PAI IX BAB 2 Toleransi dan Menghargai Perbedaan

Toleransi dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah tasamuh.

Secara bahasa toleransi berarti tenggang rasa. Secara istilah, toleransi adalah sikap menghargai dan menghormati perbedaan antarsesama manusia. 

Allah Swt. menciptakan manusia berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut bisa menjadi kekuatan jika dipandang secara positif.

Sebaliknya, perbedaan bisa memicu konflikjika dipandang secara negatif.

Jika kita memperhatikan salah satu unsur bangunan, misalnya tembok, maka tembok itu terdiri dari beberapa bagian: batu bata, besi, semen, dan pasir. 

Jika masing-masing bagian itu berdiri sendiri tanpa ada persatuan dan keterkaitan maka tidak akan mempunyai kekuatan. 

Setelah bagianbagian itu dipersatukan, dicampur dengan air, dan disusun rapi, maka ia menjadi satu bangunan yang kokoh. Ini semua menggambarkan

bahwa perbedaan merupakan sumber kekuatan apabila bersatu dan bekerja sama. Oleh karena itu Islam mengajarkan untuk menghargai dan menghormati perbedaan.

Apabila umat Islam tidak bersatu, maka kekuatan Islam akan lemah dan mudah goyah. 

Hal ini akan semakin parah jika umat Islam bersikap intoleransi, saling bermusuhan, dan saling bertengkar. 

Toleransi dalam Islam mencakup dua hal yaitu toleransi antarsesama muslim dan toleransi kepada nonmuslim. 

Toleransi antarsesama muslim berarti menghargai dan menghormati perbedaan pendapat yang ada dalam ajaran agama Islam. 

Misalnya, perbedaan pendapat mengenai jumlah rakaat salat tarawih. 

Sebagian umat Islam melaksanakan salat tarawih delapan rakaat ditambah tiga rakaat salat witir, sebagian yang lain melaksanakan dua puluh rakaat ditambah tiga rakaat salat witir. 

Kedua pendapat ini harus dihargai dan dihormati karena masing-masing memiliki dasar masing-masing.

Perbedaan-perbedaan dalam tubuh agama Islam masih bisa ditoleransi apabila terjadi dalam masalah furu’iyah (cabang), seperti jumlah rakaat tarawih, doa qunut, dan lain-lain. 

Namun, kita tidak boleh toleransi dalam masalah ushul (pokok) dalam Islam, misalnya kitab suci al-Qur’ān, kiblat, dan Nabi. 

Ada orang mengaku Islam tetapi kiblat salatnya bukan di Ka’bah, kitab sucinya bukan , nabinya bukan Muhammad saw. 

Maka kita harus menolak keras pendapat seperti ini, namun tidak boleh berbuat anarkis atau menghakimi sendiri dengan tindakan kekerasan.

Adapun yang dimaksud toleransi kepada nonmuslim yaitu menghargai dan menghormati pemeluk agama lain untuk beribadah sesuai agama dan keyakinannya masing-masing. 

Rasulullah saw. telah mencontohkan toleransi antarumat beragama, baik ketika beliau di Mekah maupun di Madinah. 

Suatu ketika orang-orang kafir Mekah menawarkan toleransi kepada Rasulullah saw. Simaklah kisah berikut ini.


Beberapa tokoh kaum kafir di Mekah seperti Aswad bin Abdul Muttalib, Umayyah bin Khalaf, dan Al-Walid bin Al-Mughirah datang menemui Rasulullah saw. menawarkan kompromi dalam hal ibadah. 

Mereka mengusulkan agar Nabi saw. dan umat Islam mengikuti agama mereka dan mereka pun akan mengikuti agama Islam. 

Mereka berkata:”Wahai Muhammad, bagaimana jika kami menyembah Tuhanmu selama setahun dan kamu juga menyembah Tuhan kami selama setahun. 

Jika agamamu benar kami mendapat keuntungan, dan jika agama kami yang benar, kamu juga tentu memperoleh keuntungan.” Rasulullah saw. dengan tegas menjawab:”Aku berlindung kepada Allah agar tidak tergolong orang-orang yang bersikap dan berperilaku syirik atau menyekutukan Allah.”

Untuk mempertegas penolakan Rasulullah saw. tersebut, Allah Swt. menurunkan surat . 

Setelah Rasulullah saw.  menerima wahyu surat , beliau mendatangi tokoh-tokoh ka!r Mekah. Di tengahtengah kerumunan orang-orang kafir yang sedang berkumpul di Masjidil Haram, Rasulullah saw. membacakan Q.S.   ayat 1-6 dengan mantap dan lantang. 

Terjemah Q.S.  adalah sebagai berikut:

  1. Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang kafir!
  2. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah,
  3. dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah,
  4. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
  5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah.
  6. untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”


Dari kisah di atas kita dapat memahami bahwa toleransi hanya terbatas pada masalah-masalah keduniaan saja, tidak boleh ada toleransi dalam bidang akidah dan ibadah


Toleransi merupakan salah satu akhlak mulia (akhlakul karimah) yang harus dimiliki setiap muslim. 

Dengan menjunjung tinggi sikap menghargai perbedaan ini maka kehidupan masyarakat akan damai dan sejahtera.

Oleh karena itu kita harus menerapkan toleransi dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan sekolah, rumah, maupun masyarakat. 

Dalam kehidupan sehari-hari toleransi dapat diwujudkan dengan sikap-sikap sebagai berikut.

  1. Bergaul dengan semua teman tanpa membedakan agamanya.
  2. Menghargai dan menghormati perayaan hari besar keagamaan umat lain.
  3. Tidak menghina dan menjelek-jelekkan ajaran agama lain.
  4. Memberikan kesempatan kepada teman nonmuslim untuk berdoa sesuai agamanya masing-masing.
  5. Memberikan kesempatan untuk melaksana-kan ibadah bagi nonmuslim.
  6. Memberikan rasa aman kepada umat lain yang sedang beribadah.
  7. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
  8. Mengadakan silaturahmi dengan tetangga yang berbeda agama.
  9. Menolong tetangga beda agama yang sedang kesusahan


Lebih dari itu sikap toleransi kepada sesama muslim harus lebih diperkokoh. Hal ini pernah dicontohkan Rasulullah saw. dan umat Islam ketika berada di Madinah. 

Hubungan persaudaraan antara Muhajirin (kaum muslimin dari Mekah) dan Ansar (kaum muslimin Madinah) terjalin sangat erat. 

Kehidupan kedua golongan itu setiap hari diliputi oleh suasana saling pengertian, saling membantu dan saling bekerja sama.

Apabila seorang dari Ansar memiliki rumah, maka rumah itu digunakan bersama dengan Muhajirin. 

Jika Muhajirin memiliki makanan dan minuman, maka makanan dan minuman itu dibagi dengan Ansar. 

Dengan persaudaraan dan toleransi yang tinggi seperti ini maka umat Islam waktu itu mempunyai ikatan yang kokoh. 

Rasulullah saw. mengibaratkan umat Islam sebagai satu tubuh. Jika ada bagian tubuh yang sakit maka anggota tubuh lain juga ikut merasakan sakit.

Demikian pula dengan umat Islam, jika ada salah seorang anggota masyarakat muslim mengalami kesulitan maka warga yang lain hendaklah membantunya.

Kepada umat agama lain, Islam juga mengajarkan untuk toleransi. 

Dalam Islam tidak ada ajaran supaya membenci atau memusuhi umat agama lain. Islam mengajarkan umatnya untuk hidup berdampingan dalam suasana damai, rukun, dan saling. 

Rasulullah saw. dan umat Islam sudah mencontohkan toleransi antarumat beragama pada waktu berada di Madinah. 

Umat Islam, Nasrani, dan Yahudi diberi kebebasan dan dijamin hak-haknya untuk melaksanakan ibadahnya masing-masing.

Namun perlu diingat bahwa toleransi kepada golongan nonmuslim hanya terbatas pada masalah-masalah duniawi, seperti kerjasama dalam bidang ekonomi, sosial budaya, politik dan masalah-masalah lain yang berkaitan dengan keduniaan. 

Adapun yang berkaitan dengan masalah aqidah dan ibadah harus sesuai dengan agamanya masing-masing.


Toleransi antarumat beragama di Indonesia sudah berjalan baik dan perlu terus dijaga. 

Penduduk Indonesia sudah terbiasa dengan perbedaan agama dan keyakinan diantara mereka. Meski harus diakui masih ada kasus-kasus kecil akibat salah paham diantara warga negara. 

Namun kehidupan beragama di Indonesia sudah mencerminkan toleransi yang tinggi. Semua agama mengajarkan kedamaian dan hidup rukun dengan sesama warga negara. 

Tidak ada agama yang menganjurkan pemeluknya untuk saling bermusuhan dan saling menghina umat agama lain. 

Demikian pula dengan Islam, ajaran Islam penuh dengan pesan-pesan damai dan saling menghargai perbedaan. 

Kita diajarkan untuk menghormati dan menghargai perbedaan agama dan keyakinan di antara sesama warga negara. 

Apabila ada kekerasan yang mengatasnamakan agama, maka kita harus menolaknya. Islam tidak pernah mengajarkan untuk berbuat aniaya dan berbuat kerusakan. 

Dakwah Islam tidak boleh dilaksanakan dengan kekerasan atau paksaan, tetapi harus dilaksanakan dengan santun, menarik, dan bijaksana. 

Dakwah seperti inilah yang telah dicontohkan Rasulullah saw. Kunci keberhasilan dakwah beliau adalah berakhlak mulia kepada semua orang.

Dakwah kepada orang yang bukan Islam juga harus dengan cara damai. 

Diceritakan dalam sebuah kisah bahwa salah seorang sahabat Ansar mempunyai dua orang anak yang beragama Nasrani. 

Sahabat tersebut datang kepada Nabi Muhammad saw. menanyakan apakah boleh memaksa kedua anaknya untuk masuk Islam? 

Rasulullah saw.menjawab dengan mengutip ayat  bahwa tidak ada paksaan dalam beragama, telah nyata perbedaan antara yang haq dan batil. 


Muhammad Ahsan dan Sumiyati. 2017. Pendidikan Agama Islam Untuk Kelas IX. Jakarta: Pusat Kurikulum Kemendikbud.

iklan tengah