Indonesia Dari Masa Kemerdekaan Hingga Masa Reformasi



Menjelang akhir tahun 1944, posisi Jepang dalam Perang Asia Pasifik semakin terdesak. Satu demi satu daerah jajahannya jatuh ke tangan pasukan Sekutu.

Untuk menghadapi Sekutu, Jepang mencari dukungan kepada bangsa-bangsa yang diduduki dengan memberikan janji kemerdekaan.

Pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Jenderal Kuniaki Koiso menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Janji ini dikemukakan di depan Parlemen Jepang, dengan tujuan untuk menarik simpati Indonesia.

Sebagai pembuktiannya, ia mengijinkan pengibaran bendera merah putih di kantorkantor, tetapi harus berdampingan dengan bendera Jepang.

Berkaitan dengan janji yang telah dikemukakan oleh pihak Jepang, pada 1 Maret 1945, diumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI).

BPUPKI terdiri dari 63 orang yang diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Wedyoningrat.

Dalam aktivitasnya, BPUPKI mengadakan sidang dua kali. Sidang pertama dilaksanakan pada 29 Mei - 1 Juni 1945 dan sidang kedua dilaksanakan pada 10 - 17 Juli 1945.

Sidang BPUPKI yang pertama membahas tentang rumusan dasar negara yang benar-benar tepat, maka acara dalam sidang ini adalah mendengarkan pidato dari tiga tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yaitu Mr. Mohammad Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.

Gagasan mengenai dasar negara yang dikemukakan oleh masing-masing tokoh adalah sebagai berikut:

Moh. Yamin
1. Peri kebangsaan
2. Peri kemanusiaan
3. Peri ketuhanan
4. Peri kerakyatan
5. Kesejahteraan rakyat

Mr. Soepomo
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir batin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat

Ir. Soekarno
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa

Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 dikenal dengan Istilah Pancasila.

Peristiwa ini dikenang dengan ditetapkannya tanggal 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila.

Sampai akhir masa sidang pertama ini, belum ditemukan kesepakatan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat. Oleh karena itu, dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggotakan Sembilan orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno.

Panitia ini dinamakan 'Panitia Sembilan'. Tugas panitia sembilan adalah mengolah usulan dari anggota BPUPKI mengenai dasar negara Republik Indonesia.

Pertemuan Panitia Sembilan menghasilkan rumusan yang disebut Jakarta Charter atau Piagam Jakarta, yang disetujui secara bulat dan ditanda tangai pada 22 Juni 1945.

Sidang kedua membahas mengenai rencana Undang-Undang Dasar (UUD). Sidang ini juga membicarakan bentuk negara.

Mengenai bentuk negara, mayoritas peserta sidang setuju dengan bentuk republik. Selanjutnya BPUPKI membentuk panitia kecil yang beranggotakan 19 orang untuk mempercepat kerja sidang.

Panitia ini bernama Panitia Perangcang UUD yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini menyepakati Piagam Jakarta dijadikan sebagai inti pembukaan UUD.

Panitia Perancang UUD juga membentuk panitia lebih kecil beranggotakan 7 orang yang diketuai oleh Soepomo untuk merumuskan batang tubuh UUD.

Pada tanggal 14 Juli 1945 Panitia Perangcang UUD yang diketuai Soekarno melaporkan hasil kerja panitia, yaitu:
1. Pernyataan Indonesia Merdeka
2. Pembukaan Undang-Undang Dasar
3. Batang Tubuh UUD

Dengan demikian, Panitia Perancang UUD telah selesai melaksanakan tugasnya. Pada tanggal 16 Juli 1945, BPUPKI menerima dengan bulat naskah Undang-Undang Dasar yang dibentuk Panitian Perancang UUD.


Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan karena dianggap telah menyelesaikan tugasnya, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar bagi negara Indonesia.

Selanjutnya dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ketua PPKI adalah Ir.  Soekarno dan wakilnya Drs. Moh. Hatta, serta sebagai penasihat dianggkat Mr. Achmad Subardjo.

Pada awal pembentukannya, jumlah anggota PPKI terdiri atas 21 orang, kemudian ditambah 6 orang, jadi jumlahnya 27 orang.

Tugas utama PPKI adalah mempersiapkan segala sesuatu berkaitan dengan keperluan pergantian kekuasaan dari pihak Jepang kepada bangsa Indonesia.

Secara simbolik, PPKI dilantik oleh Jenderal Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945 dengan memanggil tiga tokoh nasional yakni Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan Dr. Radjiman Wedyoningrat dipanggil ke Saigon/Data, Vietnam untuk menerima informasi tentang kemerdekaan Indonesia.

Informasi tersebut, yaitu pelaksanaan kemerdekaan akan dapat dilakukan dengan segera dan wilayah Indonesia adalah seluruh wilayah bekas jajahan Hindia Belanda.


Peristiwa Rengasdengklok diawali oleh peristiwa menyerahnya Jepang tanpa syarat kepada pasukan sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945.

Berita tentang menyerahnya Jepang kepada Sekutu diketahui oleh beberapa tokoh pemuda, terutama Sutan Syahrir. Kemudian syahrir dan beberapa tokoh pemuda segera menemui mohammad Hatta yang saat itu baru datang dari Dalat, Vietnam.

Bersama Mohammad Hatta,  Syahrir dan beberapa pemuda menemui Soekarno di rumahnya. S

Syahrir mengusulkan Soekarno-Hatta agar secepatnya memproklamasikan kemerdekaan tanpa melalui PPKI karena Sekutu akan menganggap kemerdekaan Indonesia sebagai suatu kemerdekaan hasil pemberian Jepang.

Usulan Syahrir tersebut tidak disetujui oleh Soekarno-Hatta. Mereka berpendapat pelaksanaan proklamasi harus melalui PPKI sesuai dengan prosedur maklumat Jepang, yaitu pada tanggal 24 Agustus 1945.

Mereka beralasan bahwa meskipun Jepang telah kalah, namun kekuatan militernya di Indonesia harus diperhitungkan demi menjada hal-hal yang tidak diinginkan.

Perbedaan sikap ini mendorong para pemuda kembali berunding pada pukul 24.00 menjelang 16 Agustus 1945. Rapat itu dihadiri oleh Sukarni, Chaerul Saleh, dr. Muwardi, Syudanco Singgih, dan dr. Sucipto.

Hasil perundingan itu menyepakati untuk membawa Soekarno-Hatta ke luar kota dengan tujuan menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang.

Selanjutnya, pada 16 Agustus 1945 pukul 04.30, Soekarno-Hatta dibawa para pemuda ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.

Sesampainya di Rengasdengklok, Soekarno-Hatta dan rombongannya disambut baik oleh pasukan Peta pimpinan Syudanco Subeno.

Niat para pemuda untuk mendesak Soekarno-Hatta tidak terlaksana. Kedua tokoh golongan tua tersebut masih mempunyai wibawa yang cukup besar.

Soekarno-Hatta tetap pada pendiriannya untuk tidak melaksanakan proklamasi kemerdekaan sebelum ada pernyataan resmi dari pihak Jepang tentang penyerahannya Jepang kepada Sekutu.

Selain itu, kemerdekaan tetap harus dimusyawarahkan dulu dalam sidang PPKI.

Ditengah suasanya tersebut, Ahmad Subardjo datang bersama sekretaris pribadinya, Sudiro pada pukul 17.30 WIB. Ahmad Subardjo memberitahukan kebenaran menyerahnya Jepang kepada Sekutu.

Mendengar berita itu, Soekarno-Hatta akhirnya bersedia memproklamasikan kemerdekaan RI di Jakarta.

Ahmad Subardjo memberikan jaminan dengan nyawanya sendiri bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan esok hari selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB.

Dengan jaminan yang meyakinkan tersebut, Syudanco Subeno bersedia melepaskan Soekarno-Hatta.

Pada malam hari, 16 Agustus 1945, pukul 20.00 WIB, Soekarno-Hatta beserta rombongan berangkat menuju Jakarta.

Mereka tiba di Jakarta pada pukul 23.00, lalu menuju rumah kediaman Laksamana Maeda. Tempat ini dianggap aman dari ancaman militer Jepang, karena Laksamana Maeda adalah Kepala Kantor Penghubung Angkatan Laut di daerah kekuasaan Angkatan Darat. Di kediaman Laksamana inilah rumusan teks proklamasi disusun.

Ir. Soekarno menuliskan konsep proklamasi kemerdekaan Indonesia yang akan dibacakan esok harinya. Moh. Hatta dan Ahmad Subardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan.

Kalimat pertama dari teks proklamasi merupakan saran Ahmad Subardjo sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan dari Muh. Hatta.

Kalimat pertama berisi pernyataan kehendak Bangsa Indonesia untuk merdeka, dan kalimat kedua berisi pernyataan mengenai pemindahan kekuasaan.

Pada pukul 04.00 WIB, Soekarno membacakan hasil ruusan tersebut. Akhirnya, seluruh tokoh yang hadir pada saat itu menyetujui secara bulat konsep proklamasi tersebut.

Permasalahan muncul mengenai siapa yang harus menandatangani teks proklamasi tersebut. Hatta mengusulkan agar teks proklamasi itu ditandatangani oleh seluruh yang hadir sebagai wakil bangsa Indonesia.

Sukarni dari golongan muda mengajukan usul bahwa teks proklamasi tidak perlu ditandatangani oleh semua yang hadir, tetapi cukup oleh Soekarno dan Hatta saja atas nama bangsa Indonesia.

Sukarni juga mengusulkan agar Sukarno yang membacakan teks proklamasi terebut. Usulan Sukarni diterima, kemudian Sukarno meminta kepada Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi dengan beberapa perubahan yang telah disetujui.

Sejak pagi tanggal 17 Agustus 1945, persiapan upacara pembacaan proklamasi kemerdekaan dilakukan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56.

Halaman rumah Soekarno sudah dipadati oleh massa menjelang pembacaan teks proklamasi. Dr. Muwardi memerintahkan kepada Latief Hendraningrat untuk menjaga keamanan pelaksanaan upacara.

Latif dalam melaksanakan pengamanan dibantu oleh Arifin Abdurahman untuk mengantisipasi  gangguan tentara Jepang.

Tepat pukul 10.00 WIB, upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia dimulai. Setelah pidato dan pembacaan proklamasi selesai, kemudian dilakukan pengibaran bendera Merah Putih oleh Latien Hendraningratdan S. Suhud.

Rakyat yang hadir serempakmenyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Upacara proklamasi ditutup oleh sambutan Wali Kota Jakarta, Suwiryo dan dr. Muwardi.

Puncak perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah adalah dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Sebagian besar rakyat Indonesia dapat dengan cepat menanggapi hakikat dari makna proklamasi itu.

Namun demikian, ada juga yang menanggapi kemerdekaan itu adalah bebas dari segala-galanya, sehingga mereka berusaha melawan kekuatan yang selama ini membelenggunya.

Sikap inilah yang pada gilirannya memunculkan perlawanan-perlawanan baik terhadap tentara Jepang maupun kepada penguasa pribumi yang pada zaman kolonial Belanda maupun Jepang berpihak kepada penjajah.

Rakyat Indonesia, baik di pusat maupun di daerah, pada umumnya melakukan aksi-aksi yang mendukung diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia.

Para pemuda yang dipelopori oleh Komite van Aksi Menteng 31, di pusat, dalam hal ini Jakarta menghendaki agar para pemimpin perjuangan kemerdekaan mau bertemu dengan rakyat dan berbicara di hadapan mereka mengenai kemerdekaan Indonesia sebagai puncak perjuangan bangsa.

Rencana ini dilaksanakan dengan dua cara yaitu persiapan pengerahan massa dan menyampaikan rencana itu kepada presiden.

Presiden Sokarno dan wakil Presiden Moh. Hatta yang terpilih secara aklamasi oleh PPKI, menyetujui rencana tersebut, demikian juga dengan para menteri yang dilantik.

Masalah yang menjadi perhatian adalah sikap tentara Jepang dengan rencana tersebut. Presiden harus mempertimbangkan rencana tersebut dengan matang agar tidak terjadi bentrokan dengan massa.

Presiden memutuskan untuk mengadakan sidang kabinet di kediaman presiden.

Sidang kabinet diselenggarakan pada tanggal 9 September 1945 dan berlangsung sampai tengah malam, sehingga sidang ditunda sampai pukul 10.00 pagi keesokan harinya.

Pada pagi harinya sidang dilanjutkan lagi di Lapangan Banteng Barat dan dihadiri oleh para pemimpin pemuda atau para pemimpin Badan Perjuangan.

Para pemimpin pemuda menghendaki agar pertemuan antara pemimpin bangsa dengan rakyatnya tidak dibatalkan. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan rapat menyetujui rencana itu.

Presiden dan wakil presiden serta para menteri kemudian menuju ke Lapangan Ikada. Ternyata lapangan Ikada telah dipenuhi oleh massa yang lengkap dengan senjata tajam.

Tampak pula tentara Jepang bersiap siaga senjata lengkap dan tank-tanknya. Melihat kondisi ini tampaknya bentrokan antara pasukan Jepang dengan massa dapat terjadi sewaktu-waktu.

Mobil presiden dan wakil presiden diberhentikan sebentar oleh komandan jaga sebelum dipersilahkan masuk ke Lapangan Ikada.

Soekarno menuju panggung dan menyampaikan pidato singkat setelah memasuki Lapangan Ikada.

Soekarno meminta dukungan dan kepercayaan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk mematuhi kebijaksanaan-kebijaksanaannya, patuh, dan disiplin dalam pidatonya.

Soekarno juga memerintahkan massa untuk bubar dengan tertib

Imbauan tersebut ternyata dipatuhi oleh massa yang memadati Lapangan Ikada. Melihat fenomena ini, rapat raksasa di Lapangan Ikada ini adalah manifestasi pertama dari kewibawaan pemerintah Republik Indonesia kepada rakyatnya.

Sekalipun rapat ini berlangsung singkat, tetapi telah berhasil mempertemukan rakyat dengan para pemimpinnya dan sekaligus memberikan kepercayaan rakyat kepada para pemimpinnya.

Berita proklamasi segera menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Pekik merdeka mewarnai salam masyarakat Indonesia di setiap gang, pasar, lembaga pendidikan, dan berbagai tempat umum lainnya.

Rasa syukur atas kemerdekaan dilakukan dengan berbagai cara. Doa syukur berkumandang di tempat-tempat ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

Rasa syukur terhadap kemerdekaan bukan hanya diucapkan dengan lisan, tetapi juga dibuktikan dengan perbuatan.

Semangat kemerdekaan telah membakar keberanian rakyat Indonesia di berbagai daerah.


Pada saat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia belum memiliki kepala pemerintahan dan sistem administrasi wilayah yang jelas.

Setelah proklamasi kemerdekaan, segera dibentuk kelengkapan pemerintahan dengan tujuan agar pembangunan dapat berlangsung dengan baik.

Para pemimpin segera membentuk lembaga pemerintahan dan kelengkapan negara sehari setelah proklamasi dikumandangkan.

PPKI segera menyelenggarakan rapat-rapat yang menghasilkan beberapa keputusan penting sebagai berikut.

Rapat PPKI beragendakan untuk menyepakati Pembukaan dan UUD Negara Republik Indonesia.

Piagam Jakarta yang dibuat oleh BPUPKI menjadi rancangan awal, dan dengan sedikit perubahan disahkan menjadi UUD yang terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh yang terdiri dari 37 Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Ayat Aturan Tambahan disertai dengan penjelasan.

Dengan demikian, Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat dalam hidup bernegara dengan menentukan arahnya sendiri.

Soekarno dan Hatta ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden pertama Republik Indonesia secara aklamasi dalam musyawarah untuk mufakat.

Lagu kebangsaan Indonesia Raya mengiringi penetapan Presiden dan Wakil Presiden terpilih.

Rapat PPKI tanggal 19 agustus 1945 memutuskan pembagian wilayah Indonesia menjadi delapan provinsi di seluruh bekas jajahan Hindia Belanda.

Kedelapan provinsi tersebut adalah Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan.

Mr. Ahmad Subarjo melaporkan hasil rapat Panitia Kecil yang dipimpin olehnya.

Hasil rapat Panitia Kecil mengajukan adanya 13 kementerian. Pada 2 September 1945, dibentuk susunan kabinet RI yang pertama.

Kabinet ini merupakan kabinet presidensial yang bertanggung jawab kepada presiden.

Anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Tugasnya membantu presiden dalam menjalankan roda pemerintahan sesuai amanat UUD 1945. 

Tanggal 22 Agustus 1945 PPKI kembali menyelenggarakan rapat pembentukan KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) yang akan mengantikan PPKI.

Soekarno dan Hatta mengangkat 135 orang anggota KNIP yang mencerminkan keadaan masyarakat Indonesia.

Seluruh anggota PPKI kecuali Soekarno dan Hatta menjadi anggota KNIP yang kemudian dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945.

Tugas dan wewenang KNIP adalah menjalankan fungsi pengawasan dan berhak ikut serta dalam menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Pada tanggal 23 Agustus, Presiden Soekarno mengesahkan secara resmi Badan Keamanan Rakyat (BKR) sebagai badan kepolisian yang bertugas menjaga keamanan.

Sebagian besar anggota BKR terdiri dari mantan anggota PETA, KNIL, dan Heiho.

Pada tanggal 5 Oktober berdirilah TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Supriyadi (tokoh perlawanan tentara PETA terhadap Jepang di Blitar) terpilih sebagai pimpinan TKR.

Atas dasar maklumat itu, Oerip Sumihardjo segera membentuk Markas Besar TKR yang dipusatkan di Yogyakarta


Setelah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia masih harus menghadapi Belanda yang ingin mengembalikan kekuasaannya atas Indonesia.

Dalam mempertahankan kemerdekaannya, bangsa Indonesia melakukan berbagai upaya.

Upaya bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya dilakukan dengan dua cara, yaitu cara diplomasi dan cara perjuangan fisik (perjuangan bersenjata)


Insiden hotel Yamato adalah peristiwa perobekan bendera Belanda (merah-putih-biru) menjadi bendera Indonesia (merah-putih).

Insiden ini terjadi pada tanggal 19 September 1945 di Hotel Yamato, Surabaya.

Insiden ini berawal dari tindakan beberapa orang Belanda yang mengibarkan bendera Belanda (merah-putih-biru) di tiang bendera Hotel Yamato.

Tindakan tersebut menimbulkan kemarahan rakyat Surabaya. Mereka mendatangi hotel itu dan berusaha menurunkan bendera tersebut.

Akhirnya, bendera Belanda berhasil diturunkan dan bagian bendera yang berwarna biru dirobek.

Kemudian bendera dikibarkan kembali sebagai bendera Indonesia (merah-putih). Pengibaran bendera Merah Putih kemudian diiringi dengan pekikan 'Merdeka!!" berulang kali.

Pertempuran Surabaya merupakan satu rangkaian peristiwa pertempuran yang terjadi antara tentara Indonesia dan tentara Sekutu yang berlangsung sejak tanggal 27 Oktober sampai 20 November 1945.

Pertempuran yang paling besar terjadi pada tanggal 10 November 1945.

Pertempuran Surabaya diawali dengan kedatangan Brigade 49/Divisi India ke-23 tentara Sekutu di bawah Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby pada 25 Oktober 1945 di Surabaya.

Tugas pasukan ini adalah melucuti tentara Jepang dan menyelamatkan para tahanan perang Sekutu di Indonesia.

Semula pihak Indonesia menyambut baik kedatangan tentara Sekutu. Tetapi setelah diketahui bahwa NICA membonceng bersama rombongan tentara Sekutu, muncullah pergerakan perlawanan rakyat Indonesia melawan tentara Sekutu.

Pada tanggal 30 Oktober 1945, terjadi bentrokan antara tentara Indonesia melawan tentara Inggris.

Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby tewas dalam bentrokan ini. Hal ini mendorong tentara Sekutu mengirimkan pasukan dalam jumlah besar ke Surabaya.

Pasukan baru tersebut berada di bawah pimpinan Myor Jenderal R.C. Mansergh.

Pada tanggal 9 November 1945, pihak sekutu mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Surabaya.

Batas waktu ultimatum adalah pukul 06.00 tanggal 10 November 1945. Ultimatum tersebut tidak dihiraukan karena dianggap sebagai penghinaan terhadap perjuangan Indonesia.

Pada tanggal 10 November 1945 tentara Inggris melakukan serangan besar yang melibatkan 30.000 pasukan, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang.

Tentara Inggris mengira perlawanan rakyat Surabaya dapat ditaklukan dalam waktu beberapa hari.

Di luar dugaan tentara Inggris, para pelopor pemuda seperti Bung Tomo dan tokoh-tokoh agama yang terdiri dari para kyai dan ulama terus menggerakkan semangat perlawanan pejuang Surabaya hingga perlawanan terus berlanjut berhari-hari bahkan berlangsung beberapa minggu.

Meskipun akhirnya kota Surabaya berhasil dikuasai tentara Sekutu, namun Pertempuran Surabaya menjadi simbol nasional atas perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan.

Untuk mengenang peristiwa heraik di Surabaya, tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Lihllllll

Lihllllll

Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di Kota Bandung, Jawa Barat pada tanggal 23 Maret 1946.

Kota Bandung sengaja dibakar oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan rakyat setempat dengan maksud agar tentara Sekutu tidak dapat menggunakan kota Bandung sebagai pos-pos militer.

Peristiwa ini diawali dengan kedatangan pasukan Sekutu yang dipimpin Brigadir Mac Donald di Kota Bandung.

Mereka datang pata tanggal 12 Oktober 1945 dengan tujuan melucuti senjata tentara Jepang dan membebaskan tawanan perang.

Sejak awal kedatangannya, hubungan tentara Sekutu dngan pihak Republik Indonesia sudah tidak baik.

Mereka menuntuk rakyat Bandung untuk menyerahkan senjata yang dirampas dari tentara Jepang.

Tuntutan tersebut tidak diindahkan oleh rakyat Bandung sehingga berakibat timbulnya berbagai bentrokan.

Pertentangan antara pihak Sekutu dan pihak Indonesia semakin meruncing, pada tanggal 23 Maret 1946 meletus pertempuran antara rakyat Bandung melawan Sekutu.

Pertempuran paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Kota Bandung. Di tempat ini terdapat gudang amunisi besar milik tentara Sekutu.

Dalam pertempuran ini, dua orang pejuang Indonesia bernama Muhammad Toha dan Ramdan berupaya meledakkan gudang senjata Sekutu. Mereka berdua gugur setelah berhasil meledakkan gudang tersebut.

Adanya pertempuran ini membuat keadaan kota Bandung semakin tidak aman. Akhirnya pemerintah Republik Indonesia menginstruksikan agat kota Bandung dikosongkan.

Atas intruksi tersebut, penduduk kota Bandung mengosongkan kota dan mengungsi ke daerah pegunungan.

Sebelum meninggalkan kota Bandung, TRI dan rakyat membakar kota Bandung. Peristiwa ini dikenal sebagai Bandung Lautan Api.

Pertempuran Medan Area adalah sebuah peristiwa perlawanan rakyat terhadap Sekutu yang terjadi di Medan, Sumatera Utara.

Pada tanggal 9 Oktober 1945, Pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly tiba di kota Medan.

Kedatangan tentara Sekutu ini ternyata diboncengi oleh tentara NICA yang bertujuan mengambil alih pemerintahan. Hal ini memicu munculnya perlawanan rakyat di Kota Medan.

Pertempuran pertama meletus pada tanggal 13 Oktober 1945 antara para pemuda dengan pasukan Sekutu.

Para pemuda menyerang gedung-gedung pemerintahan yang dikuasasi Sekutu. Pertempuran ini kemudian menjalar ke beberapa kota lainnya, seperti Pematang Siantar dan Brastagi.

Oleh karena seringnya terjadi berbagai insiden, pada 18 Oktober 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum yang melarang rakyat membawa senjata dan semua senjata yang ada harus diserahkan kepada Sekutu.

Pada 1 Desember 1945, tentara Sekutu memasang papan-papan bertuliskan Fixes Boundaries Medan Areas di pinggiran Kota Medan dengan tujuan untuk menunjukkan daerah kekuasaan mereka.

Sejak saat itu, istilah Medan Area menjadi terkenal. Tentara Sekutu bersama NICA melakukan pengusiran tehadap unsur-unsur Republik Indonesia di Kota Medan.

Para pemuda melakukan perlawanan terhadap Sekutu dan NICA, akibatnya kota Medan menjadi tidak aman.

Selanjutnya pada tanggal 10 Desember 1945, Sekutu melancarkan operasi milter secara besar-besaran terhadap pada Pejuang Indonesia dengan mengikutsertakan pesawat-pesawat tempurnya.

Para pejuang membalas serangan tersebut sehingga menimbulkan berbagai bentrokan di seluruh kota yang menelan korban dari kedua pihak.

Perempuran Puputan Margarana merupakan salah satu pertempuran antara Indonesia dan Belanda yang terjadi pada tanggal 20 November 1945.

Pertempuran ini diawali dengan kedatangan pasukan Belanda berjumlah sekitar 2000 tentara disertai tokoh-tokoh yang bersedia bekerja sama dengan Belanda di Bali.

Kedatangan Belanda ke Bali bertujuan untuk membantu pendirian sebuah negara boneka yang diberi nama Negara Indonesia Timur.

Belanda kemudian membujuk Letkol I Gusti Rai untuk bergabung. Namun, bujukan tersebut ditolak.

Pada tanggal 18 November 1946, I Gusti Ngurah Rai menyerang kedudukan Belanda di daerah Tabanan.

Satu detasemen polisi lengkap dengan senjatanya berhasil dilumpuhkan. Untuk menghadapi pasukan Ngurah Rai, Belanda mengerahkan seluruh pasukan yang berada di Bali dan Lombok.

Dalam pertempuran ini, pasuksn Ngurah Rai melakukan 'puputan' atau perang habis-habisan. Mereka bertekad tidak akan mundur sampai titik darah penghabisan.

Pertempuran berakhir dengan gugurnya Letkol I Gusti Ngurah Rai bersama 96 anggota pasukannya.

Adapun di pihak Belanda, diperkirakan sebanyak 400 tentara Belanda tewas dalam pertempuran ini.

Untuk mengenang peristiwa ini, didirikan Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa di daerah bekas medan pertempuran.

Serangan umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949.

Serangan bertujuan untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Republik Indonesia cukup kuat untuk mempertahankan kemerdekaan, meskipun ibu kotanya telah diduduki Belanda.

Serangan Umum 1 Maret 1949 dilakukan oleh TNI dari Brigade 10/Wehreise III di bawah pimpinan Letnan Kolonel Suharto, setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX (Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta).

Pada malam hari menjelang serangan umum itu, pasukan-pasukan TNI telah mendekati kota dan dalam jumlah kecil mulai disusupkan ke dalam kota.

Pagi hari pada tanggal 1 Maret 1949 sekitar pukul 06.00 WIB sewaktu sirine berbunyi tanda jam telah berakhir, serangan umum dilancarkan dari segala penjuru kota.

Pasukan Belanda tidak menduga akan ada serangan mendadak seperti itu, sehingga dalam waktu yang relatif singkat pasukan TNI berhasil memukul mundur pasukan Belanda keluar Yogyakarta.

Dalam serangna Umum, TNI akhirnya berhasil menduduki Yogyakarta selama enam jam. Peristiwa ini berhasil mematahkan propaganda Belanda yang menyatakan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada lagi.

Keberhasilan Serangan Umum 1 Maret 1949 mendatangkan dukungan internasional terhadap bangsa Indonesia.

Peristiwa ini menjadi pendorong berubahnya sikap pemerintah Amerika Serikat terhadap Belanda.

Pemerintah Amerika Serikat yang semula mendukung Belanda, berbalik menekan Belanda agar melakukan perundingan dengan pihak RI.

Oleh karena desakan itu, serta kedudukannya yang semakin terdesak oleh gerilyawan Indonesia, Belanda akhirnya bersedia berunding dengan RI.


Melalui perjuangan diplomasi, bangsa Indonesia berupaya menunjukkan kepada dunia Internasional bahwa kemerdekaan dan kedaulatan yang telah diraih bangsa Indonesia pantas untuk dibela dan dipertahankan.

Selain itu, bangsa Indonesia juga berusaha menunjukkan sikap dan itikad baik dalam menyelesaikan perselisihan dengan Belanda.

Berikut ini adalah beberapa upaya diplomasi yang dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaanya.

Perundingan Linggajati adalah perundingan antara Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Linggajati, Kuningan Jawa Barat.

Perundingan Linggajati dilaksanakan pada tanggal 10 November 1946. Perundingan ini menghasilkan beberapa kesepakatan yang ditandatangani secara resmi oleh kedua negara pada tanggal 25 Maret 1947.

Meskipun Persetujuan Linggajati telah ditandatangani, hubungan Indonesia-Belanda tidak bertambah baik.

Perbedaan penafsiran mengenai beberapa pasal persetujuan menjadi pangkal perselisihan.

Penafsiran itu misalnya, sebelum RIS terbentuk, Belanda menganggap bahwa Belanda berdaulat atas wilayah Indonesia, sementgara Indonesia menganggap bahwa Indonesia yang berdaulat sebelum RIS terbentuk.

Belanda tetap kukuh terhadap penafsiran tersebut.

Kekukuhan Belanda ini diberlihatkan dengan melakukan penyerangan tiba-tiba terhadap daerah-daerah yang menjadi wilayah RI sesuai hasil Penjanjian Linggajati, pada 21 Juli 1947. Peristiwa ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I.

Pada agresi ini, Belanda berhasil menguasai Jawa Barat, sebagaian Jawa Tengah sebelah Utara, sebagaian Jawa Timur, Madura, dan sebagian Sumatera Timur.

Untuk menghadapi Belanda, pasukan TNI melancarkan taktik geriliya. Dengan taktik, geliliya, ruang gerak pasukan Belanda berhasil dibatasi,

Gerakan pasukan Belanda hanya berada di kota-kota besar dan jalan-jalan raya, sedangkan di luar kota kekuasaan berada di tangan pasukan TNI.


Agresi Militer Belanda I mendapat reaksi keras dari dunia Internasional, khususnya dalam forum PBB.

Dalam rangka usaha penyelesaian damai, maka Dewan Keamanan PBB membentuk Komite Tiga Negara (KTN).

Negara-negara anggota KTN yaitu: Australia (pilihan Indonesia) diwakili oleh Richard Kirby, Belgia (pilihan Belanda) diwakili oleh Paul van Zeeland, Amerika Setikat (pilihan Indonesia dan Belanda) diwakili oleh Frank Porter Graham.

KTN kemudian mengusulkan sebuah perundingan yang diselenggarakan di atas kapal Angkatan Laut Amerika Serikat yang bernama USS Renvile yang berlabuh di teluk Jakarta.

Perundingan ini dikenal dengan nama perundingan Renville.

Kesepakatan yang dicapai pada perundingan Renville ternyata juga diingkari oleh Belanda. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II.

Belanda berhasil menduduki ibo kota RI, Yogyakarta.

Para pemimpin Indonesia seperti Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ditangkap dan diasingkan ke Bangka.

Sebelum Yogyakarta jatuh, Pemerintah RI telah membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera Barat.

PDRI ini dijalankan oleh Mr. Syafrudin Prawiranegara. Selain itu, dibentuk pula Komando Perang Geliliya yang dipimpin Jenderal Sudirman.

Pasukan Indonesia yang sebelumnya ditarik dari daerah pendudukan Belanda diinstruksikan kembali ke daerah masing-masing untuk melaksanakan perang secara geriliya.

Selama Agresi Militer II, Belanda selalu mempropagandakan bahwa setelah ditangkappnya pemimpin-pemimpin RI, maka pemerintah RI sudah tidak ada.

Akan tetapi, propaganda Belanda tersebut dapat digagalkan oleh PDRI. PDRI menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintah Indonesia masih berlangsung.


Lihllllll

Lihllllll



Lihllllll

Lihllllll


Pemberontakan ini terjadi pada tanggal 18 September 1948 yang dipimpin oleh Muso. Tujuan dari pemberontakan PKI adalah ingin mengganti dasar negara Pancasila dengan komunis serta ingin mendirikan Soviet Republik Indonesia.

Pemberontakan PKI Madiun melakukan aksinya dengan menguasai seluruh karesidenan Pati.

PKI juga melakukan pembunuhan dan penculikan ini secara besar-besaran. Pada tanggal 30 September 1948, pemberontakan PKI Madiun berhasil ditumpas oleh TNI yang dibantu oleh rakyat.

Di bawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto  (Panglima Divisi Jawa Tengah) dan Kolonel Sungkono (Panglima Divisi Jawa Timur)

Pemberontakan Daarul Islam atau Tentara Islam Indonesia adalah suatu gerakan menginginkan berdirinya sebuah negara Islam Indonesia.

Pemberontakan Darul Islam bermula di Jawa Barat, kemudian menyebar ke daerah-daerah lain, seperti Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.



Beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan, bangsa Indonesia mengalami inflasi yang terlalu tinggi.

Inflasi terjadi karena mata uang Jepang beredar secara tak terkendali. Pada saat itu, pemerintah tidak dapat menyatakan mata uang Jepang tidak berlaku karena belum memiliki mata uang sendiri sebagai penggantinya.

Kas Negara pun kosong, pajak dan bea masuk sangat kecil. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah mengambil kebijakan berlakunya mata uang De Javashe Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda dan mata uang pendudukan Jepang.


Program pinjaman nasional dilaksanakan oleh Menteri Keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan dari Bidang Pekerja Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP).

Pinjaman yang direncanakan sebanyak 1 miliyar rupiah dan dibagi atas dua tahap. Pinjaman akan dibayar kembali selambat-lambatnya dalam waktu 40 tahun.

Pada bulan Juli 1946, seluruh penduduk Jawa dan Madura diharuskan menyetorkan sejumlah uang kepada Bank Tabungan Pos dan rumah-rumah pegadaian.

Pelaksanaan pinjaman ini dinilai sukses. Kesuksesan merupakan bukti dukungan rakyat terhadap negara.

Tanpa dukungan dan kesadaran rakyat yang tinggi, dapat dipastikan negara akan mengalami kebangkrutan.

Lihllllll

Lihllllll



Lihllllll

Lihllllll

Lihllllll



Lihllllll

Lihllllll

Lihllllll


Lihllllll

Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) dipimpin oleh Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil yang menolak terhadap pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mereka ingin merdeka dan melepaskan diri dari wilayah Republik Indonesia karena mengangga Maluku memiliki kekuatan secara ekonomi, politik, dan geografis untuk berdiri sendiri.

Yang menjadi penyebab utama munculnya Gerakan RMS sangat kecil, tidak sebanding dengan daerah di Jawa.

Pemberontakan ini dapat diatasi melalui ekspedisi militer yang dipimpin oleh Kolonel A.E. Kwilaran (Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur).

Pemberontakan Andi Aziz terjadi pada tanggal 5 April 1950. Peristiwa ini berawal dari tuntutan Kapten Andi Aziz dan pasukannya terhadap pemerintah Indonesia agar hanya mereka yang dijadikan sebagai pasukan keamanan untuk mengamankan situasi di Makassar.

Pada saat itu, di Makassar sering terjadi bentrokan antara kelompok propersatuan dengan kelompok pro-negara federal.

Menurut Andi Aziz, hanya tentara APRIS dari KNIL yang bertanggung jawa atas keamanan di Makassar.

Tuntutan itu tidak dipenuhi dan pemerintah Republik Indonesia tetap mendatangkan ABRI sebagai pasukan keamanan.

Ketika ABRI benar-benar didatangkan ke Sulawesi Selatan, hal ini menyulut ketidakpuasan di kalangan pasukan Andi Aziz.

Pasukan Andi Aziz kemudian bereaksi dengan menduduki beberapa tempat penting di Makassar, seperti pos-pos militer, kantor telekomunikasi, lapangan terbang, serta menahan Letnan Kolonel A.J. Mokoginta yang menjabat sebagai Panglima Tentara Teritorium Indonesia Timur.

Pemerintah RI memerintahkan Andi Aziz untuk menghentikan pergerakannya dan mengultimatum agar datang ke Jakarta dalam waktu 4x24 jam untuk mempertanggungjawabkan tindakannya.

Namun Andi Aziz ternyata terlambat melapor, sementara pasukannya telah berontak. Andi Aziz pun segera ditangkap setibanya di Jakarta dari Makassar.

Pasukannya yang memberontak akhirnya menyerah dan ditangkap oleh pasukan militer RI di bawah pimpinan Kolonel Kawilarang. 

Lihllllll


Konferensi Asia Afrika diselenggarakan pada tanggal 18-24 April 1955 di Bandung. Konferensi ini dihadiri oleh 23 negara.

Sidang berlangsung selama satu minggu dan menghasilkan sepuluh prinsip yang dikenal dengan Dasasila Bandung.

Penyelenggaraan KAA membawa keuntungan bagi Indonesia, pamor Indonesia sebagai negara yang baru merdeka naik karena kemampuannya menyelenggarakan konferensi tingkat internasional.

Keuntungan lainnya adalah dukungan bagi pembebasan Irian Barat yang saat itu masih diduduki Belanda.

Konferensi Asia Afrika juga berpengaruh terhadap dunia internasional. Setelah berakhirnya KAA, berberapa negara di Asia dan Afrika mulai memperjuangkan nasibnya untuk mencapai kemerdekaan dan kedudukan sebagai negara berdaulat penuh.

Selain itu, KAA menjadi awal lahirnya organisasi Gerakan Non-Blok.

Sebelum Deklarasi Djuanda, Indonesia masih menggunakan peraturan kolonial terkait dengan batas wilayah.

Dalam peraturan itu disebutkan bahwa laut teritorial Indonesia itu lebarnya 3 mil diukur dari garis rendah dari pada pulau-pulau dan bagian pulau yang merupakan bagian dari wilayah daratan Indonesia.

Batas 3 mil ini menyebabkan adanya laut-laut bebas yang memisahkan pulau-pulau di Indonesia.

Hal ini menyebabkan kapal-kapal asing bebas mengarungi lautan tersebut tanpa hambatan. Kondisi ini akan menyulitkan Indonesia dalam melakukan pengawasan wilayah Indonesia.

Melihat kondisi inilah kemudian pemerintahan Kabinet Djuanda mendeklarasikan hukum teritorial. Deklarasi tersebut kemudian dikenal sebagai Deklarasi Djuanda.

Penetapan Deklarasi Djuanda dilakukan dalam Konvensi Hukum Laut PBB ke II Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982).

Pengakuan atas Deklarasi Djuanda menyebabkan luas wilayah Republik Indonesia meluas hingga 2,5 kali lipat  dari 2.027.087 km2 menjadi 5.193.250 km2.



Dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar dan mengatasi defisit anggaran, pata tanggal 20 Maret 1950, menteri Keuangan, Syafrudin Prawiranegara, mengambil kebijakan metotong semua uang yang bernilai Rp2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya.

Melalui kebijakan ini, jumlah uang beredar dapat dikurangi.

Lihllllll

Nasionalisasi perusahaan asing dilakukan dengan pencabutan hak milik Belanda atau asing yang kemudian diambil alih atau ditetapkan statusnya sebagai milih pemerintah Republik Indonesia.

Nasionalisasi yang dilakukan pemerintah terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu tahap pengambilalihan, penyitaan dan penguasaan.

Tahap kedua yaitu tahap pengambilan kebijakan yang pasti, yakni perusahaan-perusahaan yang diambil alih itu kemudian dinasionalisasikan.

Pada masa Kabinet Burhanudding Harahap, Indonesia mengirim delegasi ke Belanda untuk merundingkan masalah Finansial Ekonomi (Finek).

Perundingan ini dilakukan pada tanggal 7 Januari 1956. Rancangan persetujuan Finek yang diajukan Indonesia terhadap pemerintah Belanda adalah sebagai berikut:

  1. Pembatasan Persetujuan Finek hasil KMB
  2. Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral
  3. Hubungan finek didasarkan atas undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain.

Pada masa kabinet Ali Sastroamidjojo II, pemerintah menyusun Rencana Pembanguna Lima Tahun yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961. Rencana ini tidak berjalan dengan baik disebabkan oleh hal-hal berikut:



Kehidupan sosial masyarakat Indonesia pada masa Demokrasi Parlementer banyak dipengaruhi oleh gejolak politik dan permasalahan ekonomi.

Gejolak politik menyebabkan gangguan keamanan di berbagai tempat, dan upaya perbaikan ekonomi yang tidak berjalan lancar, menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran.

Pada tahun 1950, diadakan pengalihan masalah pendidikan dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintah RIS (Republik Indonesi Serikat).

Kemudian, disusunlah suatu konsepsi pendidikan yang dititikberatkan kepada spesialisasi sebab menurut Menteri Pendidikan pada saat itu, bangsa Indonesia sangat tertinggal dalam pengetahuan teknik yang sangat dibutuhkan oleh dunia modern.

Menurut garis besar konsepsi tersebut, pendidikan umum dan pendidikan teknik dilaksanakan dengan perbandingan 3 banding 1. Maksudnya, setiap ada 3 sekolah umum, diadakan 1 sekolah teknik.

Dalam bidang kesenian, muncul berbagai organisasi seni lukis, seperti organisasi Pelukis Indonesia (PI) dan Gabungan Pelukis Indonesia (GPI).

Selain itu, berdiri pula Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) di Yogyakarta.




Kehidupan masyarakat Indonesia pada masa Demokrasi Parlementer belum pernah mencapai kestabilan secaranasional.

Persaingan partai-partai politik yang menyebabkan pergantian kabiner terus terjadi. Selain itu, Dewan Konstituante hasil pemilu tahun 1955 ternyata tidak berhasil melaksanakan tugasnya menyusun UUD baru bagi Republik Indonesia.

Dwan Konstituante tidak berhasil melaksanakan tugasnya disebabkan adanya perbedaan pandangan tentang dasar negara.

Aggota Dewan Konstituante dari PNI, PKRI, Permai, Parkindo, dan partai lain sehaluan mengajukan Pancasila sebagai dasar negara.

Sedangkan Masyumi, NU, PSII dan partai lain yang sehaluan mengajukan dasar negara Islam. Dalam upaya menyelesaikan perbedaan pendapat terkait dengan masalah dasar negara, kelompok Islam mengusulkan kepada pendukung Pancasila tentang kemungkinan dimasukannya nilai-ilai Islam ke dalam Pancasila, yaitu dimasukkannya Piagam Jakarta 22 Juni 1945 sebagai pembukaan undang-undang dasar yang baru.

Namun usulanitu ditolak oleh pendukung Pancasila dan membuat kondisi negara semakin tidak stabil.

Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut, muncul gagasan untuk melaksanakan model pemerintahan Demokrasi Terpimpin dan kembali kepada UUD 1945.

Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isinya adalah sebagai berikut:

  1. Menetapkan pembubaran Konstituante
  2. Menetapkan UUD 1945 berlaku bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai tanggal penetapan dekrit dan tidak berlakunya lagi UUD Sementara (UUDS)
  3. Pembentukan MPRS, yang terdiri atas anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dan golongan, serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin bertujuan untuk menata kembali kehidupan politik dan pemerintahan yang tidak stabil pada masa Demokrasi Parlementer dengan kembali melaksanakan UUD 1945.

Namun pada perkembangannya, pada masa Demokrasi Terpimpin justru terjadi penyimpangan terhadap UUD 1945.

Bentuk-bentuk penyimpangan tersebut antara lain sebagai berikut:

  1. Presiden menunjuk dan mengangkat anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). Seharusnya anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dipilih melalui pemilu bukan ditunjuk dan diangkat oleh Presiden
  2. Presiden membubarkan Dewan Permusyawaratan Rakyat (DPT) hasil pemilu 1955 dan menggantinya dengan Dewan Permusyawaratan Rakyat Gotong Royong 9DPR-GR). Seharusnya kedudukan presiden dan DPR adalah setara. Presiden tidak dapat membubarkan DPR, sebaliknya DPR tidak dapat memberhentikan Presiden.
  3. Pengangkatan presiden seumur hidup. Seharusnya Presiden dipilih setiap lima tahun sekali melaui pemilu sebagaimana amanat UUD 1945, bukan diangkat seumur hidup.

Pada masa Demokrasi Terpimpin kekuatan politik terpusat antara tiga kekuatan politik, yaitu: Presiden Soekarno, Partai Komunis Indonesia (PKI), dan TNI Angkatan Darat.

Berbeda dengan masa sebelumnya, pada masa Demokrasi Terpimpin partai politik tidak mempunyai peran besar dalam pentas politik nasional.

Partai politik yang pergerakannya dianggap bertolak belakang dengan pemerintah dibubarkan dengan paksa.

Dengan demikian partai-partai politik itu tidak dapat lagi menyuarakan gagasan dan keinginan kelompok-kelompok yang diwakilinya.

Sampai tahun 1961, hanya ada 10 partai politik yang diakui oleh pemerintah, yaitu PNI, NU, PKI, Partai Katolik, Partai Indonesia, Partai Murba, PSII, IPKI, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan Persatuan Tarbiyah Islam (Perti).


Oldefo (The Old Established Forces) adalah sebutan untuk negara-negara barat yang sudah mapan ekonominya. Khusunya negara-negara kapitalis.

Nefo (The New Emerging Forces) adalah sebutan untuk negara-negara baru, khususnya negara-negara sosialis.

Pada masa Demokrasi Terpimpin, Indonesia lebih banyak menjalin kerja sama dengan negara-negara Nefo. Hal ini terlihat dengan dibentuknya Poros Jakarta-Peking (Indonesia dan China) dan Poros Jakarta-Phnom Penh-Pyongyang (Indonesia, Kamboja, Vietnam Utara, dan Korea Utara).

Terbentuknya poros ini mengakibatkan ruang gerak diplomasi Indonesia di forum internasional menjadi sempit. Indonesia terkesan  memihak kepada blok sosial/komunis.

Politik Mercusuar merupakan politik yang dijalankan oleh Presiden Soekarno dengan anggapan bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia.

Untuk mewujudkannya, maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemukan di kalangan Nefo.

Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar, diantaranya adalah penyelenggaraan Ganefo (Games of the New Emerging Forces), pembangungan kompleks olahraga Senayan, dan pembangunan Monumen Nasional (Monas).

Lihllllll

Konfrontasi dengan Malaysia berawal dari keinginan Federasi Malaysia untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak ke dalam Federasi Malaysia.

Rencana pembentukan Federasi Malaysia mendapat tentangan dari Filipina dan Indonesia. Filipina menentang karena menganggap bahwa wilayah Sabah secara historis adalah milik Kesultanan Sulu.

Indonesia menetang karena menurut Presiden Soekarno pembentukan Federasi Malaysia merupakan sebagian dari rencana Inggris untuk mengamankan kekuasaaanya di Asia Tenggara.

Pembentukan Federasi Malaysia dianggap sebagai proyek Neokolonialisme Inggris yang membahayakan revolusi Indonesia.

Sesuai idi KMB, Irian Barat akan diserahkan oleh Benda satu tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS.

Namun, pada kenyataanya lebih dari satu tahun pengakuan kedaulatan Indonesia, Belanda tidak kunjung menyerahkan Irian Barat pada Indonesia.

Dalam penyelesaian masalah Irian Barat, pemerintah Indonesia melakukan upaya diplomasi bilateral dengan Belanda.

Upaya ini tidak membuahkan hasil. Selanjutnya sejak tahun 1954 setiap tahun persoalan Irian Barat berulang-ulang dimasukkan ke dalam acara sidang Majelis Umum PBB, tetapi tidak pernah memperoleh tanggapan positif.

Oleh karena berbagai upaya diplomasi tidak berhasil, pemerintah Indonesia akhirnya memutuskan untuk menempuh sikap keras melalui konfrontasi total terhadap Belanda, antara lain sebagai berikut:


Peristiwa Gerakan 30 September/PKI terjadi pada malam tanggal 30 September 1965.

Dalam peristiwa tersebut, sekelompok militer di bawah pimpinan Letkol Untung melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap enam perwira tinggi TNI Angkatan Darat serta memasukkan jenazah mereka ke dalam sumur tua di daerah Lubang Buaya, Jakarta.

Setelah melakukan pembunuhan itu, kelompok tersebut menguasai dua sarana komunikasi penting, yaitu Radio Republik Indonesia (RRI) di jalan Merdeka Barat dan Kantor Telekomunikasi yang terletak di Jalan Merdeka Selatan.

Pada tanggal 1 Oktober 1965 pemimpin Gerakan 30 September Letnan Kolonel Untung mengumumkan melalui RRI Jakarta tentang gerakan yang telah dilakukannya.

Dalam pengumuman tersebut disebutkan bahwa Gerakan 30 September merupakan gerakan internal Angkatan Darat untuk menertibkan anggota Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta terhadap pemerintah Presiden Soekarno.

Selain itu, diumumkan juga tentang tentang pembentukan Dewan Revolusi, pendemisioneran Kabinet Dwikora, dan pemberlakuan pangkat letnan kolonel sebagai pangkat tertinggi dalam TNI.

Pengumuman ini segera menyebar pada 1 Oktober 1965 dan menimbulkan kebinungungan di masyarakat.

Mayor Jenderal Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) memutuskan segera mengambil alih pimpinan TNI Angkatan Darat karena Jenderal Ahmad Yani selalu Pangad saat itu belum diketahui keberadaanya.

Setelah berhasil menghimpun pasukan yang masih setia kepada Pancasil, operasi penumpasan Gerakan 30 September pun segera dilakukan.



Dewan Perancang Nasional (Depernas) dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 80 Tahun 1958 dan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1958.

Tugas dewan ini adalah menyiapkan rangcangan undang-undang pembangunan nasional yang berencana serta menilai pelaksanaan pembangunan tersebut.

Dewan ini diketuai oleh Mohammad Yamin dngan 50 orang anggota. Pelantikannya secara resmi dilakukan oleh Presiden Soekarno pada 15 Agustus 1959.

Pada 26 Juli 1960, Depernas berhasil menyusun sebuah Rancangan Undang-Undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana untuk tahun 1961-1969.

Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui oleh MPRS dan ditetapkan dalam Tap MPRS No. 2 Tahun 1960.

Pada 1963, Depernas diganti namanya menjadi Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas).

Ketuanya dijabat secara langsung oleh Presiden Soekarno. Tugas badan ini menyusun rencana pembangunan jangka panjang dan jangka pendek secara nasional dan daerah, mengawasi dan menilai pelaksanaan pembangunan, dan menyiapkan serta menilai hasil kerja manfataris untuk MPRS.

Lihllllll

Lihllllll



Lihllllll

Lihllllll

Lihllllll




Pasca penumpasan G 30 S/PKI, pemerintah ternyata belum sepenuhnya berhasil melakukan penyelesaian politik terhadap peristiwa tersebut.

Hal ini membuat situasi politik tidak stabil. Kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Soekarno semakin menurun.

Pada saat bersamaan, Indonesia menghadapi situasi ekonomi yang terus memburuk mengakibatkan harga-harga barang kebutuhan pokok melambung tinggi.

Kondisi ini mendorong para pemuda dan mahasiswa melakukan aksi-aksi demonstrasi menuntut penyelesaian yang seadil-adilnya terhadap pelaku G 30 S/PKI dan perbaikan ekonomi.

Pada tanggal 12 Januari 1966 pelajar, mahasiswa, dan masyarakat mengajukan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura). Isi Tritura tersebut, yaitu:

  1. Bubarkan PKI
  2. Bersihkan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur Gerakan 30 September
  3. Turunkan harga


Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif kembali dipulihkan dengan dikeluarkannya sejumlah ketetapan yang menjadi landasan politik luar negeri Indonesia, di antaranya Ketetapan MPRS No. XII/1966 tentang Kebijakan Politik Luar Negeri RI Bebas Aktif.

Pemulihan hubungan Indonesia dan Malaysia dimulai dengan diadakannya perundingan Bangkok pada 29 Mei-1 Juni 1966 yang menghasilkan Perjanjian Bangkok.

Selanjutnya pada tanggal 11 Agustus 1966 ditandatangani persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia di Jakarta.

Persetujuan ini ditandatangani oleh Adam Malik dari Indonesia dan Tun Abdul Razak dari Malaysia.

Pada tanggal 28 September 1966, Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Keputusan untuk kembali menjadi anggota PBB dikarenakan pemerintah menyadari banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota.

Kembalinya Indonesia menjadi anggota disambut baik oleh PBB. Hal ini ditunjukkan dengan dipilihnya Adam Malik sebagai Ketuan Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.

Berdirinya ASEAN ditandai dengan penandatanganan Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967.

Tujuan pembentukan ASEAN ini adalah untuk meningkatkan kerjasama regional khususnya di bidang ekonomi dan budaya.

Tokoh-tokoh yang menandatangani Deklarasi Bangkok adalah Adam Malik (Menteri Luar Negeri Indonesia), S. Rajaratnam (Menteri Luar Negeri Singapura), Tun Abdul Razak (Pejabat Perdana Menteri Malaysia), Thanat Khoman (Menteri Luar Negeri Thailand), dan Narcisco Ramos (Menteri Luar Negeri Filipina).


Pada masa Orde Baru, pemerintah melakukan penyederhanaan dan penggabungan (fusi) partai-partai politik menjadi tiga kekuatan sosial politik.

Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada kesamaan ideologi, tetapi lebih atas persamaan program. Tiga kekuatan politik itu adalah sebagai berikut:

  1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Parmusi, dan Perti.
  2. Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo.
  3. Golongan Karya (Golkar)

Selama masa Orde Baru, pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, dan 1997.

Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memperoleh mayoritas suara dan memenangkan Pemilu.

Hal itu disebabkan oleh pengerahan kekuatan-kekuatan penyokong Orde Baru untuk mendukung Golkar.

Kekuatan-kekuatan prnyokong Golkar adalah aparat pemerintah (pegawai negeri sipil) dan Angkatan  Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

Dengan dukungan pegawai negeri sipil dan ABRI, Golkar dengan leluasa menjangkau masyarakat luas di berbagai tempat dan tingkatan.

Dari tingkatan masyarakat atas sampai bawah. Dari kota sampai pelosok desa.

Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yang terkenal dengan nama Eka Prasetia Pancakarsa untuk mendukung pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Oleh karena itu, sejak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4 pada semua lapisan masyarakat.

Penataran P4 ini bertujuan membentuk pemahaman yang sama lapisan masyarakat. P4 ini bertujuan membentuk pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Dwi fungsi ABRI maksudnya adalah bahwa ABRI memiliki dua fungsi, yaitu fungsi sebagai pusat kekuatan militer yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan fungsi kekuatan sosial yang secara aktif melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan nasional.

Dengan peran ganda ini, ABRI diizinkan untuk memegang jabatan dalam pemerintahan, termasuk walikota, pemerintah provinsi, duta besar, dan jabatan lainnya.

Setelah berakhirnya masa kepemimpinan Orde Baru, Dwi Fungsi ABRI mulai dihapuskan.



Lihllllll


Lihllllll

Lihllllll

Lihllllll

Lihllllll

Lihllllll

Lihllllll



Pada masa Orde Baru, pemerintah berhasil mewujudkan stabilitas politik dan menciptakan suasana aman bagi masyarakat Indonesia.

Perkembangan ekonomi juga berjalan dengan baik dan hasilnya dapat terlihat secara nyata.

Dua hal ini menjadi faktor pendorong keberhasilan pemerintah Orde Baru dalam melaksanakan perbaikan kesejahteraan rakyat.

Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari penurunan angka kemiskinan, penurunan angka kematian bayi, dan peningkatan partisipasi pendidikan dasar.

Program-program untuk perbaikan kesehahteraan rakyat dilaksanakan pada masa Orde Baru antara lain sebagai berikut:

1. Transmigrasi
Transmigrasi adalah suatu program yang dibuat oleh pemerintah Indonesia untuk memindahkan penduduk dari suatu daerah yang pada penduduk ke daerah lain di dalam wilayah NKRI.

Pokok-pokok penting kebijakan pada bidang pendidikan di masa Orde Baru diantaranya diarahkan untuk menciptakan kesempatan belajar yang lebih luas dan diimbangi dengan peningkatan mutu pendidikan.

Pendidikan tinggi diarahkan pada sasaran pembinaan mahasiswa yang mampu menjawab tantangan modernisasi.

Oleh karena itu, dikembangkan sistem pendidikan yang berhubungan dengan pengembangan kesempatan dan kualifikasi bagi jenis-jenis lapangan kerja yang diperlukan oleh pembangunan nasional.

Pada masa Orde Baru, usaha peningkatan dan pengembangan seni dan budaya diarahkan kepada upaya memperkuat kepribadian, kebanggaan, dan kesatuan nasional.

Oleh karena itu, dilakukan pembinaan dan pengembangan seni secara luas melalui sekolah seni, kursus seni, organisasi seni dan wadah-wadah kegiatan seni lainnya.

Selain itu, dilakukan pula upaya penyelamatan, pemeliharaan, dan penelitian warisan sejarah budaya nasional

Upaya ini diwujudkan dengan menginventarisasi peninggalan purbakala yang meliputi 1164 situs purbakala dan rehabilitasi serta perluasan museum.


Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional.

Munculnya keinginan untuk melakukan perubahan itu disebabkan oleh dampak negatif dari kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan pemerintah Orde Baru.

Pada masa Orde Baru pemerintah berhasil mewujudkan kemajuan pembangunan yang pesat. Namun kemajuan pembangunan itu ternyata tidak merata.

Hal ini tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumpang terbesar devisa negara seperti di Riau, Kalimantan Timur dan Papua.

Dalam bidang ekonomi, Pemerintah Orde Baru berhasil meningkatkan pendapatan perkapita Indonesia ke tingkat US$ 600 pada tahun 1980-an, kemudian meningkat lagi sampai US$ 1300 pada tahun 1990-an.

Namun kebijakan pemerintah Orde Baru yang terlalu memfokuskan pertumbuhan ekonomi ternyata menjadi pemicu terbentuknya mentalitas dan budaya korupsi di kalangan para pejabat di Indonesia.

Selain itu, pelaksanaan kebijakan politik yang cenderung otoriter dan sentralistik tidak memberikan ruang demokrasi dan kebebasan rakyat untuk berpartisipasi penuh dalam proses pembangunan.

Dampak-dampak negatif inilah yang kemudian mendorong munculnya keinginan rakyat Indonesia untuk melakukan perubahan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.



Pada tanggal 10-13 November 1998, MPR mengadakan Sidang Istimewa untuk menetapkan langkah pemerintah dalam melaksanakan reformasi di segala bidang.

Dalam sidang tersebut terjadi perombakan besar-besaran terhadap sistem hukum dan perundang-undangan.

Sidang ini menghasilkan 12 ketertapan MPR yang diantaranya memperlihatkan adanya upaya mengakomodasi tuntutan reformasi. Ketetapan-ketetapan itu antara lain adalah sebagai berikut:

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Otonomi daerah pada masa reformasi dilaksanakan secara lebih demokratis dari masa sebelumnya.

Kebebasan berpolitik pada masa reformasi dilakukan dengan pencabutan pembatasan partai politik.

Dengan adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik, pada pertengahan bulan Oktober 1998 sudah tercatat sebanyak 80 partai politik dibentuk.

Menjelang Pemilihan Umum tahun 1999, partai politik yang terdaftar mencapai 141 partai. Setelah diverifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum sebanyak 48 partai saja yang berhak mengikuti Pemilihan Umum.

Dalam hal kebebasan berpolitik, pemerintah juga telah mencabut larangan mengeluarkan pendapat, berserikat, dan mengadakan rapat umum.

Pada masa reformasi Dwi Fungsi ABRI dihapuskan secara bertahap sehingga ABRI berkonsentrasi pada fungsi pertahanan dan keamanan.

Kedudukan ABRI dalam MPR jumlahnya dikurangi dari 75 orang menjadi 38 orang. ABRI yang semula terdiri atas empat angkatan yang termasuk Polri, mulai tanggal 5 Mei 199, Polri memisahkan diri menjadi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Istilah ABRI berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Sejak dimulainya masa reformasi hingga tahun 2015, pemerintah telah melaksanakan lima kali pemilihan umum, yaitu pemilu tahun 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019.

Berbeda dengan pemilu-pemilu pada masa Orde Baru yang hanya diikuti oleh tiga partai politik, pemilu pada masa reformasi diikuti oleh banyak partai politik.

Meskipun diikuti oleh banyak partai politik, pemilu pada masa reformasi berlangsung aman dan tertib.



Pada masa pemerintahan B.J. Habibie ditetapkan kebijakan pokok di bidang ekonomi, yaitu penanggulangan krisis ekonomi dengan sasaran terkendalinya nilai rupiah dan tersedianya kebutuhan pokok dan obat-obatan dengan harga terjangkau serta berputarnya roda perekonomian nasional, dan pelaksanaan reformasi ekonomi.

Untuk melaksanakan kebijakan tersebut dilakukan langkah-langkah berikut.

  1. Menjalin kerja sama dengan International Moneter Fund-IMF (Dana Moneter Internasional) untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi.
  2. Menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian
  3. Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah.
  4. Menaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika hingga di bawah Rp10.000,00
  5. Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri

Pada masa ini, kondisi ekonomi Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan dan kondisi keuangan sudah mulai stabil.

Namun, keadaan kembali merosot. Pada bulan April 2001, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika melemah mencapai Rp12.000,00.

Melemahnya nilai tukar rupiah tersebut berdampak negatif perekonomian nasional dan menghambat usaha pemulihan ekonomi.

Pada masa ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika berhasil distabilkan dan berdampak pada terkendalinya harga-harga barang.

Selain itu tingkat inflasi rendah dan cadangan devisa negara stabil. Namun, pertumbuhan ekonomi masih tergolong rendah yang disebabkan kurang menariknya perekonomian Indonesia bagi investor dan karena tingginya suku bunga deposito.

Adapun kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan ekonomi antara lain sebagai berikut:

  1. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 miliar
  2. Mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp116.3 triliun
  3. Kebijakan privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Perekonomian Indonesia mengalami perkembangan yang cukup baik pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yodoyono.

Hal ini terlihat dari rata-rata pertumbuhan ekonomi yang berkisar pada 5% sampai 6% per tahun serta kemampuan ekonomi Indonesia yang bertahan dari pengaruh krisis ekonomi dan finansial yang terjadi di zona Eropa sepanjang tahun 2008 hingga 2009.

Dalam menyelenggarakan perekonomian negara, pemerintah menerapkan beberapa kebijakan antara lain sebagai berikut:

  1. Mengurangi subsidi bahan bakar minyak
  2. Pemberian bantuan langsung tunai (BLT)
  3. Pengurangan utang luar negeri



Kehidupan sosial masyarakat Indonesia pada awal reformasi sempat diwarnai dengan terjadinya berbagai konflik sosial yang bersifat etnis di tengah-tengah masyarakat.

Hal ini disebabkan oleh kondisi sosial masyarakat yang kacau akibat lemahnya hukum dan kondisi ekonomi negara yang tidak kunjung membaik mengakibatkan terjadi gesekan-gesekan dalam masyarakat.

Namun, seiring dengan keberhasilan pemerintah era reformasi dalam mengatasi masalah-masalah yang tengah dihadapi, kehidupan sosial masyarakat Indonesia berangsur-angsur kembali kondusif.

Pada masa reformasi masyarakat lebih bebas menyuarakan berbagai aspirasinya. Hal ini didukung adanya reformasi komunikasi.

Media massa seperti surat kabar, majalah dan lainnya dapat menyalurkan aspirasi dan gagasan secara bebas.

Dicabutnya ketetapan untuk meminta Surat Izin Terbit (SIT) bagi media cetak, sehingga media massa cetak tidak lagi khawatir dibredel melalui mekanisme pencabutan Surat Izin Terbit.

Pendidikan pada masa Reformasi menjalankan amanat UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN).

Selain itu, pemerintah juga memberikan ruang yang cukup luas bagi perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat dan revolusioner.

Hal ini dapat dilihat dari ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang mengubah sistem pendidikan Indonesia menjadi sektor pembangunan yang didesentralisasi, dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menggantikan UU No. 2 Tahun 1999, yang mendefinisikan ulang pengertian pendidikan.

Sesuai dengan agenda reformasi bidang pendidikan, terutama masalah kurikulum yang harus ditinjau paling sedikit lima tahunan, Pemerintah pada masa Reformasi melakukan beberapa kali perubahan kurikulum. Kurikulum tersebut adalah sebagai berikut.

1. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Pada pelaksanaan kurikulum ini, siswa dituntut untuk aktif memperoleh informasi. Guru bertugas sebagai fasilitator untuk memperoleh informasi. KBK berupaya untuk menekan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman.

2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Secara umum, KTPS tidak jauh berbeda dengan KBK, namun perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya,, yaitu mengacu pada desentralisasi sistem pendidikan. Pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru, dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya

3. Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 menekankan pada kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan serta menekankan pada keaktifan siswa untuk mendapatkan pengalaman personal melalui observasi (pengamatan), bertanya, menalar, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan informasi dalam kegiatan pembelajaran.

Dalam bidang kebudayaan dilakukan upaya pelestarian budaya dengan mendaftarkan warisan budaya Indonesia ke United Nations Educational Scientific adn Cultural Organization (UNESCO).

Upaya ini dilakukan untuk menghindari klaim negara lain terhadap warisan budaya Indonesia, misalnya wayang, keris, batik, angklung, tari saman, noken, kompleks Candi Borobudur, Candi Prambanan, Situs Prasejarah Sangiran, dsb.

iklan tengah