PAI VII BAB 13 Hidup Menjadi Lebih Damai dengan Ikhlas dan Pemaaf

Ikhlas merupakan syarat mutlak diterimanya amal. Perhatikan firman Allah Swt. berikut. 

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan ¡alat dan menµnaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Q.S. al-Bayyinah/98: 5)

Niat yang baik akan menghasilkan perbuatan baik. Begitu pula niat yang ikhlas akan mengantarkan ke perbuatan yang ikhlas pula. 

Dengan ikhlas, hati kita menjadi tenteram, tidak ada beban yang memberatkan.

Perilaku ikhlas sebagai penghayatan dan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari diwujudkan dengan cara: 

  1. Gemar melakukan perbuatan terpuji dan tidak dipamerkan kepada orang lain 
  2. Ikhlas dalam beribadah, semata-mata karena Allah Swt 
  3. Tidak mengharapkan pujian atau sanjungan dari orang lain 
  4. Selalu berhati-hati dalam bertindak atau berperilaku 
  5. Tidak pernah membedakan antara alam besar dan amal kecil 
  6. Tidak menghitung-hitung apalagi mengungkit-ngungkit kebaikan yang pernah diberikan kepada orang lain.


Sabar bisa diartikan tabah, tahan menderita, ulet, tekun, dan tidak mudah putus asa. 

Sabar juga bisa berarti menahan, maksudnya adalah menahan diri dari kesusahan yang menimpanya, menahan lisan atau anggota badan dari perkataan dan perbuatan yang tidak baik, serta menahan rasa malas untuk berbuat baik 

Sabar juga berarti menahan diri untuk tidak melampiaskan nafsu angkara murka, mengendalikan lidah untuk tidak berkeluh kesah, dan mengontrol anggota tubuh untuk tidak bertindak anarki. 

Orang yang sabar tidak hanya bersikap lapang dada saat menghadapi kesulitan dan musibah, tetapi juga teguh pendirian (Istiqamah) dalam memperjuangkan kebenaran, dan selalu dinamis dan optimistis dalam meraih masa depan yang lebih baik dan bermakna. 

Sabar itu ada beberapa macam, antara lain sabar menjalankan perintah Allah Swt., menjauhi kemaksiatan atau meninggalkan larangan Allah Swt., menerima dan menghadapi musibah, menµntut ilmu pengetahuan, serta sabar dalam bekerja dan berkarya. 

Kelima bentuk kesabaran tersebut berkaitan erat dengan ketahanan mental spiritual, sehingga kesabaran itu selalu menµntut ketahanan jiwa dan kekayaan mental spiritual yang tangguh 


Perilaku sabar dalam kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan dengan cara sebagai berikut: 

1. Sabar dalam menjalankan perintah Allah Swt, seperti: 

  • Ketika mendengar azan segera menuju ke masjid untuk melaksanakan salat berjamaah 
  • Ketika bel berbunyi segera masuk kelas untuk mengikuti pelajaran 
  • Saat orang tua memanggil, segera menghadap dan menemui agar tidak mengecewakannya 


2. Sabar dalam menjauhi atau meniggalkan larangan Allah Swt, seperti: 

  • Ketika diajak membolos segera menolak dan menghindari teman-teman yang bersekongkol untuk membolos 
  • Saat diajak tawuran segera menolak dan menjauhi teman-teman yang mengajaknya 
  • Tidak cepat marah dan main hakim sendiri 


3. Sabar dalam menerima dan menghadapi musibah, seperti: 

  • Ketika terkena musibah sakit tidak mengeluh dan tidak putus asa untuk berusaha mencari obatnya 
  • Ketika terkena musibah tidak mengeluh dan tidak menyalahkan Allah dan orang lain


Pemaaf berarti orang yang rela memberi maaf kepada orang lain. 

Sikap pemaaf berarti sikap suka memaafkan kesalahan orang lain tanpa sedikit pun ada rasa benci dan keinginan untuk membalasnya. 

Dalam bahasa Arab sikap pemaaf disebut al-‘afw yang juga memiliki arti bertambah (berlebih), penghapusan, ampun, atau anugerah. 

Setiap manusia pernah melakukan kesalahan. Kesalahan dan kekhilafan adalah fitrah yang melekat pada diri manusia. 

Rasulullah saw. bersabda “Setiap manusia pernah melakukan kesalahan dan sebaik-baik pelaku kesalahan itu adalah orang yang segera bertobat kepada Allah Swt.”. 

Ini berarti bahwa manusia yang baik bukan orang yang tidak pernah berbuat salah, karena itu mustahil, kecuali Rasulullah saw. yang ma’sum (senantiasa dalam bimbingan Allah Swt.). 

Akan tetapi, manusia yang baik adalah manusia yang menyadari kesalahannya dan segera bertobat kepadaNya. 

Perilaku pemaaf dalam kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan dengan: 

  1. Memberikan maaf dengan ikhlas kepada orang lain yang meminta maaf 
  2. Meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat 
  3. Tidak memendam rasa benci dan perasan dendam kepada orang lain


Suatu ketika Abu Jahal, paman Nabi Muhammad saw. menyewa seorang Yahudi untuk menyakiti Nabi. 

Lalu si Yahudi tadi pergi menuju lorong yang biasa dilewati Nabi untuk menuju Kakbah. 

Di saat Nabi lewat, dia memanggil. 

Nabi pun menengok karena beliau tidak pernah mengecewakan siapa pun yang memanggilnya. Di saat itulah Yahudi tadi meludahi wajah Rasulullah saw. 

Nabi tidak sedikit pun marah atau menghardik Yahudi itu. 

Keesokan harinya, Nabi kembali berjalan di tempat yang sama. Tidak sedikit pun beliau merasa dendam atau berusaha untuk menjauhi jalan tersebut. 

Sesampainya di tempat yang sama, Nabi pun kembali dipanggil dan diludahi seperti sebelumnya. 

Demikianlah kejadian itu terus berulang selama beberapa hari hingga pada suatu hari Nabi tidak mendapati lagi orang yang meludahinya selama itu. 

Nabi pun bertanya dalam hatinya, “Ke mana gerangan orang yang selalu meludahiku?” 

Setelah menanyakannya ke orang di sekitar tempat itu, Nabi diberitahu bahwa orang tersebut jatuh sakit. 

Nabi pun pulang ke rumah untuk mengambil makanan yang ada dan tak lupa pula mampir ke pasar membeli buah-buahan untuk menjenguk Yahudi yang tengah sakit itu. 

Sesampainya di rumah si Yahudi, Nabi mengetuk pintu. 

Dari dalam rumah, terdengar suara lirih Yahudi yang tengah sakit mendekati pintu sembari bertanya, “Siapa yang datang?” 

“Saya, Muhammad,” jawab Nabi. 

“Muhammad siapa?” terdengar suara Yahudi itu kembali bertanya. 

“Muhammad Rasulullah,” jawab Nabi lagi. 

Setelah pintu dibuka, alangkah terkejutnya si Yahudi menyaksikan sosok yang datang adalah orang yang selama ini disakitinya dan diludahi wajahnya 

“Untuk apa engkau datang kemari?” tanya Yahudi itu lagi. 

“Aku datang untuk menjengukmu, wahai saudaraku karena aku mendengar engkau jatuh sakit,” jawab Nabi dengan suara yang lembut. 

“Wahai Muhammad, ketahuilah bahwa sejak aku jatuh sakit, belum ada seorang pun datang menjengukku, bahkan Abu Jahal sekali pun yang telah menyewaku untuk menyakitimu. 

Padahal, aku telah beberapa kali mengutus orang kepadanya agar ia segera datang memberikan sesuatu kepadaku. 

Namun, engkau yang telah aku sakiti dan ludahi berkali-kali selama ini, justru yang pertama kali datang menjengukku,” kata Yahudi itu dengan nada terharu. 

Keagungan akhlak Nabi telah meluluhkan hatinya. Ia pun memeluk Nabi dan menyatakan dirinya masuk Islam.


Muhammad Ahsan, dkk. 2017. Pendidikan Agama Islam Untuk Kelas VII. Jakarta: Pusat Kurikulum Kemendikbud.

iklan tengah