PAI IX BAB 11 Ketentuan Qurban dan Aqiqah

Qurban secara bahasa berasal dari kara qaraba-yaqrubu-qurban yang artinya mendekat.

Istilah qurban juga sering disebut dengan Udhiyyah atau dhuha pada asalnya bermakna waktu dluha. Ada juga yang memaknai Udhiyyah dengan permasalahan.

Dengan demikian Qurban (Udhiyyah) adalah mempersembahkan sesuatu yaitu hewan ternak (unta, sapi, kerbau, kambing) yang dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Qurban di anjurkan kepada orang yang sudah mampu.

Mampu dalam hal ini adalah orang yang mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari dan masih mempunyai kelebihan harta.

Qurban merupakan bentuk itiba’ kepada syariat Nabiyullah Ibrahim AS yang rela mengorbankan anaknya Ismail demi ketaatan dan kepatuhannya kepada perintah Allah.

Syariat Qurban ini juga mempunyai keterkaitan dengan ibadah haji yang keduanya merupakan ibadah yang sudah ada sejak Nabi Ibrahim.

Syariat Qurban dan Haji ini tetap dilestarikan dan menjadi syariat Nabi Muhammad SAW.


Dasar Hukum Qurban

Dasar hukum syariat Qurban antara lain adalah Q.S Al-Kautsar : 1-2:

1. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.

2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah

Yang dimaksud berkorban di sini ialah menyembelih hewan Qurban dan mensyukuri nikmat Allah.

Hukum berqurban menurut para ulama terdapat perbedaan ada yang menyatakan wajib dan ada juga yang menyatakan sunnah muakad (sunnah yang dikuatkan).

Ulama yang berpendapat wajib antara lain adalah Rabi’ah, Abu Malik, Al-Laits, dan an-Nakha’y serta sebagian pendapat madzhab Maliki. 

Sedangkan Atha’, Malik, Asy-Syafii, Ahmad, Abu Yusuf, Ishaq, Abu Tsaur, Al-Muzany, Ibnu Munzir, dan Ibnu Hamz berpendapat bahwa Udhyah atau qurban itu sunnah bagi orang yang mampu


Dalam berqurban ada syarat-syarat yang menyangkut hewan qurban yaitu:

  1. Hewan yang akan diqurbankan hendaknya dipilih hewan yang baik.
  2. Dalam berqurban Nabi Muhammad SAW memilih hewan yang besar, gemuk dan bertanduk.
  3. Hewan tidak terdapat cacat, antara lain seperti buta, sakit, pincang atau kurus kering tidak berdaging. Hewan semacam ini tidak boleh digunakan untuk berkurban.
  4. Hewan yang disembelih telah berumur ( 5 tahun untuk Unta, 2 tahun untuk Sapi, dan 1 tahun untuk Kambing)


Qurban merupakan ibadah yang sudah ditentukan tata caranya oleh Rasulullah SAW. Oleh karena itu kita hendaknya mengikuti ketentuan-ketentuan yang sduah ditentukan oleh Rasulullah SAW.

Beberapa ketentuan yang menyangkut ibadah antara lain adalah sebagai berikut:

1. Jumlah hewan qurban untuk satu kambing adalah untuk satu keluarga, sedangkan untuk satu ekor (unta, sapi atau kerbau) dapat dipakai untuk tujuh orang. Seekor unta juga dapat digunakan untuk sepuluh orang.

2. Tempat penyembelihan qurban hendaknya dilakukan di lapangan tempat berlangsungnya Shalat ‘Idul Adha. Namun jika penyembelihannya di tempat berlangsung tempat shalat ‘Idul Adha tidak memungkinkan maka diperbolehkan menggunakan tempat lain yang memungkinkan untuk proses penyembelihan hewan Qurban.

3. Waktu penyembelihan hewan Qurban adalah setelah shalat Idul ‘Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah dan Hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah).

4. Orang yang berhak menyembelih hewan qurban adalah oran yang berqurban (shahibul Qurban). Jika shahibul Qurban berhalangan untuk menyembelih maka shahibul qurban dapat mewakilkan kepada orang lain namun pada saat penyembelihan dianjurkan shahibul qurban untuk menyaksikan penyembelihan. Adapun syarat orang yang menyembelih adalah orang muslim yang telah akil baligh, baik laki-laki maupun perempuan.

5. Shahibul Qurban tidak diperkenankan memotong kuku dan rambut sejak awal bulan Dzulhijjah sampai hewan qurban disembelih


Tata cara penyembelihan hewan qurban adalah sebagai berikut:

1. Dalam menyembelih hewan qurban harus menggunakan alat yang tajam yang dapat mengalirkan darah.

2. Tidak boleh menyembelih hewan dengan gigi atau kuku.

3. Jika hewan menjadikan buas atau bersembunyikan sehingga mengalami kesulitan dalam membunuh dengan memotong urat nadi, maka diperbolehkan menyembelih dengan cara dikenei alat yang tajam dapat mematikan.

4. Hewan yan akan disembelih hendaknya dihadapkan ke arah kiblat.

5. Letakkan kaki keatas atau leher atau muka hewan, agar hewan tidak dapat menggertakkan kepalanya.

6. Ketika menyembelih hewan qurban hendaknya membaca basmalah dan takbir dan mengucap do’a seperti dibawah ini.

Artinya:

“Dengan nama Allah (aku menyembelih), Allah Maha Besar. Ya Allah! (ternak ini) dariMU (nikmat yang engkau berikan, dan kami sembelih) untukMU. Ya Allah! Terimalah Qurban ini dariku”.


g. Menyembelih hendaknya sampai putus saluran pernapasannya dan saluran pencernaanya (tenggorokan dan kerongkongan) nya.


Untuk membagi hewan qurban terdapat beberapa ketentuan yang harus diperhatikan yaitu :

1. Hewan yang sudah disembelih dan di potong-potong kemudian dibagi untuk tiga mustahik qurban yaitu untuk shahibul qurban, fakir miskin, dan para sahabat, kolega dan kenalan.

2. Mustahik qurban baik shahibul qurban, fakir miskin atau orang yang mendapat pembagian daging qurban apabila tidak habis dapat menyimpan daging qurban lebih dari tiga hari.

3. Daging qurban tidak boleh diberikan untuk upah misalnya untuk upa penyembelih, pemotong atau panitia. Semuanya harus terbagi rata.

4. Shahibul qurban tidak boleh mengambil bagian daging qurban yang baik-baik kemudian mensedkahkan yang jelek-jelek.

5. Daging qurban hendaknya dibagikan dalam keadaan mentah namun demikian tidak dilarang membagi dalam keadaan sudah dimasak.

6. Tidak ada ketentuan khusus tentang persoalan qurban, apakah berdasarkan keluarga atau perpersonal.

7. Tidak ada larangan memberikan daging qurban kepada non muslim namun demikian tetap perlu diperhatikan aspek kemaslahatannya.


Ibadah qurban memiliki hikmah antara lain sebagai berikut:

  1. Meningkatkan rasa iman dan takwa kepada Allah karena qurban merupakan realisasi dari iman dan takwa seseorang.
  2. Qurban merupakan wahana mendekatkan diri dari Allah.
  3. Qurban merupakan bentuk syukur seseorang hamba atas hikmat yang telah diberikan Allah kepadanya.
  4. Qurban dapat mempererat tali persaudaraan dalam masyarakat.
  5. Menumbuhkan rasa kasih sayang antara masyarakat miskin dengan yang kaya.
  6. Meningkatkan gizi khususnya bagi masyarakat miskin.

Secara bahasa kata aqiqah berasal dari kata ‘Al-‘Aqiqah atau Al-‘Iqqah yang berarti rambut makhluk yang baru dilahirkan, baik manusia maupun binatang. 

Rambut tersebut dinamakan aqiqah karena dia harus digunting (dicukur).

Berdasarkan istilah yang digunakan, aqiqah adalah sesembelihan yang dilakukan menyambut kelahiran bayi dilaksanakan pada hari ketujuh setelah kelahiranya anak dengan ketentuan yang telah ditentukan oleh syariat Islam


Dasar Hukum Aqiqah

Dasar hukum disyariatkanya aqiqah adalah hadits Nabi Muhammad SAW di bawah ini:

Rasulullah SAW bersabda: “ anak yang baru lahir menjadi gadaian sampai disembelihkan kambing baginya Aqiqah pada hari ketujuh dan hari lahirnya, dicukur rambut dan diberi nama. (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

Hukum melaksanakan aqiqah menurut jumhur Ulama adalah Sunnah Muakad (sunah yang dikuatkan). Pendapat ini juga didukung oleh Malik, Asy Syafi’i, Abu Tsaur dan Ahmad.

Adapula yang menyatakan bahwa aqiqah adalah wajib alasanya karena tekah diperintahkan oleh Nabi. Pendapat tersebut menurut Buraidah, Al-Hasan Al-Bisry, Abu Az-Zinad, dan Daud.


Mayoritas ulama sepakat bahwa hewan yang digunakan untuk akikah adalah kambing/domba. 

Untuk anak laki-laki sebanyak 2 ekor kambing/ domba dan untuk anak perempuan satu ekor kambing/domba. Adapun syarat kambing/domba akikah yaitu: 

1. kambing/domba itu harus dalam keadaan sehat, tidak kurus, dan tidak cacat, serta 

2. kambing/domba itu sudah berumur satu tahun lebih (sudah pernah berganti gigi).


Ketentuan pembagian daging akikah berbeda dengan pembagian daging kurban. Dalam hal ini daging akikah diberikan dalam kondisi yang sudah dimasak. 

Orangtua anak boleh memakannya, menghadiahkan sebagian dagingnya kepada sahabat-sahabatnya, dan menyedekahkan sebagian lagi kepada kaum muslimin. 

Boleh juga mengundang kerabat dan tetangga untuk menyantapnya, serta boleh juga disedekahkan semuanya.


Pelaksanakan akikah mengandung banyak hikmah, di antaranya adalah seperti berikut ini. 

  1. Menghidupkan sunnah Nabi Muhammad saw. 
  2. Membebaskan anak dari ketergadaian. 
  3. Ibadah akikah mengandung unsur perlindungan dari setan yang dapat mengganggu anak yang terlahir itu. Dengan demikian anak yang telah ditunaikan akikahnya dengan rida dan pertolongan Allah Swt. akan lebih terlindungi dari gangguan setan yang sering mengganggu anak-anak. 
  4. Dengan rida dan pertolongan Allah Swt., akikah dapat menghindarkan anak dari musibah, keburukan moral, dan penderitaan. 
  5. Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Swt. sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah Swt. dengan lahirnya sang anak. 
  6. Akikah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syariat Islam. 
  7. Memperkuat tali silaturahim di antara anggota masyarakat.


Muhammad Ahsan dan Sumiyati. 2017. Pendidikan Agama Islam Untuk Kelas IX. Jakarta: Pusat Kurikulum Kemendikbud.

iklan tengah