8 Jenis Angin: Fohn, Tornado, Monsun, Siklon Beserta Gambarnya

Massa udara yang bergerak disebut angin. Angin dapat bergerak horisontal atau vertikal dengan kecepatan bervariasi dan berfluktuasi dinamis. Faktor yang menyebabkan gerakan massa udara adalah adanya perbedaan tekanan udara dari satu tempat ke tempat lain.

Angin selalu bergerak dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah. Jika tidak ada lagi gaya lain yang mempengaruhi, maka angin bergerak secara langsung dari udara bertekanan tinggi ke arah yang bertekanan lebih rendah.

Perputaran bumi terhadap sumbunya, akan menimbulkan gaya yang bergepngaruh pada arah gerakan angin. Pengaruh perputaran bumi terhadap angin disebut pengaruh gaya coriolis.

Pengaruh coriolis menyebabkan angin bergerakn searah jarum jam mengitari daerah bertekanan rendah di belahan bumi selatan dan sebaliknya bergerak berlawanan arah jarum jam mengitari daerah bertekanan rendah di belahan bumi utara.

Orang yang pertama kali menemukan hukum tentang hubungan antara angin dengan distribusi sistem tekanan udara adalah Buys Ballot. Hukumnya dinamakan Buys Ballot, sesuai dengan nama pencetusnya, hukum Buys Ballot mengatakan: angin di belahan bumi utara akan berbelok ke kanan sedangkan di belahan bumi selatan berbelok ke kiri.

Berikut ini adalah ilustrasi pembelokkan arah angin karena gaya coriolis.
Arah pembelokkan angin di BBU ( Tukidi, 2007)
Arah pembelokkan angin di BBS ( Tukidi, 2007)
Angin sentripetal adalah angin yang bergerak menuju ke pusat tekanan rendah atau minimum, sedangkan angin sentrifugal adalah angin yang bergerak keluar dari pusat tekanan udara tinggi atau maksimum.
Angin Sentripetal di BBU ( Tukidi, 2007)
Angin Sentrifugal di BBS (Tukidi, 2007)

Baik angin sentripetal maupun angin sentrifugal umumnya juga bergerak secara vertikal dan membentuk spiral. Apabila angin sentri petal tersebut gerakannya cepat dan meluas biasanya disebut angin taifoen atau cycloon, sedangkan untuk angin sentri fugal disebut angin antri siklon (antri cyclon).

Gerakan vertikal dari kedua angin tersebut di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
Angin bergerak ke atas (cycloon)
(Tukidi, 2007)
Angin bergerak ke bawah (anti cycloon)
(Tukidi, 2007)
Di daerah bertekanan rendah (-) udara dekat permukaan bumi akan bergerak menuju ke daerah tersebut (berkonvergensi), sedangkan di daerah tekanan tinggi (+) udara dekat permukaan bumi bergerak memencar keluar (berdivergensi).

Pada daerah berkonvergensi udara akan naik ke atas dan dapat menimbulkan cuaca jelek, sedangkan pada daerah divergensi terjadilah penurunan suhu udara dari bagian atas dan dapat menghasilkan cuaca cerah.

Menurut proses, arah, dan tempat kejadiannya, angin dibagi menjadi pola umum sirkulasi udara, angin musim dan angin lokal sebagaimana dijelaskan berikut ini:

  • Untuk daerah tropis, angin berhembus dari arah tenggara (belahan bumi selatan) dan dari arah timur laut (belahan bumi utara).
  • Untuk iklim sedang, angin berhembus dari arah barat, yaitu barat laut untuk belahan bumi selatan dan barat daya untuk belahan bumi utara.
Pola distribusi daerah tekanan dan sistem angin model tiga sel
(sumber
Dengan adanya pola distribusi tekanan tersebut, maka timbullah enam sistem angin di seluruh bumi tiga masing-masing di belahan bumi.

Di belahan bumi utara (BBU) ketiga sistem angin tersebut adalah angin pasat timur laut, angin baratan, dan angin timuran kutub. Sendangkan di belahan bumi selatan (BBS) ketiga angin tersebut yaitu angin pasat tenggara, angin baratan, dan angin timuran kutub.

Perbedaan pemanasan udara antara daratan dan lautan dalam skala yang lebih dasar terjadi antara benua dan samudera. Sistem angin yang terjadi dinamai angin musim (monsoon) seperti terjadi di India dan Afrika.

Arah angin musim berubah setiap musim tergantung pada letak matahari. Di Jawa misalnya dikenal adanya angin musim barat dan angin musim timur. Adanya angin musim timur bertepatan dengan musim kemarau.

Seperti halnya sepanjang pantai, hubungan antara temperatur daratan dan air berubah dalam sehari oleh pengaruh insolasi siang hari dan radiasi bumi pada waktu malam hari. Demikian pula terdapat perbedaan temperatur untuk suatu periode yang lebih lama dan meliputi daerah yang lebih luas.

Benua lebih panas pada musim panas dan lebih dingin pada musim dingin, Sebagai akibatnya maka terdapat tekanan rendah pada musim panas dan tekanan tinggi pada musim dingin. Perbedaan temperautr musiman ini menimbulkan sirkulasi yang sejalan dengan angin laut dan angin darat, akan tetapi mempunyai periode musiman.

Angin bertiup menuju ke pedalaman benua yang panas pada musim panas dan dari daratan yang dingin pada musim dingin. Hal ini terjadi misalnya seperti apa yang terjadi di antara Benua Asia dan Australia.

Pada waktu matahari ada di belahan bumi utara yang berarti temperatur udara di sana lebih tinggi daripada di Australia maka akan bertiup angin dari Australia ke Asia. Kejadian sebaliknya adalah pada waktu matahari ada di belahan bumi selatan.

Berbagai daerah monsun yang dikenal antara lain monsun Afrika Barat, Monsun Afrika Timur, Monsun Asia Selatan, Monsun Asia Timur dan Tenggara dan Monsun Australia Utara. Adapun benua dan samudera yang terkait pada masing-masing monsun adalah sebagai berikut.

Pada Monsun Afrika Barat terkait Benua Afrika Barat dan Samudera Atlantik Utara bagian Timur, Pada Monsun Afrika Timur terkait dengan Benua Afrika Timur dan Samudera Indonesia bagian Barat. Pada monsun Asia Selatan terkait Benua Asia Selatan dan Samudera Indonesia. Monsun Asia Timur dan Tenggara berkaitan dengan Benua Asia (Siberia) dan Samudera Pasifik Barat, sedangkan Monsun Australia Utara berkaitan dengan Benua Australian Utara dan Samudera Indonesia Tenggara.

Di antara monsun tersebut di atas, Monsun Asia Timur dan Tenggara adalah monsun yang berkembang paling baik. Hal ini disebabkan oleh besarnya Benua Asia dan efek dari dataran tinggi Tibet terhadap aliran udara.

Dataran tinggi Tibet yang membujur dalam arah barat-timur merupakan penghalang atau pemisah antara massa udara kutub dan massa udara tropis.
Muson Timur (kiri) dan Muson Barat (kanan)
Sumber
Pada musim dingin di belahan bumi utara (BBU) terbentuklah tekanan tinggi di bagian utara Benua Asia yang berpusat di Siberia. Dari mintakat tekanan tinggi ini udara keluar diantaranya ke arah tenggara. Setelah mencapai laut Cina Timur berubah menjadi angin timur laut. Dengn dibatasi oleh pegunungan di sebelah timur Birma atau Myanmar angin timur laut ini terus melewati Asia Tenggara dan Laut Cina Selatan. Air laut dingin mengikutinya menyusuri pantai ke arah selatan.

Keadaan ini membantu dipertahankannya gradien suhu dan tekanan antara benua dan Laut Cina. Angin yang bertiup dari arah timur laut ini dinamakan Monsun Timur Laut. Pada waktu melintasi katulsitiwa angin ini dibelokkan karena pengaruh rotasi bumi dan menjadi angin barat di atas Indonesia yang terus melewati bagian utara Benua Australia menuju pusat tekanan rendah yang berada di bagian timur laut benua ini.

Di atas Indonesia angin bertiup dari arah barat ini disebut Monsun Barat dan bersifat lembab, panas, dan tidak stabil. Hal ini disebabkan oleh karena angin ini melewati lautan tropis yang suhunya cukup tinggi ialah sekitar 27°C

Pada musim dingin di belahan bumi selatan (BBS) atau musim panas di belahan bumi utara (BBU) berlangsung aliran udara dengan arah kebalikannya, angin tenggara yang berasal dari tekanan tinggi atau antisiklon di atas Benua Australia bertiup menuju ke arah barat laut melewati Indonesia dan Samudera Indonesia.

Karena pengaruh rotasi Bumi, angin ini mengalami pemeblokkan setelah melewati katulistiwa, kemudian berubah menjadi monsun barat daya menuju ke arah timur laut melewati bagian barat Indonesia, menyusuri Asia Tenggara dan Laut Cina Selatan, terus menuju ke pusat tekanan rendah di Benua Asia bagian utara.

Monsun batat laut ini bersifat lembab dan tidak stabil karena melakukan perjalanan cukup panjang di atas Samudera Indonesia yang panas.

Di lapisan dekat permukaan terdapat angin lokal yang di pengaruhi kondisi geografis setempat sebagaimana ilustrasi di bawah ini.
Angin Darat (kiri) dan Angin Laut (kanan)
Sumber
Pada waktu siang hari, matahari memancarkan energi panas daratan dan lautan merupakan dua macam permukaan di bumi yang memiliki perbedaan sifat.

Daratan lebih mudah dipanaskan, sementara air laut (sifat pada umumnya) lebih lambat menjadi panas. Oleh karena itu dengan panas yang sama, di darat memiliki suhu yang lebih tinggi  (tekanan udara lebih rendah) dibanding suhu udara di atas lautan (tekanan udara lebih tinggi).

Dengan demikian udara akan bergerak dari lautan menuju daratan (karena berasal dari lautan disebut angin laut).

Pada waktu malam hari, bumi secara berangsur-angsur akan melepaskan panas yang diterima siang hari. Perbedaan sifat daratan dan lautan menyebabkan arah gerakan udara berbalik. Pada malam hari daratan mudah melepas kandungan panasnya (lebih cepat menjadi dingin), sementara itu, lautan lebih lambat melepas panasnya.

Sebagai akiabtnya suhu di atas lautan yang cenderung lebih panas (tekanan udaranya lebih rendah). Keadaan ini menyebabkan udara akan bergerak dari arah darat (disebut angin darat) menuju laut.

Dengan proses yang sama, kejadian ini juga berlangsung di beberapa kawasan yang spesifik, misalnya daerah pegunungan sebagaimana ilustrasi di bawah ini:
Angin Lembah (kiri) dan Angin Gunung (Kanan)
Sumber
Kawasan pegunungan dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian puncak dan lembah. Dari puncak memiliki presnetase vegetasi lebih sedikit, sedangkan kondisi lembah pada umumnya ditutupi rapat oleh berbagai macam vegetasi yang membuatnya lebih sukar ditembus sinar matahari.

Sementara di daerah puncak lebih mudah dipanasi matahari, sehingga pada waktu siang hari daerah puncak bersuhu lebih tinggi (tekanan udara lebih rendah) dan di daerah lembah bersuhu lebih rendah (tekanan udara lebih tinggi). Sebagai akibatnya, pada waktu siang hari udara bergerak dari lembah (angin lembah) menuju daerah puncak.

Sebaliknya pada malam hari di lembah suhunya lebih tinggi (tekanan udara lebih rendah) dan di puncak suhunya lebih rendah (tekanan udara lebih tinggi), akibatnya pada malam hari udara bergerak dari gunung ke lembah (angin gunung).

Selain angin lokal seperti yang telah dijelaskan, di Indonesia juga banyak terjadi angin terjun. Angin terjun juga dikenal sebagai angin jatuh.

Tipe angin semacam ini diketahui pertama kali di daerah Fohn yang terletak di Pegunungan Alpina bagian selatan. Selanjutnya angin jenis ini dikenal dengan nama angin fohn.
Angin fohn (sumber)
Angin terjun ini terjadi karena angin yang membawa uap air membentur jalur pegunungan. Akibatnya, naiklah angin ke puncak pegunungan dan akhirnya menuruni lereng pegunungan.

Pada waktu nik pegunungan, udara masih mengandung uap air. Tiap naik 100 meter suhu udara turun kurang lebih 0,6°C. Pada ketinggian kurang lebih 1.600 meter di atas permukaan laut air laut, uap air mengalami kondensasi (berubah menjadi awan).

Pada ketinggian kurang lebih 3.000 meter, titik-titik air mampu mengalahkan tekanan angin ke atas dan terjadilah hujan. Hujan yang disebabkan oleh angin yang dipaksa naik pegunungan ini disebut hujan orografis.

Sebagai akibatnya hujan orografis pada lereng bagian depan, maka keadaan udara yang melewati puncak pegunungan menjadi kering. Pada udara kering, perubahan suhu setiap turun 100 meter bukan 0,6°C melainkan 1°C.

Akibatnya suhu udara yang turun di bagian belakang lebih panas daripada suhu udara di daerah tempat angin naik.

Angin ini dapat menghancurkan tanaman di daerah yang dilaluinya contohnya angin terjun di daerah Deli (Sumatera Utara). Angin ini merusak tanaman tembakau. Pada umumnya angin terjun ini kering dan panas. Akan tetapi, ada beberapa angin terjun yang dingin.

Contoh beberapa angin terjun:

  • Bohorok (bersifat panas, kering) terdapat di Deli, Sumatera Utara
  • Kumbang (bersifat panas) terdapat di Cirebon
  • Gending (bersifat panas) terdapat di Probolinggo, Jawa Timur
  • Brubu (bersifat panas) terdapat di Ujungpandang
  • Wambrau (bersifat panas) terdapat di Pulau Biak
  • Chinook (bersifat panas dan kering) terdapat di Alberts, Kanada
  • Fohn (bersifat panas dan kering) terdapat di Pegunungan Alpina Utara
  • Harmattan (bersifat panas dan kering) terdapat di Sahara ke arah Pantai Guinea
  • Khamsin (bersifat panas dan kering) terdapat di Mesir
  • Bora (bersifat dingin) terdapat di Pantai Adriatik, Yugoslavia
  • Mistul (bersifat dingin) terdapat di Lembah Rhone Hilir, Perancis
  • Siroco (bersifat panas dan kering) terdapat di Italia Selatan

Thunderstrorm adalah hujan bagai disertai kilat dan halilintar. Kejadian ini adalah khas daerah tropika (seperti Indonesia) di musim pancaroba, terutama pada masa peralihan musim kemarau memasuki musim hujan.

Proses terjadinya thunderstorm
Pada musim pancaroba di daerah tropis, gerakan udara vertikal (konveksi) yang demikian kuat sering membentuk awan cumulus dan tumbuh menjadi awan cumulonimbus (Cb). Awan ini menjulang tinggi dan puncak awan dapat mencapai lapisan tropopause.
Awan Cumolonimbus (sumber)
Bagian dasar awan Cb materialnya tersusun dari bahan-bahan cair, sedangkan pada bagian atas tersusun dari kristal-kristal es.

Butir-butir air dan kristal-kristal es pada awan Cb sebagian bermuatan listrik positif dan sebagaian yang lain bermuatan negatif. Jika muatan listrik tersebut perbedaanya besar maka akan terjadi loncatan muatan listrik negatif menuju muatan listrik positif maka terjadi apa yang disebut kilat, kemudian disusul suara petir atau halilintar.

Loncatan muatan listrik tersebut dapat terjadi dari awan ke awan atau dari bumi ke awan atau sebaliknya dari awan ke bumi.

Makin ke atas gerakan konveksi tersebut makin melemah karena daya dorongnya makin berkurang dan karena pengaruh gravitasi, yang akhirnya gerakan itu akan turun kembali ke bawah sebagai angin yang kencang dan pada saat yang bersamaan jatuh butir-butir air hujan atau kristal-kristal es.

Jika kristal-kristal es tersebut dapat mencapai permukaan bumi, maka akan terjadi hujan air disertai kristal-kristal es. Itulah sebabnya pada thunderstorm terdapat beberapa gejala cuaca yang terjadi secara bersamaan, yaitu angin kencang (badai), hujan deras yang kadang-kadang disertai hujan es (hail), kilat dan halilintar.

Thunderstorm juga terjadi di daerah lintang tengah, yaitu pada pertemuan antara massa udara panas dan lembah dengan massa udara dingin dan kering. Angin kencang pada thunderstorm bukan angin yang berputar.

Bila awan cumulonimbus tumbuh demikian besar, gerakan konveksi demikian kuat dan gerakan angin turun juga demikian kuat, sehingga dalam awan cumulonimbus besar terbentuk front panas dan front dingin, maka akan muncul tornado.
Proses terjadinya tornado (sumber)
Tornado merupakan angin berputar (sering disebut siklon) yang sangat kencang, sehingga bisa mencabut pohon besar beserta akarnya, menerbangkan kendaraan roda empat dan menghancurkan rumah penduduk.

tulisan disinii

Kecepatan angin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

a. Gradien Barometik
Dengan makin besarnya garadien barometrik maka kecepatan angin semakin besar. Gradient barometrik adalah perbedaan tekanan udara terhitung (mm Hg) antara dua tempat dengan jarak 111 km dengan arah horisontal dan tegak lurus garis isobar.
Gradien barometrik (sumber)
Memakain jarak 111 km dengan pertimbangan 111 km = 1° meridian = 1/360 keliling bumi (360°)
Faktor gradien barometrik adalah faktor utama (pokok)

b. Letak Geografis
Dengan peranan gradien barometrik yang sama makin dekat katulsitiwa angin makin kencang.

c. Ketinggian Tempat
Dengan peranan gradien barometrik yang sama makin tinggi tempatnya kecepatan angin makin besar. Angin di dekat permukaan bumi diperhambat oleh gedung, rumah-rumah, pepohonan, dan sebagainya. Maka tempat yang tinggi ganggungan-gangguan tidak ada sehingga anginnya lebih cepat.

d. Waktu
Dengan peranan gradient baromtrik yang sama kecepatan angin yang dekat permukaan bumi waktu siang lebih cepat daripada waktu malam, dan sebaliknya yang diatas pada malam hari angin lebih cepat daripada siang hari.

Alat untuk mengukur kecepatan angin adalah anemometer, yaitu anemometer jenis mangkok atau baling-baling.

Kecepatan angin biasanya diukur dengan satuan-satuan kilometer atau mil per satuan waktu. Disamping itu ada cara untuk mengetahui kecepatan angin dengan melihat gejala alam. Untuk ini cara yang cukup terkenal yaitu dengan menggunakan skala Beaufort. Skala Beaufort terletak antara 1-12.

Sumber:
Tukidi. 2007. Buku Ajar Meteorologi dan Klimatologi. Semarang: Jurusan Geografi FIS UNNES (halm. 41-55)

iklan tengah