PAI VIII Meyakini Kitab-Kitab Allah, Mencintai Al-Qur'an

Iman kepada kitab Allah Swt berarti percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para RasulNya.

Ajaran yang terdapat di dalam kitab tersebut disampaikan  kepada umat manusia sebagai pedoman hidup agar dapat meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Diturunkannya kitab-kitab Allah Swt ini merupakan anugerah bagi manusia. Mengapa demikian? Manusia dikaruniai akal dan pikiran sehingga dapat mengkaji ilmu pengetahuan yang ada di dalamnya.

Kitab-kitab Allah Swt tersebut juga dapat memberi jalan keluar terhadap setiap masalah dan kesulitan yang dihadapi manusia.

Dengan adanya kitab-kitab Allah Swt ini, manusia dapat membedakan mana yang benar dan mana yang sala, mana yang bermanfaat dan mana yang mengandung mudharat (keburukan).

Seandainya kita tidak mempunyai  pedoman yang datagnya dari Allah tentu kita tidak akan pernah mengetahui keberadaan, keesan, dan keagungan Allah Swt.

Demikian juga dengan orang-orang terdahulu. Mereka mendapatkan informasi mengenai keesaan Allah melalui Kitab Allah Swt tersebut.

Tanpa dibimbing oleh kitab Allah, manusia juga akan melakukan penyembahan yang sesat dan tindakan-tindakan sesuka hati.

Tanpa kitab Allah Swt sudah pasti akan membuat manusia berada dalam kegelapan. Ibarat seseorang yang sedang berjalan, manusia berjalan tanpa mengetahui arah dan tidak mempunyai tujuan.

Jika demikian, apa yang akan terjadi? Tentu perjalanan hidup ini akan tersesat.

Untuk memahami hal tersebut, perhatikanlah firman Allah dalam Surah Al-Maidah/5:16 berikut:
Artinya: "Dengan kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya dan menunjukkan ke jalan yang lurus." (Q.S. al Maidah/5:16)

Ada 4 kitab yang diturunkan oleh Allah Swt ke dunia ini. Allah Swt juga memberikan nama-nama kitab-kitab Nya tersebut.

Secara berurutan mulai dari yang pertama kali diturunkan hingga saat ini, yakni Taurat, Zabur, Injil dan al Qur'an.

1. Kitab Taurat (Abad ke-12 SM)
Kitab Taurat diwahyukan kepada Nabi Musa a.s pada abad ke-12 SM. Nama Taurat berarti hukum atau syariat.

Pada saat itu Nabi Musa a.s. diutus oleh Allah untuk berdakwah kepada Bani Israil.

Oleh karena itu, tepat sekali kalau kita meyakini bahwa kitab Taurat diperuntukan sebagai pedoman dan petunjuk bagi kaum Bani Israil saat itu.

Adapun bahasa yang digunakan dalam kitab Taurat adalah bahasa Ibrani.

Sebagai muslim kita sangat meyakini akan keberadaan kitab Taurat ini. Kita meyakini bahwa kitab Taurat benar-benar wahyu dari Allah Swt.

Keyakinan ini diperkuat oleh keterangan-keterangan yang ada di dalam al Qur'an. Salah satunya adalah yang tertuang dalam firman Allah Q.S. al Mu'minun/23:49)
Artinya: "Dan sungguh, telah Kami anugerahi kepada Musa a.s. Kitab (Taurat) agar mereka (Bani Israil) mendapat petunjuk."

Kitab Taurat yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi Musa a.s untuk bangsa Bani Israil (kaum Yahudi) agar mereka senantiasa berada dalam jalan kebenaran.

Kitab-kitab yang diturunkan Allah Swt kepada manusia melalui para utusan-Nya dimaksudkan dijadikan petunjuk bahwa keberadaan manusia di muka bumi.

Karena manusia diciptakan oleh Allah Swt, maka hanya kepada-Nya manusia menyembah.

Allah Swt menciptakan manusia dengan penciptaan yang sempurna. Manusia diberi akal, hati nurani, dan nafsu.

Hal ini dimaksudkan agar manusia bisa menjadi khalifah di muka bumi sebagaimana tujuan diciptakannya.

Berkaitan dengan hal ini, manusia diberi petunjuk dan pedoman bagaimana harus menjalani kehidupannya di dunia.

Allah Swt memberikan pedoman hal-hal baik yang harus dilakukan dan meninggalkan hal-hal buruk atau tercela.

Pedoman dan aturan ini tidak dimaksudkan untuk mengekang manusia, namun sebaliknya dimaksudkan agar kebahagiaan manusia di dunia ini menjadi sempurna.

Kesempurnaan kebahagiaan yang dimaksud adalah manusia dapat merasakan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

Al Qur'an merupakan kitab suci dari Allah Swt yang terjamin kemurniaanya.

Maksudnya, sejak awal diturunkan sampai sekarang bacaan Al Qur'an dan isinya tidak mengalami perubahan, baik penambahan maupun pengurangan.

Allah Swt telah menjamin kemurnian al Qur'an ini sebagaimana tertuang dalam firman-Nya:
Artinya:
"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al Qur'an dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya." (Q.S. al Hijr/15:9)

Al Qur'an tidak hanya terjaga secara tertulis dalam mushaf seperti yang kamu lihat sehari-hari. Al Qur'an juga terjaga dalam hati dan pikiran para penghafal al Qur'an yang jumlahnya jutaan.

Dalam sejarah tercatat bahwa al Qur'an tidak diturunkan sekaligus kepada Rasulullah saw.

Seluruh ayat al Qur'an diturunkan secara bertahap, sedikit demi sedikit dan berangsur-angsur dalam kurun waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun.

Jumlah surat dalam al Qur'an sebanyak 144 surat. Ditunjau dari masa turunnya, surat yang diturunkan sebelum Rasulullah Saw hijrah ke Madinah dinamakan surah Makiyyah sedangkan surat yang dirutunkan setelah hijrah ke Madinah disebut surah Madaniyyah.

Umat Islam yang menjadikan al Qur'an sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari sudah tentu akan menjadikan hidupnya terarah dan selamat sampai tujuan yang sebenarnya, tujuan hidup sebenarnya adalah bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.

Sebagai umat Islam, kita harus mencintai al Qur'an dan bertekad untuk menjaga serta mengamalkan isinya.

Wahyu-wahyu Allah Swt yang diterima oleh para rasul dalam perkembangannya ada yang dibukukan berbentuk kitab dan ada yang tidak dibukukan atau berbentuk suhuf yaitu lembaran-lembaran terpisah.

Namun, keduanya sama-sama berisi firman Allah Swt yang diberikan kepada para Nabi dan Rasul. Keterangan yang menyatakan bahwa suhuf itu benar adanya adalah firman Allah Swt berikut ini:
Artinya:
"Sesungguhnya ini terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa." (Q.S. al A'la/87:18-19)

Secara rinci para Nabi dan Rasul yang menerima Suhuf dari Allah Swt adalah:
a. Nabi Ibrahim menerima 10 suhuf
b. Nabi Musa menerima 10 suhuf

Kitab dan suhuf mempunyai persamaan dan juga perbedaan. Persamaannya adalah sama-sama firman Allah yang diturunkan kepada para rasul-Nya.

Adapun perbedaan antara kitab dan suhuf antara lain:
  • Isi kitab lebih lengkap daripada isi suhuf
  • Bentuk dari kitab sudah dibukukan, sedangkan suhuf masih berbentuk lembaran-lembaran yang terpisah
  • Kitab biasanya berlaku lebih lama daripada suhuf

Allah Swt menurunkan kitab-kitabNya di dunia ini dengan cara diwahyukan kepada Rasul-Nya.

Tentunya hal ini dapat memberikan hikmah atau manfaat bagi kehidupan manusia dan makhluk Allah Swt di alam semesta ini.

Manusia yang mengaku beriman harus berusaha mengambil hikmah dari kitab-kitab Allah Swt tanpa meragukannya.

Adapun hikmah yang dapat diambil dari adanya kitab-kitab Allah sebagai berikut:
  1. Memberikan petunjuk kepada manusia mana yang benar dan mana yang salah
  2. Pedoman agar manusia tidak berselisih dalam menentukan kebenaran
  3. Memberikan informasi sejarah kehidupan orang-orang terdahulu. Hal ini bisa menjadi pelajaran hidup yang berharga bagi umat manusia saat ini.
  4. Manusia dapat mengetahui berapa besarnya perhatian dan kasih sayang Allah Swt kepada para hamba dan makhluk-Nya.
  5. Manusia yang beriman akan dapat mengetahui dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, karena di dalam kitab dijelaskan tentang perilaku yang baik dan buruk
  6. Mensyukuri segala anugerah dan nikmat Allah Swt, termasuk pemberian petunjuk yang benar melalui kitab-kitab-Nya.
  7. Hati manusia menjadi lebih tenteram dan menambah ilmu pengetahuan
  8. Memiliki sikap toleransi yang tinggi karena kitab-kitab Allah Swt memberikan penjelasan tentang penanaman sikap toleransi, saling menghormati, dan menghargai orang lain bahkan pemeluk agama lain
  9. Meningkatkan kesabaran dalam menerima cobaan, ujian, dan musibah yang menimpa pada dirinya.

Lukman al-Hakim adalah orang yang disebut dalam al Quran surah Luqman.

Beliau terkenal karena nasihat-nasihatnya kepada anaknya. Nama panjangnya ialah Luqman bin Unaqa bin Sadun.

Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa beliau merupakan pria bertubuh tidak tinggi dan berhidung mancung dari daerah Nubah (suatu daerah yang posisinya di sebelah utara Sudan dan di sebelah selatan Mesir).

Ada pula yang berpendapat bahwa beliau berasal dari Sudan, dan ada pula yang menerangkan bahwa Luqman adalah seorang hakim di zaman Nabi Daud a.s.

Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa pada suatu hari Luqman al-Hakim bersama anaknya pergi ke pasar dengan menunggangi (keledai).

Ketika itu Luqman meunggangi himar sementara anaknya mengikuti di belakangnya dengan berjalan kaki.

Melihat tingkah laku Luqman itu, ada orang yang berkata, "Lihat itu orang tua yang tidak merasa kasihan kepada anaknya, dia enak-enakan menunggangi himar sementara anaknya disuruh berjalan kaki."

Setelah mendengarkan gunjingan orang-orang, maka Luqman pun turun dari himarnya itu lalu anaknya diletakan di atas himar tersebut.

Melihat yang demikian, maka orang di pasar itu berkata pula, "Hai, kalian lihat itu ada anak yang kurang ajar. Orang tuanya disuruh berjalan kaki, sedangkan dia enak-enakan mungggangi himar."

Setelah mendengar kata-kata itu, Luqman dan anaknya bersama sama menunggangi himar itu.

Kemudian orang-orang juga ribut menggunjing, "Hai teman-teman, lihat itu ada dua orang menunggangi seekor himar. Kelihatannya himar itu sangat tersiksa, kasihan ya."

Karena tidak suka mendengar gunjingan orang-orang, maka Luqman dan anaknya turun dari himar itu.

Kemudian terdengar lagi suara orang berkata, "Hai, lihat itu, ada dua orang berjalan kaki, sedangkan himar itu tidak ditunggangi. Untuk apa mereka bawa himar kalau akhirnya tidak ditunggangi juga."

Ketika Luqman dan anaknya dalam perjalanan pulang ke rumah, Luqman al Hakim menasehati tentang sikap orang-orang dan keusilan mereka tadi.

Luqman berkata, "Sesungguhnya kita tidak bisa terlepas dari gunjingan orang lain."

Anaknya bertanya, "Bagaimana cara kita menanggapinya, Ayah?"

Luqman meneruskan nasihatnya, "Orang berakal tidak akan mengambil pertimbangan melainkan hanya kepada Allah Swt.

Barang siapa mendapat petunjuk kebenaran dari Allah Swt, itulah yang menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan."

Kemudian Luqman berpesan kepada anaknya, katanya, "hai anakku, carilah rizki yang halal supaya kamu tidak menjadi fakir. Sesungguhnya orang fakir itu akan tertimpa tiga perkara, yaitu tipis keykinannya (iman) tentang agamanya, lemah akalnya (mudah tertipu dan diperdayai orang) dan hilang kemuliaan hatinya (kepribadiannya). Lebih dari sekedar tiga perkaran itu, orang-orang yang suka merendah-rendahkan dan menyepelekannya"

Muhammad Ahsan dan Sumiyati. 2017. Pendidikan Agama Islam Untuk Kelas VIII. Jakarta: Pusat Kurikulum Kemendikbud

iklan tengah