 30° di utara atua selatan ekuator, meskipun keberadaan daerah gurun juga dimodifikasi oleh bentuk, luas dan relief wilayah yang bersangkutan atau oleh sebab pengaruh adanya arus laut angin barat yang dingin (kering) di pantai barat Australia dan Amerika Selatan.
2. LETAK RELATIF
Letak relatif yang dapat juga disebut letak geografis merupakan letak atua kedudukan suatu tempat atau wilayah dalam hubungannya dengan keadaan atau kondisi lingkungan disekitarnya, baik keadaan ekonomi, kehidupan sosial politik dan budaya, wilayah perairan atau daratan yang memberikan arti penting dan sebagainya.
Karena itu muncul pula sebutan-sebutan letak sosial, letak ekonomis, letak kultural, letak strategis dan sebaginya.
Dipakai sebutan letak relatif karena keadaanya dapat berubah sejalan dengan berubahnya ondisi lingkungan sekitar.
Singapuran yang letak astronomisnya tetap tidak berubah-ubah dari dahulu kala hingga mas amendatang (sepanjang masih dipakai meridian nol yang sekarang dan ekuator sebagai pangkal perhitungan derajat lintang) letak strategisnya telah berubah dan sangat meningkat cepat sejalan dengan makin padatnya lalu lintas pelayaran lewat Selat Malaka dan pergeseran kancah percaturan ekonomi dan politik dunia ke tepian Pasifik.
Letak Indonesia diantara dua benua dan dua samudera juga menjadikan wilayah yang sangat unik dan penuh potensi, baik yang bersangkutan dengan kondisi cuaca dan iklim, flora dan faunanya, serta aneka ragam kehidupan penduduknya.
Letak relatif yang sangat menunguntungkan dapat menjadikan potensi yang sangat positif bagi suatu tempat atau wilayah, tetapi juga dapat menimbulkan kerawanan karena banyak pihak yang ingin memanfaatkan atau menguasainya.
Keberadaan Selat Malaka, Selat Lombok dan beebrapa selat atau peraira laut Indonesia lain yang kini dilintasi oleh sebagian besar lalu lintas pelayaran niaga dunia dapat membantu pemahaman mengapa Indonesia akhir-akhir ini makin sulit mengatur dan mengembangkan perekonomian serta keamanan wilayahnya, tentu dengan memperhatikan juga unsur dan faktor-faktor lain yang juga ikut berpengaruh.
Letak geologis yang berkaitan dengan posisi suatu tempat atau wilayah terhadap keberadaan lempeng tektonik daratan (benua) atau dasar laut yang berubah dan bererak "sangat lambat" dapat memberikan arti atau karakteristik khusus bagi tempat atau wilayah tersebut, misalnya dalam hal kaitannya dengan gejala volkanisme, kerawanan gempa, dan kondisi atau sifat-sifat lain yang menguntungkan atau yang dapat menimbulkan kerugian/kerusakan.
Meskipun letak astronomis yang bersifat "absolut" telah mendasari berbagai kemungkinan kondisi lingkungan alam yang berlainan bagi kehidupan manusia, dalam kajian geografi letak relatif lebih banyak menjadi perhatian para geografiwan dalam telaan dan analisisnya.
Hal ini berkaitan dengan kondisi lingkungan sekitar yang terus berubah oleh sebab pertumbuhan penduduk, kemajuan perkembangan perekonomian, pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan manusia.
Karena itu sejak abad 19 orang telah menghasilkan ebrbagai teori tentang letak atau lokasi yang diawali dengan munculknya teori zona usaha pertanian Von ThEnn di Jerman dan disusul kemudian dengan munculnya macam-macam teori lokasi yang lain (lokasi industri, lokasi tempat yang sentral, pusat dan pinggiran, ekonomi aglomerasi dan sebagainya).
Paling tidak ada dua macam letak yang banyak diperhatikan dalam kajian geografi regional, yaitu letak absolut atau letak astronomis dan letak relatif atau leta geografis.
1. LETAK ASTRONOMIS
Letak astronomis mendasarkan pada kedudukan suatu tempat di muka bumi yang bulat bagaikan bola menurut garis lintang dan garis bujurnya, yaitu garis-garis khayalan yang melingkari bumi yang pertama kali dikemukakan oleh Eratostehenes untuk dapat menunjukkan letak suatu tempat di bumi yang bulat.
Dapat kita bayangkan betapa sulitnya orang menentukan letak suatu tempat di permukaan bola bumi yang bulat tidak ada tepi dan ujungnya pangkal (batas)nya jika tidak ada temuan garis lintang dan garis bujur tersebut.
Letak ini disebut juga letak absolut atau mutlak karena mendasarkan koordinatnya pada garis pangkal atau sumbu yang "tetap", yaitu garis ekuator atau katulistiwa yang menjadi pangkal hitungan derajat lintang atau garis lintang nol derajat (kedua kutub bumi sebagai "garis" lintang 90 derajat utara dan selatan) dan garis meridian nol yang melalui kota Greenwich dekat London yang menjadi pangkal hitungan derajat bujur, meskipun pada masa gencar-gencarnya gerakan pembebasan Amerika dari kekuasaan Eropa orang pernah mengusulkan agar meridian nol (prime meridian) tidak dihitung dari garis (lingkaran) meridian yang melalui London tetapi garis lingkaran meridian yang melalui salah satu kota di Amerika Latin.
Sebutan letak astronomis muncul karena penentuannya didasarkan pada pengamatan (pengukuran) posisinya atau kedudukannya terhadap benda langit (bintang atau matahari).
Sebagian orang menyebut juga letak menurut derajat lintang dan bujur sebagai letak geografis karena berpengaruh pada kondisi geografis tempat atau wilayah yang bersangkutan, antara lain bertalian dengna keadaan iklim, ukuran dan perbedaan waktu (kalau ukuran rentang bujurnya cukup besar).
Indonesia yang wilayahnya terletak antara 6°LU dan 11°LS serta 95°BT dan 141°BT merupakan satuan politik negara yang ukurannya sangat besar, karena luas daratan dan perairan laut wilayahnya lebih besar dari benua Australia, yaitu jika dihitung juga wilayah Zone Ekonomi Eksklusif sesuai kesepakatan hukum laut internasional.
Sedang letak bujur antara 95° hingga 141° bujur timur (46 derajat) berpengaruh atas adanya beda waktu lebih dari tiga jam antara tempat di ujung timur dan yang di barat, karena setiap rentang 15 derajat di ekuator (= 1/24 keliling lingkaran bumi) mempunyai beda waktu satu jam oleh sebab gerak rotasi bumi pada sumbunya.
Dari letak lintangnya antara 6° lintang utara hingga 11° lintang selatan Indonesia beriklim tropik dan dilalui garis ekuator yang menghasilkan hujan zenital yang lebat karena adanya pertemuan dua massa udara tropik yang menjadikan suatu "front" yang disebut Inter Tropical Convergence Zone (ITC atau ICZ) yang kita kenal dengan sebutan Daerah Konvergensi Antar Tropik (DKAT).
DKAT yang kedudukannya tidak tetap tetapi "bergeser" ke utara dan ke selatan ekuator mengikuti "pergeseran" matahari merupakan zona terjadinya hujan lebat yang di wialayah Indoensia sering disertai "badai" atau angin puting beliung.
Dua negara besar yang juga dilalui garis ekuator, Republik Demokrasi Kongo (dahulu Zaire atau Kongo Belgia) dan Republik Federasi Brazil, juga diwarnai dengan adanya hujan enital yang lebat yang menjadikan daratan luas sekitar S. Zaire dan S.Amazon berawa-rawa.
Seperti yang sudah digambarkan dalam sistem garis lintang yang dikembangkan Ptolomaeus, letak lintang juga berkaitan dengan adanya zona-zona iklim matahari. Hal yang demikian disebabkan oleh kedudukan matahari dalam menyinari bumi yang berputar pada sumbunya yang "miring" terhadap bidang peredarannya dalam gerakan bumi mengelilingi matahari.
Itu sebabnya timbul apa yang disebut iklim tropik, sub-tropik, iklim sedang dan seterusnya serta adanya empat musim di wilayah-wilayah diluar daerah tropik. Oleh sebab perputaran bumi pada sumbunya dan pemanasan atmosfer bumi yang tidak sama, maka timbul pula sistem sirkulasi udara umum di muka bumi yang menghasilkan sistem atau pola aliran udara baik vertikal maupun horisontal.
Secara vertikal terdapat zona-zona masa udara naik (tekanan udara rendah. basah) di sekitar ekuator dan lintang sedang , serta zona-zona masa udara turun (tekanan udara tinggi, kering) disekitar lintang 30° dan kutub utara/selatan.
Sedang secara horisontal terdapat pola angin pasat di lintang rendah, angin barat di lintang sedang dan angin timur di lintang tinggi.
Dari adanya pola sirkulasi umum udara di muka bumi maka dapat dipahami mengapa wilayah-wilayah gurun terdapat disekitar lintang 30° di utara atua selatan ekuator, meskipun keberadaan daerah gurun juga dimodifikasi oleh bentuk, luas dan relief wilayah yang bersangkutan atau oleh sebab pengaruh adanya arus laut angin barat yang dingin (kering) di pantai barat Australia dan Amerika Selatan.
2. LETAK RELATIF
Letak relatif yang dapat juga disebut letak geografis merupakan letak atua kedudukan suatu tempat atau wilayah dalam hubungannya dengan keadaan atau kondisi lingkungan disekitarnya, baik keadaan ekonomi, kehidupan sosial politik dan budaya, wilayah perairan atau daratan yang memberikan arti penting dan sebagainya.
Karena itu muncul pula sebutan-sebutan letak sosial, letak ekonomis, letak kultural, letak strategis dan sebaginya.
Dipakai sebutan letak relatif karena keadaanya dapat berubah sejalan dengan berubahnya ondisi lingkungan sekitar.
Singapuran yang letak astronomisnya tetap tidak berubah-ubah dari dahulu kala hingga mas amendatang (sepanjang masih dipakai meridian nol yang sekarang dan ekuator sebagai pangkal perhitungan derajat lintang) letak strategisnya telah berubah dan sangat meningkat cepat sejalan dengan makin padatnya lalu lintas pelayaran lewat Selat Malaka dan pergeseran kancah percaturan ekonomi dan politik dunia ke tepian Pasifik.
Letak Indonesia diantara dua benua dan dua samudera juga menjadikan wilayah yang sangat unik dan penuh potensi, baik yang bersangkutan dengan kondisi cuaca dan iklim, flora dan faunanya, serta aneka ragam kehidupan penduduknya.
Letak relatif yang sangat menunguntungkan dapat menjadikan potensi yang sangat positif bagi suatu tempat atau wilayah, tetapi juga dapat menimbulkan kerawanan karena banyak pihak yang ingin memanfaatkan atau menguasainya.
Keberadaan Selat Malaka, Selat Lombok dan beebrapa selat atau peraira laut Indonesia lain yang kini dilintasi oleh sebagian besar lalu lintas pelayaran niaga dunia dapat membantu pemahaman mengapa Indonesia akhir-akhir ini makin sulit mengatur dan mengembangkan perekonomian serta keamanan wilayahnya, tentu dengan memperhatikan juga unsur dan faktor-faktor lain yang juga ikut berpengaruh.
Letak geologis yang berkaitan dengan posisi suatu tempat atau wilayah terhadap keberadaan lempeng tektonik daratan (benua) atau dasar laut yang berubah dan bererak "sangat lambat" dapat memberikan arti atau karakteristik khusus bagi tempat atau wilayah tersebut, misalnya dalam hal kaitannya dengan gejala volkanisme, kerawanan gempa, dan kondisi atau sifat-sifat lain yang menguntungkan atau yang dapat menimbulkan kerugian/kerusakan.
Meskipun letak astronomis yang bersifat "absolut" telah mendasari berbagai kemungkinan kondisi lingkungan alam yang berlainan bagi kehidupan manusia, dalam kajian geografi letak relatif lebih banyak menjadi perhatian para geografiwan dalam telaan dan analisisnya.
Hal ini berkaitan dengan kondisi lingkungan sekitar yang terus berubah oleh sebab pertumbuhan penduduk, kemajuan perkembangan perekonomian, pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan manusia.
Karena itu sejak abad 19 orang telah menghasilkan ebrbagai teori tentang letak atau lokasi yang diawali dengan munculknya teori zona usaha pertanian Von ThEnn di Jerman dan disusul kemudian dengan munculnya macam-macam teori lokasi yang lain (lokasi industri, lokasi tempat yang sentral, pusat dan pinggiran, ekonomi aglomerasi dan sebagainya).
Luas dan bentuk wilayah masih juga tercantum dalam kebanyakan kajian geografi regional, emskipun kedua unsur itu dipandang begitu pentingnya pada masa berkembangnya geopolitik, khususnya dalam kurun waktu ketika beberapa negara di Eropa dan Asia mengembangkan wilayah kekuasaanya demi eksistensinya sebagai "bangsa" yang sedang berkembang dan memerlukan ruang hidup yang lebih besar.
Sungguhpun faham geopolitik oleh sebagian pakar oleh sebagian pakar dipandang sebagai suatu bentuk "penyimpangan" geografi sebagai ilmu, dalam kenyataanya kajian regional yang muncul sesudah berakhirnya Perang Dunia II hingga akhir millenium kedua masih juga dipengaruhi pandangan geopolitik.
George B. Cressey dalam bukunya Asia's Lands and Peoples masih menempatkan ukuran (size) pada urutan pertama deretan unsur-unsur geostrategi yang diperlukan dalam kajian wilayah Asia.
Dalam memberi judul bagi kawasan Asia Tenggara sebagai satuan wilayah region (realm atau sub-kawasan benua) yang menjadi topik kajian regionalnnya, de Blij dan Muller masih memberi sebutan tambahan "diantara raksasa-raksasa" bagi wilayah tersebut.
Kedua contoh itu menyiratkan pengertian bahwa luas atau ukuran wilayah masih dipandang cukup penting dalam kajian regional hingga sekitar tahun 2000-an.
LUAS WILAYAH
Ukuran wilayah yang besar (luas) memang memberi kemungkinan adanya potensi yang besar, baik dalam hal keanekaan sumber daya alam maupun penduduknya, meskipun negara besar tidak selalu banyak penduduknya (Australia, Kanada, Republik Demokrasi Kongo).
Cina merupakan contoh negara yang sangat luas wilayahnnya (lebih dari 9 juta kilometer persegi) yang jumlah penduduknya juga sangat besar.
Sepanjang sejarahnya (yang telah dimulai sejak 5000-6000 tahun yang lampau) Cina tidak pernah menjadi daerah jajahan bangsa lain meskipun pernah dikalahkan oleh kaisar Mongol dan diserang oleh Jepang.
Keberhasilan Cina mempertahankan wilayah negara bangsanya tentu tidak semata-mata karena ukuran wilayahnya yang sangat besar, tetapi juga didukung oleh faktor lingkungan alam alain berua perbatasan yang penuh dengan pegunungan tinggi, lautan atau daerah gurun yang luas, disamping kualitas dan jumlah penduduknya.
Sebagian pakar bahkan memperkirakan Cina akan muncul sebagai negara adidaya baru dimasa mendatang, baik melihat ukuran wilayahnya, jumlah penduduknya maupun tingkat kemajuan perekonomiannya saat ini.
Sebaliknya negara-negara kecil (baik ukuran wilayah, jumla penduduk, maupun sumber daya alamnya) seperti Singapura dan Brunei Darussalam yang kebetulan berada di lingkungan wilayah yang belum mapandalam proses perkembangan politiknya, tetap merasa "kecil" dan memerlukan upaya kerjasama untuk kelangsungan eksistensinya, baik dalam lingkup ASEAN maupun lewat kesepakaran pertahanan dalam kaitan hubungan negara-negara persemakmuran (Malaysia, Singapura, Inggris, Australia, Selandia Baru).
Dalam lingkungan wilayah Eropa yang sudah lebih "mapan" perkembangan politik dan perekonomiaannya beberapa negara-negara mini yang berukuran luas beberapa kilometer persegi (atau bahkan kurang seperti Vatikan, San Marino, Liechtenstein, Monaco dan Andora) masih dapat tetap meneruskan eksistensinya terutama oleh adanya dukungna yang tidak banyak terkait dengan faktor lingkungan alam.
Ukuran yang besar tidak hanya memungkinkan adanya potensi yang besar yang menguntungkan, tetapi adakalanya menjadikan faktor yang menimbulkan kerawanan bagi eksistensi keutuhan wilayah negara, yang bersama faktor-faktor lain (multirasial, agama, politik pemerintahan) dapat menimbulkan kekuatan sentrifugal yang dapat mengakibatkan terpecah-belahnya keutuhan suatu wilayah negara besar.
India yang menempati sub kawasan benua di selatan Asia pernah mengalami masa-masa kemaharajaan yang kekuasaanya sangat besar, dan semasa penjajahan Inggris disatukan (kekuasaan sentripetal) lewat penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi, sistem hukum dan pemerintahan yang mantap, serta pengembangan sarana jalan/transportasi yang memadai.
Tetapi pada masa kemerdekaanya (sesudah Perang Dunia II) wilayah negara yang besar itu kemudian terpecah menjadi beberapa negara (India, Pakistan, Bangladesh) dan masih terus terancam disintegrasi bagian-bagian wilayahnya (disebelah selatan dan utara) oleh sebab adanya unsur-unsur yang dapat menimbulkan kekuatan sentrifugal (multi ras, bahasa, agama dan kelompok politik).
BENTUK WILAYAH
Eropa sebagai bagian darata Erasia yang oleh banyak orang disebut sebagai benua tersendiri sangat berlainan bentuknya dengan Afrika, yaitu mempunyai demikian banyak semenanjung besar, teluk, laut, dan selat-selat sehingga sifat keterjangkauan (aksesbilitas) nya sangat besar.
Sedang benua Afrika yang luasnya hampir tiga kali luas Eropa mempunyai bentuk yang relatif kompak. Dengan sedikitnya teluk dan semenanjung, ditambah rintangan alam berupa gurun yang luas, pantai berawa-rawa dan daerah plato yang banyak terpotong oleh jurang-jurang di selatan dan sukar dilalui hingga pertengahan abad 19 wilayah pedalamannya masih belum terjangkau dan belum dikenal oleh bangsa lain.
Dari sudut pandang geografi politik ataupun geostrategi ada beberapa macam bentuk dan kedudukan wilayah negara yang menjadi perhatian geografiwan, yaitu bentuk yang: kompak, memanjang, menjorok jauh keluar dari daratan utama, terpecah atau terpisah, dan kedudukan wilayah yang ada di tengah wilayah daratan (atau bahkan ditengah wilayah negara lain seperti Lesotho di Afrika Selatan) yang tidak berhubungan dengan laut.
Negara yang wilayahnya tidak berhubungan dengan laut (landlocked country) disebut juga sebagai negara yang secara geografis kurang menguntungkan atau Geographically Disadvanteges State (GDS), meskipun ada juga negara yang wilayahnya demikian itu berkembang sebagai engara maju (Swiss di pegunungan Alpen Eropa).
Di Asia Tenggara, negara Kamboja merupakan contoh negara yang bentuk (morfologi) nya kompak, sedang Vietnam yang berbentuk memanjang dan wilayah tengahnya berupa tanah pegunungan pantai yang sempit memrlukan dua pusat pemerintahan politik dan perekonomian, yaitu Hanoi di utara dan Kota Ho Chi Minh (dahulu Saigon) di selatan.
Untuk efektivitas pemerintahannya pada masa penjajahan Prancis, Vietnam dibagi menjadi tiga wilayah pemerintahan, yaitu wilayah delta S. Merah di utara (Tonkin), wilayah muara S. Mekong di selatan (Chocin China), dan wilayah Annam di tengah kota Hue sebagai pusatnya.
Pada masa awal kemerdekaanya Vietnam sempat terpecah menjadi dua negara meski faktor penyebab tidak semata-mata berupa keadaan lingkungan alam dan bentuk memanjang, tetapi juga "peranan" ideologi (komunis) dan juga intervensi dari pihak negara adidaya dunia (amerika serikat).
Laos disamping berbentuk memanjang juga merupakan negara yang tidak berhubungan dengan laut dan kenyataanya saat ini relatif paling "terbelakang" di antara negara-negara semenanjung Asia Tenggara.
Sungguhpun faham geopolitik oleh sebagian pakar oleh sebagian pakar dipandang sebagai suatu bentuk "penyimpangan" geografi sebagai ilmu, dalam kenyataanya kajian regional yang muncul sesudah berakhirnya Perang Dunia II hingga akhir millenium kedua masih juga dipengaruhi pandangan geopolitik.
George B. Cressey dalam bukunya Asia's Lands and Peoples masih menempatkan ukuran (size) pada urutan pertama deretan unsur-unsur geostrategi yang diperlukan dalam kajian wilayah Asia.
Dalam memberi judul bagi kawasan Asia Tenggara sebagai satuan wilayah region (realm atau sub-kawasan benua) yang menjadi topik kajian regionalnnya, de Blij dan Muller masih memberi sebutan tambahan "diantara raksasa-raksasa" bagi wilayah tersebut.
Kedua contoh itu menyiratkan pengertian bahwa luas atau ukuran wilayah masih dipandang cukup penting dalam kajian regional hingga sekitar tahun 2000-an.
LUAS WILAYAH
Ukuran wilayah yang besar (luas) memang memberi kemungkinan adanya potensi yang besar, baik dalam hal keanekaan sumber daya alam maupun penduduknya, meskipun negara besar tidak selalu banyak penduduknya (Australia, Kanada, Republik Demokrasi Kongo).
Cina merupakan contoh negara yang sangat luas wilayahnnya (lebih dari 9 juta kilometer persegi) yang jumlah penduduknya juga sangat besar.
Sepanjang sejarahnya (yang telah dimulai sejak 5000-6000 tahun yang lampau) Cina tidak pernah menjadi daerah jajahan bangsa lain meskipun pernah dikalahkan oleh kaisar Mongol dan diserang oleh Jepang.
Keberhasilan Cina mempertahankan wilayah negara bangsanya tentu tidak semata-mata karena ukuran wilayahnya yang sangat besar, tetapi juga didukung oleh faktor lingkungan alam alain berua perbatasan yang penuh dengan pegunungan tinggi, lautan atau daerah gurun yang luas, disamping kualitas dan jumlah penduduknya.
Sebagian pakar bahkan memperkirakan Cina akan muncul sebagai negara adidaya baru dimasa mendatang, baik melihat ukuran wilayahnya, jumlah penduduknya maupun tingkat kemajuan perekonomiannya saat ini.
Sebaliknya negara-negara kecil (baik ukuran wilayah, jumla penduduk, maupun sumber daya alamnya) seperti Singapura dan Brunei Darussalam yang kebetulan berada di lingkungan wilayah yang belum mapandalam proses perkembangan politiknya, tetap merasa "kecil" dan memerlukan upaya kerjasama untuk kelangsungan eksistensinya, baik dalam lingkup ASEAN maupun lewat kesepakaran pertahanan dalam kaitan hubungan negara-negara persemakmuran (Malaysia, Singapura, Inggris, Australia, Selandia Baru).
Dalam lingkungan wilayah Eropa yang sudah lebih "mapan" perkembangan politik dan perekonomiaannya beberapa negara-negara mini yang berukuran luas beberapa kilometer persegi (atau bahkan kurang seperti Vatikan, San Marino, Liechtenstein, Monaco dan Andora) masih dapat tetap meneruskan eksistensinya terutama oleh adanya dukungna yang tidak banyak terkait dengan faktor lingkungan alam.
Ukuran yang besar tidak hanya memungkinkan adanya potensi yang besar yang menguntungkan, tetapi adakalanya menjadikan faktor yang menimbulkan kerawanan bagi eksistensi keutuhan wilayah negara, yang bersama faktor-faktor lain (multirasial, agama, politik pemerintahan) dapat menimbulkan kekuatan sentrifugal yang dapat mengakibatkan terpecah-belahnya keutuhan suatu wilayah negara besar.
India yang menempati sub kawasan benua di selatan Asia pernah mengalami masa-masa kemaharajaan yang kekuasaanya sangat besar, dan semasa penjajahan Inggris disatukan (kekuasaan sentripetal) lewat penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi, sistem hukum dan pemerintahan yang mantap, serta pengembangan sarana jalan/transportasi yang memadai.
Tetapi pada masa kemerdekaanya (sesudah Perang Dunia II) wilayah negara yang besar itu kemudian terpecah menjadi beberapa negara (India, Pakistan, Bangladesh) dan masih terus terancam disintegrasi bagian-bagian wilayahnya (disebelah selatan dan utara) oleh sebab adanya unsur-unsur yang dapat menimbulkan kekuatan sentrifugal (multi ras, bahasa, agama dan kelompok politik).
BENTUK WILAYAH
Eropa sebagai bagian darata Erasia yang oleh banyak orang disebut sebagai benua tersendiri sangat berlainan bentuknya dengan Afrika, yaitu mempunyai demikian banyak semenanjung besar, teluk, laut, dan selat-selat sehingga sifat keterjangkauan (aksesbilitas) nya sangat besar.
Sedang benua Afrika yang luasnya hampir tiga kali luas Eropa mempunyai bentuk yang relatif kompak. Dengan sedikitnya teluk dan semenanjung, ditambah rintangan alam berupa gurun yang luas, pantai berawa-rawa dan daerah plato yang banyak terpotong oleh jurang-jurang di selatan dan sukar dilalui hingga pertengahan abad 19 wilayah pedalamannya masih belum terjangkau dan belum dikenal oleh bangsa lain.
Dari sudut pandang geografi politik ataupun geostrategi ada beberapa macam bentuk dan kedudukan wilayah negara yang menjadi perhatian geografiwan, yaitu bentuk yang: kompak, memanjang, menjorok jauh keluar dari daratan utama, terpecah atau terpisah, dan kedudukan wilayah yang ada di tengah wilayah daratan (atau bahkan ditengah wilayah negara lain seperti Lesotho di Afrika Selatan) yang tidak berhubungan dengan laut.
Negara Lesotho, Afrika |
Di Asia Tenggara, negara Kamboja merupakan contoh negara yang bentuk (morfologi) nya kompak, sedang Vietnam yang berbentuk memanjang dan wilayah tengahnya berupa tanah pegunungan pantai yang sempit memrlukan dua pusat pemerintahan politik dan perekonomian, yaitu Hanoi di utara dan Kota Ho Chi Minh (dahulu Saigon) di selatan.
Untuk efektivitas pemerintahannya pada masa penjajahan Prancis, Vietnam dibagi menjadi tiga wilayah pemerintahan, yaitu wilayah delta S. Merah di utara (Tonkin), wilayah muara S. Mekong di selatan (Chocin China), dan wilayah Annam di tengah kota Hue sebagai pusatnya.
Vietnam dibagi menjadi tiga wilayah: Tonkin, Chocin China dan Hue |
Laos disamping berbentuk memanjang juga merupakan negara yang tidak berhubungan dengan laut dan kenyataanya saat ini relatif paling "terbelakang" di antara negara-negara semenanjung Asia Tenggara.
Relief atau bentuk vertikal wilayah dan iklim merupakan unsur-unsur geografi yang sudah menjadi perhatian para geografiwan sejak awal perkembangan geografi regional, bahkan sejak awal perkembangan pengetahuan geografi pada zaman Romawi dan Yunani Kuno.
Relief dan iklim mempunyai kaitan erat dan persebaran aneka macam iklim tidak hanya bertalian dengan letak lintangnya (iklim matahari) tetapi juga oleh keadaan relief, luas wilayah yang menjadikan angin laut yang membawa uap air tidak mencapai wilayah pedalaman, dan juga letak wilayah di pantai barat atau di panta timur benua (pengaruh arus laut, pengaruh angin pasal, dan waktu jatuhnya).
RELIEF
Disamping bentuk vertikal sebutan topografi juga dipakai untuk menunjukkan relief.
Selain besar pengaruhnya atas kondisi cuaca dan iklim, relief juga berpengaruh atas keterasingan (isolasi) wilayah yang dampak selanjutnya bisa berupa keterbelakangan wilayah yang bersangkutan dan juga perkembangan budaya lokal atau kelompok etnik yang beraneka ragamnya.
Karena itu rangkaian pegunungan yang sekaligus dijadikan batas wilayah seperti Myanmar, Thailand, India, Cina serta Perancis dan Spanyol dapat menjadi yang efektif.
Irian Jaya (atau Papua Barat) kini masih dalam proses pemecahan dari satu propinsi menjadi tiga propinsi atas dasar antara lain keadaan persebaran penduduknya, potensi dan perkembangan perekonomiannya, serta keadaan topografi yang sangat menyulitkan perhubungan lewat darat ataupun udara.
Kalau di Pulau Jawa yang jumlah penduduknya hampir setengah jumlah penduduk Indonesia hanya ada tiga bahasa daerah dan beberapa bahasa setempat yang dipakai kelompok kecil penduduk (antara lain suku Badui), di Irian Jaya yang pendudukya kurang dari dua juta dengan kerapatan rata-rata sekitar lima orang setiap satu kilometer persegi, para antropolog memperkirakan ada sekitar 200 bahasa penduduk setempat yang sukar dipahami penduduk setempat yang lain, meski jaraknya satu dengan yang lain hanya beberapa puluh kilometer.
Hal yang demikian timbul karena perhubungan yang sangat sulit oleh sebab topografi atau keadaan medan yang sangat berat.
Bertalian dengan keadaan relief yang sedemikian menyulitkan perhubungan, maka dapat dipahami mengapa ketika tentara sekutu menduduki wilayah Jayapura (saat itu masih bernama Holandia) menjelang akhir Perang Dunia II disebut-sebut bahwa penduduk pedalaman Papua Barat masih hidup "zaman batu", dan meski sudah bersatu menjadi bagian wilayah Indonesia hingga menjelang akhir abad 20 masih juga timbul kasus bencana kelaparan di wilayah pedalamannya, karena keterisolasian dan kondisi cuaca.
Igir pegunungan sering menjadikan batas pemisah daerah aliran sungai (DAS) atau anak-anak sungainya.
Dibanyak tempat rangkaian pegunungan menjadi batas pemisah daerah hujan yang efektif seperti yang ada di pantai timur Australia.
Benua yang relatif "datar", luasnya 7,5 juta kilometer persegi dan dilalui garis balik selatan (lintang 23 1/2) ini wilayah pedalamannya hingga bagian agak ke barat beriklim kering (gurun atau setengah gurun), tetapi di pantai timurnya oleh pengaruh angin pasat dan rintangan pegunungan pemisah mendapatkan hujan yang cukup.
Itu sebabnya konsentrasi penduduk Australia ada di pantai timur dan selatan/tenggara.
Relief juga berpengaruh atas keanekaragaman jenis tumbuhan (dan juga hewan). Meskipun terletak di daerah tropik dan dilewati garis ekuator, Indonesia dan Republik Demokrasi Kongo memiliki pegunungan dengan ketinggian mencapai batas adanya salju (4.000 meter di atas permukaan laut) mempunyai juga zona tumbuhan alpina yang meliputi rerumputan dan bangsa lumut bahkan batuan telanjang tanpa tetumbuhan.
Dataran tinggi Dieng dengan ketinggian lebih dari 2000 meter diatas permukaan laut dan keadaan topografinya "terbuka" di barat, pada bulan Januari keadaan cuacanya mirip dengan cuaca di Eropa pada musim dingin yaitu banyak awan, hujan dan angin (cloudy-rainy-windy) sedang pada masa puncak musim kemarau adakalanya mengalami penurunan suhu udara hingga titik beku yang menghasilkan pembekuan embun di malam hari yang disebut "frost" dan dinamakan "bun upas" oleh penduduk setempat, karena menjadikan tanaman tembakau dan sayuran mati layu.
Untuk Pulau Jawa yang memiliki banyak gunung api menjulang tinggi dengan tanah abu volkanis yang subur oleh F Junghuhn dikembangkan zona-zona tumbuhan yang dikaitkan dengan ketinggian tempat.
Zonifikasi itu meliputi zone I hingga 250 meter yang merupakan daerah panas, Zone II sebagai daerah sedang hingga ketinggian 1.500 meter, zona III hingga ketinggian 2.500 meter sebagai daerah sejuk, dan zona paling atas yang merupakan daerah hutan aplina dengan padang rerumputan dan pohon/semak makin berkurang,
Pembagian zone vertikal yang dikembangkan oleh Junghuhn yang merupakan tokoh pelopor topografi dan volkanologi Indonesia kemudian menjadi dasar pengembangan daerah-daerah perkebunan tanaman perdagangan yang jenisnya disesuaikan dengan kondisi iklim dan jenis tanah yang ada.
IKLIM
Pada masa-masa faham determinisme lingkungan masih demikian berpengaruh, iklim dipandang sebagai faktor yang sangat menentukan bagi timbulnya keanekaragaman kehidupan di muka bumi, termasuk warna kulit dan bahkan perkembangan perekonomian penduduk.
Kemajuan teknologi telah memungkinkan penduduk Eslandia yang sebagian wilayahnya tertutup es (gletser) dengan menggunakan ruangan bilik kaca dan panas bumi (yang diambil dari bagian wilayah pulau tersebut yang sebenarnya puncak gunung api dasar laut) dapat mengusahakan tanaman-tanaman daerah tropik (pisang) dan sekaligus menjadikan tenaga panas bumi sebagai pembangkit listrik dengan aneka macam kegunaanya.
Demikian pula negeri Belanda yang berada di daerah lintang cukup tinggi dengan teknologi bilik kaca dapat menjadi penghasil sayuran dan buah-buahan daerah tropik.
Cuaca (kondisi atmosfer sehari-hari) dan iklim (keadaan rata-rata yang didapat dari jangka waktu bertahun-tahun) tidak hanya ditentukan oleh lintang dan ketinggian tempat, tetapi juga oleh berbagai macam letak seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Cina, Korea, dan Jepang mendapat hujan yang cukup pada musim panas karena letaknya di pantai timur benua dan pengaruh massa udara maritim yang berkaitan dengan adanya angin muson.
Keadaan yang demikian sangat menguntungkan karena air cukup pada waktu suhu udara yang "tinggi" diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Maka dengan dibantu pemakaian cara bertani yang lebih maju, Cina, Taiwan dan Jepang dapat memperoleh produktivitas tiap hektar lahan pertanian yang lebih tinggi daripada kebanyakan lahan pertanian di wilayah negara berkembang yang ada di daerah tropik.
Sebaliknya, di Eropa yang ada di ujung barat daratan Erasia oleh sebab adanya pergeseran pengaruh tiga massa udara, yaitu massa udara Laut Tengah yang panas dan kering, serta massa udara kontinental yang dingin dan kering, massa udara maritim Atlantik yang "hangat" dan basah (karena pengaruh arus laut panas yang berasal dari teluk Meksiko) hujan (dan salju) jatuh pada musim dingin.
Macam-macam penggolongan iklim dibuat oleh para pakar dengan cara dan untuk maksud kegunaan yang berbeda, walaupun kebanyakan bermanfaat untuk kegunaan pertanian.
Hasil kajian kondisi iklim dan cuaca dipakai untuk berbagai macam kebutuhan dalam kehidupan manusia.
Klasifikasi iklim menurut Koppen banyak dipakai dalam kajian geografi regional dunia. Sementara di Indonesia dalam kajian geografinya para mahasiswa menggunakan juga klasifikasi iklim menurut Schmitdt dan Ferguson, meskipun untuk kajian geografi sekolah penggolongan iklim basah dan kering yang berkaitan dengan letak dan suhu udara lebih banyak menjadi perhatian.
Relief dan iklim mempunyai kaitan erat dan persebaran aneka macam iklim tidak hanya bertalian dengan letak lintangnya (iklim matahari) tetapi juga oleh keadaan relief, luas wilayah yang menjadikan angin laut yang membawa uap air tidak mencapai wilayah pedalaman, dan juga letak wilayah di pantai barat atau di panta timur benua (pengaruh arus laut, pengaruh angin pasal, dan waktu jatuhnya).
RELIEF
Disamping bentuk vertikal sebutan topografi juga dipakai untuk menunjukkan relief.
Selain besar pengaruhnya atas kondisi cuaca dan iklim, relief juga berpengaruh atas keterasingan (isolasi) wilayah yang dampak selanjutnya bisa berupa keterbelakangan wilayah yang bersangkutan dan juga perkembangan budaya lokal atau kelompok etnik yang beraneka ragamnya.
Karena itu rangkaian pegunungan yang sekaligus dijadikan batas wilayah seperti Myanmar, Thailand, India, Cina serta Perancis dan Spanyol dapat menjadi yang efektif.
Irian Jaya (atau Papua Barat) kini masih dalam proses pemecahan dari satu propinsi menjadi tiga propinsi atas dasar antara lain keadaan persebaran penduduknya, potensi dan perkembangan perekonomiannya, serta keadaan topografi yang sangat menyulitkan perhubungan lewat darat ataupun udara.
Kalau di Pulau Jawa yang jumlah penduduknya hampir setengah jumlah penduduk Indonesia hanya ada tiga bahasa daerah dan beberapa bahasa setempat yang dipakai kelompok kecil penduduk (antara lain suku Badui), di Irian Jaya yang pendudukya kurang dari dua juta dengan kerapatan rata-rata sekitar lima orang setiap satu kilometer persegi, para antropolog memperkirakan ada sekitar 200 bahasa penduduk setempat yang sukar dipahami penduduk setempat yang lain, meski jaraknya satu dengan yang lain hanya beberapa puluh kilometer.
Hal yang demikian timbul karena perhubungan yang sangat sulit oleh sebab topografi atau keadaan medan yang sangat berat.
Bertalian dengan keadaan relief yang sedemikian menyulitkan perhubungan, maka dapat dipahami mengapa ketika tentara sekutu menduduki wilayah Jayapura (saat itu masih bernama Holandia) menjelang akhir Perang Dunia II disebut-sebut bahwa penduduk pedalaman Papua Barat masih hidup "zaman batu", dan meski sudah bersatu menjadi bagian wilayah Indonesia hingga menjelang akhir abad 20 masih juga timbul kasus bencana kelaparan di wilayah pedalamannya, karena keterisolasian dan kondisi cuaca.
Igir pegunungan sering menjadikan batas pemisah daerah aliran sungai (DAS) atau anak-anak sungainya.
Dibanyak tempat rangkaian pegunungan menjadi batas pemisah daerah hujan yang efektif seperti yang ada di pantai timur Australia.
Benua yang relatif "datar", luasnya 7,5 juta kilometer persegi dan dilalui garis balik selatan (lintang 23 1/2) ini wilayah pedalamannya hingga bagian agak ke barat beriklim kering (gurun atau setengah gurun), tetapi di pantai timurnya oleh pengaruh angin pasat dan rintangan pegunungan pemisah mendapatkan hujan yang cukup.
Itu sebabnya konsentrasi penduduk Australia ada di pantai timur dan selatan/tenggara.
Relief juga berpengaruh atas keanekaragaman jenis tumbuhan (dan juga hewan). Meskipun terletak di daerah tropik dan dilewati garis ekuator, Indonesia dan Republik Demokrasi Kongo memiliki pegunungan dengan ketinggian mencapai batas adanya salju (4.000 meter di atas permukaan laut) mempunyai juga zona tumbuhan alpina yang meliputi rerumputan dan bangsa lumut bahkan batuan telanjang tanpa tetumbuhan.
Dataran tinggi Dieng dengan ketinggian lebih dari 2000 meter diatas permukaan laut dan keadaan topografinya "terbuka" di barat, pada bulan Januari keadaan cuacanya mirip dengan cuaca di Eropa pada musim dingin yaitu banyak awan, hujan dan angin (cloudy-rainy-windy) sedang pada masa puncak musim kemarau adakalanya mengalami penurunan suhu udara hingga titik beku yang menghasilkan pembekuan embun di malam hari yang disebut "frost" dan dinamakan "bun upas" oleh penduduk setempat, karena menjadikan tanaman tembakau dan sayuran mati layu.
Untuk Pulau Jawa yang memiliki banyak gunung api menjulang tinggi dengan tanah abu volkanis yang subur oleh F Junghuhn dikembangkan zona-zona tumbuhan yang dikaitkan dengan ketinggian tempat.
Zonifikasi itu meliputi zone I hingga 250 meter yang merupakan daerah panas, Zone II sebagai daerah sedang hingga ketinggian 1.500 meter, zona III hingga ketinggian 2.500 meter sebagai daerah sejuk, dan zona paling atas yang merupakan daerah hutan aplina dengan padang rerumputan dan pohon/semak makin berkurang,
Pembagian zone vertikal yang dikembangkan oleh Junghuhn yang merupakan tokoh pelopor topografi dan volkanologi Indonesia kemudian menjadi dasar pengembangan daerah-daerah perkebunan tanaman perdagangan yang jenisnya disesuaikan dengan kondisi iklim dan jenis tanah yang ada.
IKLIM
Pada masa-masa faham determinisme lingkungan masih demikian berpengaruh, iklim dipandang sebagai faktor yang sangat menentukan bagi timbulnya keanekaragaman kehidupan di muka bumi, termasuk warna kulit dan bahkan perkembangan perekonomian penduduk.
Kemajuan teknologi telah memungkinkan penduduk Eslandia yang sebagian wilayahnya tertutup es (gletser) dengan menggunakan ruangan bilik kaca dan panas bumi (yang diambil dari bagian wilayah pulau tersebut yang sebenarnya puncak gunung api dasar laut) dapat mengusahakan tanaman-tanaman daerah tropik (pisang) dan sekaligus menjadikan tenaga panas bumi sebagai pembangkit listrik dengan aneka macam kegunaanya.
Demikian pula negeri Belanda yang berada di daerah lintang cukup tinggi dengan teknologi bilik kaca dapat menjadi penghasil sayuran dan buah-buahan daerah tropik.
Cuaca (kondisi atmosfer sehari-hari) dan iklim (keadaan rata-rata yang didapat dari jangka waktu bertahun-tahun) tidak hanya ditentukan oleh lintang dan ketinggian tempat, tetapi juga oleh berbagai macam letak seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Cina, Korea, dan Jepang mendapat hujan yang cukup pada musim panas karena letaknya di pantai timur benua dan pengaruh massa udara maritim yang berkaitan dengan adanya angin muson.
Keadaan yang demikian sangat menguntungkan karena air cukup pada waktu suhu udara yang "tinggi" diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Maka dengan dibantu pemakaian cara bertani yang lebih maju, Cina, Taiwan dan Jepang dapat memperoleh produktivitas tiap hektar lahan pertanian yang lebih tinggi daripada kebanyakan lahan pertanian di wilayah negara berkembang yang ada di daerah tropik.
Sebaliknya, di Eropa yang ada di ujung barat daratan Erasia oleh sebab adanya pergeseran pengaruh tiga massa udara, yaitu massa udara Laut Tengah yang panas dan kering, serta massa udara kontinental yang dingin dan kering, massa udara maritim Atlantik yang "hangat" dan basah (karena pengaruh arus laut panas yang berasal dari teluk Meksiko) hujan (dan salju) jatuh pada musim dingin.
Macam-macam penggolongan iklim dibuat oleh para pakar dengan cara dan untuk maksud kegunaan yang berbeda, walaupun kebanyakan bermanfaat untuk kegunaan pertanian.
Hasil kajian kondisi iklim dan cuaca dipakai untuk berbagai macam kebutuhan dalam kehidupan manusia.
Klasifikasi iklim menurut Koppen banyak dipakai dalam kajian geografi regional dunia. Sementara di Indonesia dalam kajian geografinya para mahasiswa menggunakan juga klasifikasi iklim menurut Schmitdt dan Ferguson, meskipun untuk kajian geografi sekolah penggolongan iklim basah dan kering yang berkaitan dengan letak dan suhu udara lebih banyak menjadi perhatian.
Posting Komentar