PKN VIII BAB 6 Memperkuat Komitmen Kebangsaan

Soekarno mengulas pemikiran bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah takdir. Hal ini terungkap dalam pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945, yaitu sebagai berikut.

”Allah S.W.T membuat peta dunia, menyusun peta dunia. Kalau kita melihat peta dunia, kita dapat menunjukkan di mana ”kesatuan-kesatuan” di situ.

Seorang anak kecil pun -jikalau ia melihat peta dunia-ia dapat menunjukkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan.

Pada peta itu, dapat ditunjukkan satu kesatuan gerombolan pulau-pulau di antara 2 lautan yang besar, Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, dan di antara 2 benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia.

Seorang anak kecil dapat mengatakan, bahwa pulau-pulau Jawa, Sumatera, Borneo, Selebes, Halmahera, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku dan lain-lain pulau kecil di antaranya, adalah satu kesatuan.

Demikan pula tiap-tiap anak kecil dapat melihat pada peta bumi, bahwa pulau-pulau Nippon yang membentang pada pinggir timur Benua Asia sebagai golfbreker atau penghadang gelombang Lautan Pasifik, adalah satu kesatuan.

Anak kecil pun dapat melihat, bahwa tanah India adalah satu kesatuan di Asia Selatan, dibatasi oleh Lautan Hindia yang luas dan Gunung Himalaya. 

Seorang anak kecil pula dapat mengatakan, bahwa kepulauan Inggris adalah satu kesatuan.

Griekenland atau Yunani dapat ditunjukkan sebagai satu kesatuan pula. Itu ditaruhkan oleh Allah S.W.T demikian rupa.

Bukan Sparta saja, bukan Athena saja, bukan Macedonia saja, tetapi Sparta plus Athena plus Macedonia plus daerah Yunani yang lain-lain -segenap kepulauan Yunani adalah satu kesatuan. 

Maka manakah yang dinamakan tanah tumpah darah kita, tanah air kita?

Menurut geopolitik, maka Indonesialah tanah air kita. Indonesia yang bulat-bukan Jawa saja, bukan Sumatera saja, atau Borneo saja, atau Selebes saja, atau Ambon saja, atau Maluku saja, tetapi segenap kepulauan yang ditunjuk oleh Allah S.W.T menjadi suatu kesatuan antara dua benua dan dua samudera-itulah tanah air kita!

Maka jikalau saya ingat perhubungan antara orang dan tempatantara rakyat dan buminya-maka tidak cukuplah definisi yang dikatakan Ernest Renan dan Otto Bauer itu.

Tidak cukup le desir d’etre ensemble, tidak cukup definisi Otto Bauer aus Schiksalsgemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft itu.

Maaf, Saudara-saudara, saya mengambil contoh Minangkabau.

Di antara bangsa Indonesia, yang paling ada le desir d’etre ensemble adalah rakyat Minangkabau, yang banyaknya kira-kira 2 milyun.Rakyat ini merasa dirinya satu keluarga.

Tetapi Minangkabau bukan satu kesatuan, melainkan hanya satu bagian kecil dari satu kesatuan! 

Penduduk Yogya pun adalah merasa le desir d’etre ensemble, tetapi Yogya pun hanya satu bahagian kecil dari satu kesatuan.

Di Jawa Barat rakyat Pasundan sangat merasakan le desir d’etre ensemble, tetapi Sunda pun hanya satu bagian kecil dari satu kesatuan.

Pendek kata, bangsa Indonesia -Natie Indonesia-bukanlah sekadar contoh satu golongan orang yang hidup dengan le desir d’etre ensemble di atas daerah yang kecil seperti Minangkabau, atau Madura, atau Yogya, atau Sunda, atau Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh manusia-manusia yang menurut geopolitik, yang telah ditentukan oleh Allah SWT, tinggal di kesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung Utara Sumatera sampai ke Irian!

Seluruhnya! Karena antara 70.000.000 ini sudah ada le desir d’etre ensemble, sudah terjadi Charaktergemeinschaft!

Natie Indonesia, bangsa Indonesia, umat Indonesia jumlah orangnya adalah 70.000.000, tetapi 70.000.000 yang telah menjadi satu, satu, sekali lagi satu!

Ke sinilah kita semua harus menuju: Mendirikan satu Nationale Staat, di atas kesatuan bumi Indonesia dari ujung Sumatera sampai ke Irian.

Saya yakin tidak ada satu golongan di antara Tuan-tuan yang tidak mufakat, baik Islam maupun golongan yang dinamakan ”golongan kebangsaan”. Ke sinilah kita harus menuju semuanya.

Bangsa Indonesia lahir dan bangkit melalui sejarah perjuangan bangsa yang pernah dijajah oleh Belanda dan Jepang.

Akibat penjajahan, bangsa Indonesia sangat menderita, tertindas lahir dan batin, mental dan materiil, mengalami kehancuran di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan hingga sisa-sisa kemegahan dan kejayaan Nusantara seperti Sriwijaya dan Majapahit yang dimiliki rakyat di bumi pertiwi, sirna dan hancur tanpa sisa.

Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang dimulai sejak zaman Prasejarah berdasarkan penemuan ”Manusia Jawa”.

Secara geologi, wilayah Nusantara merupakan pertemuan antara tiga lempeng benua, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik.

Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatera sekitar 200 SM.

Bukti fisik awal yang menyebutkan mengenai adanya dua kerajaan bercorak Hinduisme pada abad ke-5, yaitu Kerajaan Tarumanagara yang menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan.

Pada abad ke-4 hingga abad ke-7, di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha, yaitu Kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16.

Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, Kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatera yang beribu kota di Palembang.

Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. 

Selanjutnya, abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit.

Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu.

Kejayaan Sriwijaya dan Majapahit merupakan sejarah awal pengenalan wilayah kepulauan Nusantara yang merupakan tanah air bangsa Indonesia.

Sebutan nusantara diberikan oleh seorang pujangga pada masa Kerajaan Majapahit, kemudian pada masa penjajahan Belanda, sebutan ini diubah oleh pemerintah Belanda menjadi Hindia Belanda.

Dalam buku Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (2012) dijelaskan bahwa Indonesia berasal dari bahasa latin indus dan nesos yang berarti India dan pulau-pulau.

Indonesia merupakan sebutan yang diberikan untuk pulau-pulau yang ada di Samudra India dan itulah yang dimaksud sebagai satuan pulau yang kemudian disebut dengan Indonesia.

Pada tahun 1850, George Windsor Earl seorang etnolog Inggris mengusulkan istilah Indunesians dan preperensi Malayunesians untuk penduduk kepulauan Hindia atau Malayan Archipelago.

Kemudian, seorang mahasiswa bernama Earl James Richardison Logan menggunakan Indonesia sebagai sinonim untuk Kepulauan Hindia. 

Namun, di kalangan akademik Belanda, di Hindia Timur enggan menggunakan Indonesia.

Sebaliknya, mereka menggunakan istilah Melayu Nusantara (Malaische Archipel). Sejak tahun 1900, nama Indonesia menjadi lebih umum di kalangan akademik di luar Belanda, dan golongan nasionalis Indonesia menggunakan nama Indonesia untuk ekspresi politiknya.

Adolf Bastian dari Universitas Berlin memopulerkan nama Indonesia melalui bukunya Indonesien oder die inseln des malayischen arcipels (1884-1894).

Kemudian, sarjana bahasa Indonesia pertama yang menggunakan nama Indonesia adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) ketika ia mendirikan kantor berita di Belanda dengan nama Indonesisch Pers-Bureau di tahun 1913.

Penduduk yang hidup di wilayah Nusantara menempati ribuan pulau. Nenek moyang masyarakat Nusantara hidup dalam tata masyarakat yang teratur, bahkan dalam bentuk sebuah kerajaan kuno, seperti Kutai yang berdiri pada abad IV di Kalimantan Timur, Tarumanegara di Jawa Barat, dan Kerajaan Cirebon pada abad XV (Setidjo, Pandji, 2009).

Kemudian, beberapa abad setelah itu, berdiri Kerajaan Sriwijaya pada abad V, Kerajaan Majapahit pada abad XIII, dan Kerajaan Mataram pada abad VII.

Kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Mataram menunjukkan kejayaan yang dimiliki wilayah Nusantara.

Pada waktu itu, sejarah mencatat bahwa wilayah Nusantara berhasil dipersatukan dan mengalami kemakmuran yang dirasakan seluruh rakyat.

Mengenai sejarah Nusantara ini, Bung Karno pernah menyampaikan bahwa:

”Kita hanya dua kali mengalami nationale staat, yaitu di zaman Sriwijaya dan di zaman Majapahit... nationale staat hanya Indonesia seluruhnya, yang telah berdiri di zaman Sriwijaya dan Majapahit dan yang kini pula kita harus dirikan bersama-sama.” (Pidato ”Lahirnya Pacasila” yang disampaikan Bung Karno di depan Dokuritsu Junbi Tyoosakai pada 1 Juni 1945).

Kerajaan Majapahit merupakan cikal bakal negara Indonesia. Majapahit yang keberadaannya sekitar abad XIII sampai abad XV adalah kerajaan besar yang sangat berjaya, terlebih pada masa pemerintahan Mahapatih Gajah Mada yang wafat di sekitar 1360-an.

Gajah Mada adalah Mahapatih Majapahit yang sangat disegani, dialah yang berhasil menyatukan Nusantara yang terkenal dengan ”Sumpah Palapa” (sumpah yang menyatakan tidak akan pernah beristirahat atau berhenti berpuasa sebelum Nusantara bersatu).

Sumpah Palapa yang dinyatakan Gajah Mada merupakan bukti semangat yang kuat untuk menggapai cita-cita pribadi maupun cita-cita Kerajaan Majapahit untuk mempersatukan Nusantara.

Semangat mengandung arti tekad dan dorongan hati yang kuat untuk menggapai keinginan atau hasrat tertentu.

Komitmen adalah sikap dan perilaku yang ditandai oleh rasa memiliki, memberikan perhatian, serta melakukan usaha untuk mewujudkan harapan dan cita-cita dengan sungguh-sungguh.

Seseorang yang memiliki komitmen terhadap bangsa adalah orang yang akan mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.

Para pendiri negara merupakan contoh yang baik dari orang-orang yang memiliki semangat yang kuat dalam membuat perubahan, yaitu perubahan dari negara terjajah menjadi negara yang merdeka dan sejajar dengan negara-negara lain di dunia.

Salah satu pendiri negara memiliki semangat untuk memperbaiki kehidupan yang lebih baik bagi diri, bangsa, dan negara.

Berikut ini kalian dapat mengkaji bagaimana keras dan sulitnya perjuangan pendiri negara, yaitu Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970.

Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar.

Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam.

Kemudian, beliau melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya.

Selepas lulus HBS tahun 1920, Soekarno pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). 

Ia berhasil meraih gelar ”Ir” pada 25 Mei 1926.

Perjuangan Ir. Soekarno didasarkan semangat dan komitmen akan kemerdekaan Indonesia. Untuk meraih kemerdekaan, pergerakan perjuangan harus terorganisasi.

Maka, bersama teman-temannya, Ir. Soekarno pada tanggal 4 Juli 1927 mendirikan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada tanggal 4 Juli 1927.

Komitmen dan perjuangan Soekarno untuk kemerdekaan menyebabkan Soekarno ditangkap dan pada tanggal 30 Desember 1929 Soekarno dijebloskan ke penjara Banceuy, Bandung. 

Di penjara Banceuy, Ir. Soekarno mendekam selama delapan bulan atas tuduhan pemberontakan.

Soekarno yang menjabat Ketua PNI dijebloskan ke Penjara Banceuy bersama rekan satu pergerakannya, yaitu R. Gatot Mangkoepradja (Sekretaris II PNI Pusat PNI), Maskoen Soemadiredja (Sekretaris II Cabang Bandung), dan Soepriadinata (Anggota PNI Cabang Bandung).

Di penjara itu Banceuy, Soekarno menempati sel nomor 5 yang hanya berukuran 2,5 × 1,5 meter dan berisi kasur lipat juga toilet nonpermanen.

Ruangan pengap dan gelap dalam penjara Banceuy tidak meruntuhkan semangat dan komitmen Ir. Soekarno untuk terus berjuang bagi kemerdekaan Indonesia. 

Pada tahun 1930, Ir. Soekarno di - pindahkan ke Penjara Sukamiskin, Bandung.

Soekarno kembali harus merasakan lembabnya salah satu sel dari 552 sel yang ada di Sukamiskin. Di kamar TA 01, Ir. Soekarno menyusun pledoi (pembelaan) yang berjudul Indonesia Menggugat ditulis dengan beralaskan penutup dari closet duduk yang dijadikan meja untuk menulis di dalam cahaya yang terbatas.

Pledoi tersebut dibacakan dalam persidangan di gedung pengadilan kolonial (Lanraad) Bandung.

Soekarno dalam pembelaannya yang berjudul Indonesia Menggugat, meng - ungkapkan bahwa bangsa Belanda sebagai bangsa yang serakah yang telah menindas dan merampas kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah sehingga PNI bentukan Soekarno dibubarkan pada bulan Juli 1930.

Setelah keluar dari penjara, ia kemudian bergabung dengan Partindo karena ia sudah tidak memiliki partai lagi, Soekarno kemudian didaulat sebagai pemimpin Partindo, tetapi ia kembali ditangkap oleh Belanda dan kemudian diasingkan ke Flores dan empat tahun kemudian ia dibuang ke Bengkulu dan dibebaskan tahun 1942 menjelang kedatangan penjajahan Jepang.

Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, bukan berarti perjuangan Soekarno berakhir.

Pada tahun 1948, Soekarno setelah Agresi Militer Belanda II, Soekarno kembali diasingkan ke Parapat, Sumatera Utara.

Dari Parapat, Soekarno kemudian dipindahkan ke Bukit Manumbing, Bangka. Penjara, dibuang, dan hidup dalam penderitaan tidak membuat semangat dan tekad Soekarno untuk kemerdekaan dan kejayaan bangsa Indonesia surut.

Komitmen untuk hidup berjuang menciptakan perubahan yang lebih baik sudah seharusnya ada dalam diri seluruh bangsa Indonesia.

Penderitaan anggaplah sebagai sebuah tantangan untuk menjadi lebih baik.

Dr. H. Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi, 12 Agustus 1902. 

Moh. Hatta merupakan organisatoris, aktivis partai politik, negarawan, proklamator, pelopor koperasi, dan wakil presiden pertama di Indonesia.

Kiprahnya di bidang politik dimulai saat ia terpilih menjadi bendahara Jong Sumatranen Bond wilayah Padang pada tahun 1916.

Pengetahuan politiknya berkembang dengan cepat saat Hatta sering menghadiri berbagai ceramah dan pertemuan-pertemuan politik.

Secara berkelanjutan, Hatta melanjutkan kiprahnya terjun di dunia politik.

Sampai pada tahun 1921, Hatta menetap di Rotterdam, Belanda dan bergabung dengan sebuah perkumpulan pelajar tanah air yang ada di Belanda, Indische Vereeniging.

Mulanya, organisasi tersebut hanyalah merupakan organisasi perkumpulan bagi pelajar, tetapi segera berubah menjadi organisasi pergerakan kemerdekaan saat tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) bergabung dengan Indische Vereeniging yang kemudian berubah nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).

Di Perhimpunan Indonesia, Hatta mulai meniti karier di jenjang politiknya sebagai bendahara pada tahun 1922 dan menjadi ketua pada tahun 1925.

Saat terpilih menjadi Ketua PI, Hatta mengumandangkan pidato inagurasi yang berjudul ”Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan Kekuasaan”.

Pada tahun 1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda dan berkenalan dengan aktivis nasionalis India, Jawaharhal Nehru.

Aktivitas politik Hatta pada organisasi ini menyebabkan dirinya ditangkap tentara Belanda bersama dengan Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid Djojodiningrat sebelum akhirnya dibebaskan setelah ia berpidato dengan pidato pembelaan berjudul: Indonesia Free.

Selanjutnya, pada tahun 1932, Hatta kembali ke Indonesia.

Bulan September 1932, Bung Hatta berjumpa Bung Karno untuk pertama kalinya. 

Sejak itu, keduanya seperti dipertautkan alam, berjuang bersama membela Tanah Air. Pada tahun 1933, Soekarno diasingkan ke Ende, Flores. Aksi ini menuai reaksi keras Hatta.

Ia mulai menulis mengenai pengasingan Soekarno pada berbagai media. Akibat aksi Hatta inilah pemerintah kolonial Belanda mulai memusatkan perhatian pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia dan menangkap para pimpinan partai yang selanjutnya diasingkan ke Digul, Papua.

Pada masa pengasingan di Digul, Hatta aktif menulis di berbagai surat kabar. 

Ia juga rajin membaca buku yang ia bawa dari Jakarta untuk kemudian diajarkan kepada teman-temannya.

Selanjutnya, pada tahun 1935, saat pemerintahan kolonial Belanda berganti, Hatta dan Sjahrir dipindahlokasikan ke Bandaneira.

Di sanalah, Hatta dan Sjahrir mulai memberi pelajaran kepada anak-anak setempat dalam bidang sejarah, politik, dan lainnya.

Setelah delapan tahun diasingkan, Hatta dan Sjahrir dibawa kembali ke Sukabumi pada tahun 1942.

Selang satu bulan, pemerintah kolonial Belanda menyerah pada Jepang. Pada saat itulah, Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta.

Setelah Agresi Militer II tanggal 19 Desember 1948, Soekarno dan Hatta ditangkap dan diasingkan ke Giri Sasana Menumbing, di Muntok, Kabupaten Bangka Barat.

Selain Bung Karno dan Hatta, sejumlah tokoh nasional juga diasingkan di bangunan yang terletak di pucuk Gunung Menumbing.

Sekretaris Negara Pringgodigdo, Menteri Luar Negeri Agus Salim, Menteri Pengajaran Ali Sastroamidjojo, Ketua Badan KNIP Mr Assaat, Wakil Perdana Menteri Mr Moh Roem dan Kepala Staf Angkatan Udara Komodor Udara S. Suryadarma merupakan tokoh-tokoh yang bersama Soekarno dan Hatta diasingkan di Bangka.

Pada tanggal 14 Maret 1980, Hatta wafat di RSUD dr. Cipto Mangunkusumo. 

Karena perjuangannya bagi Republik Indonesia sangat besar, Hatta mendapatkan anugerah tanda kehormatan tertinggi ”Bintang Republik Indonesia Kelas I” yang diberikan oleh Presiden Soeharto.

Semangat dan komitmen kebangsaan bukan hanya ditunjukkan oleh Soekarno dan Moh. Hatta. Banyak tokoh pendiri negara lainnya yang memiliki semangat dan komitmen kebangsaan yang kuat.


Sebelumnya, kalian telah mempelajari bagaimana pendiri negara berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan.

Selanjutnya, marilah kita merefleksi diri masing-masing apakah kita termasuk orang yang bersemangat dalam mengejar cita-cita?

Janganlah kita sebagai pelajar berharap sesuatu itu terjadi tanpa ada usaha untuk mendapatkanya. 

Semangat mengandung arti tekad dan dorongan hati yang kuat untuk menggapai keinginan atau hasrat tertentu. 

Para pendiri negara bersemangat berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.

Pelajar bersemangat belajar untuk menyongsong masa depan dan untuk pembangunan bangsa Indonesia.

Apabila kita maknai lebih jauh tentang semangat dan komitmen kebangsaan, pendiri negara memiliki jiwa, semangat, dan nilai-nilai yang sangat tinggi terhadap bangsa dan negara.

Jiwa, semangat, dan komitmen dalam perjuangan merebut kemerdekaan disebut juga sebagai nilai-nilai kejuangan 45. 

Masalahnya, apakah dalam alam kemerdekaan, nilai-nilai 45 perlu terus digelorakan? Untuk siapa, di mana, kapan, mengapa dan bagaimana manfaatnya?

Dengan memahami nilai-nlai 45 diharapkan bisa menjawab masalah tersebut. Jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan bangsa Indonesia tidak lahir seketika, tetapi merupakan proses perkembangan sejarah dari zaman ke zaman.

Artinya, bahwa embrio nilai itu sudah ada dari zaman kerajaan, hanya belum muncul dan dirumuskan.

Barulah tercapainya titik kulminasi atau titik puncak pada tahun 1945 nilai-nilai itu disepakati sebagai dasar/landasan/kekuatan dan daya dorong bagi para pendiri Republik Indonesia.

Untuk memperoleh gambaran tentang nilai-nilai 45 yang berkembang pada setiap zamannya, diadakan periodisasi sebagai berikut

Masa sebelum Pergerakan Nasional

Sejak dahulu, Nusantara dimiliki oleh kerajaan yang merdeka dan berdaulat. 

Kehidupan dalam kerajaan juga diisi oleh kerukunan dan kedamaian antara pemeluk agama, baik Hindu, Buddha, Islam, Katolik, Kristen, Konghucu dan Penganut Kepercayaan.

Pada waktu itu, sudah mulai timbul jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan, yaitu kesadaran harga diri, jiwa merdeka, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan kerukunan hidup umat beragama serta kepeloporan dan keberanian.

Masa Pergerakan Nasional

Sebelum perjuangan di masa pergerakan nasional perjuangan masih bersifat kedaerahan.

Perlawanan di wilayah Nusantara yang bersifat kedaerahan seperti dilakukan Sultan Hasanuddin (1633-1636), Kapitan Pattimura (1817), Pangeran Diponegoro (1825-1830), dan masih banyak lagi.

Namun, perlawanan masih bersifat lokal dan tidak ada koordinasi sehingga mampu dipatahkan oleh Belanda.

Dalam masa pergerakan nasional jiwa merdeka makin menggelora. 

Rasa harga diri bangsa yang tidak mau dijajah menggugah semangat mereka dan perlawanan seluruh masyarakat terhadap penjajah untuk berusaha merebut kembali kedaulatan dan kehormatan bangsa.

Timbullah jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan, nilai harkat dan martabat manusia, jiwa dan semangat kepahlawanan, kesadaran antipenjajah/penjajahan, kesadaran persatuan dan kesatuan perjuangan.

Tahap awal perjuangan nasional ditandai dengan lahirnya Budi Utomo (1908), Serikat Dagang Islam/Serikat Islam (1912).

Pada Tahun 1928, terjadilah Sumpah Pemuda yang merupakan manifestasi tekad dan keinginan bangsa Indonesia dalam menemukan dan menentukan identitas, rasa harga diri sebagai bangsa, rasa solidaritas menuju persatuan dan kesatuan bangsa lalu menjurus pada kemerdekaan dan kedaulatan bangsa.

Jepang menjajah Indonesia tahun 1942-1945. Akibat penjajahan Jepang, rakyat Indonesia mengalami penderitaan.

Namun, penggemblengan pemuda dapat menimbulkan semangat yang kukuh dan memupuk militansi yang tinggi untuk merdeka.

Penggemblengan oleh Jepang menimbulkan hikmah dan manfaat untuk merebut kemerdekaan. 

Tahap perjuangan antara kebangkitan nasional dan akhir masa penjajahan Jepang merupakan persiapan kemerdekaan.  Jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan makin menggelora.

Masa Proklamasi dan Perang Kemerdekaan

Pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Lahirnya negara Republik Indonesia tidak diterima pihak Belanda.

Belanda ingin menjajah kembali.

Mulailah bangsa Indonesia melakukan perjuangan dalam segala bidang. Bangsa Indonesia mencintai perdamaian tetapi lebih mencintai kemerdekaan.

Oleh karenanya, bangsa Indonesia berjuang dengan mengangkat senjata, berjuang dalam bidang politik dan melakukan diplomasi.

Perjuangan mempertahankan kemerdekaan melahirkan nilai-nilai operasional yang memperkuat jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan, terutama rasa harga diri sebagai bangsa yang merdeka, semangat untuk berkorban demi tanah air, bangsa dan negara.

Perjuangan bangsa Indonesia sampai ke periode ketiga ini diberi nama sebagai Jiwa, Semangat, dan nilai-nilai 45

Masa Perjuangan Mengisi Kemerdekaan.

Perjuangan masa ini tidak terbatas waktu karena perjuangan bermaksud mencapai tujuan akhir nasional seperti yang tercantum dalam UUD 1945.

Dalam periode ini, jiwa, semangat, dan nilai-nilai kejuangan yang berkembang sebelumnya tetap lestari, yaitu nilai-nilai dasar yang terdapat pada Pancasila, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Nilai yang mengalami perubahan adalah nilai operasional. 

Dalam masa perjuangan mengisi kemerdekaan, kemungkinan nilai-nilai semangat juang akan bertambah.

Secara kualitatif, kemungkinan akan mengalami perubahanperubahan sesuai dinamika dan kreativitas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pada saat ini, tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara tidaklah kecil. 

Tantangan menjaga keutuhan dan kejayaan bangsa dapat datang dari dalam dan luar negeri.

Malas, korupsi, pemberontakan, dan krisis ekonomi merupakan tantangan yang berasal dari dalam dan harus dihadapi oleh seluruh anggota masyarakat.

Penjajahan secara fisik pada saat ini kemungkinannya sangat kecil terjadi, tetapi ancaman dari luar yang bersifat nonfisik seperti gaya hidup, datangnya ajaran yang tidak sesuai dengan Pancasila janganlah dianggap sebelah mata.

Untuk menghadapi semua tantangan tersebut, jiwa dan semangat 45 patut kiranya untuk tetap dipertahankan.

Semangat 45 adalah dorongan dan manifestasi dinamis dari jiwa 45 yang membangkitkan kemauan untuk berjuang merebut kemerdekaan bangsa, menegakkan kedaulatan rakyat serta mengisi dan mempertahankannya.

Nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila, Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan UUD 1945 merupakan nilai dasar dari jiwa dan semangat 45.

Nilai-nilai 45 lahir dan berkembang dalam perjuangan bangsa Indonesia dan merupakan daya dorong mental spiritual yang kuat untuk mencapai kemerdekaan.

Tujuan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut.

1. Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

2. Jiwa dan semangat merdeka

3. Nasionalisme

4. Patriotisme

5. Rasa harga diri sebagai bangsa yang merdeka

6. Pantang mundur dan tidak kenal menyerah

7. Persatuan dan kesatuan

8. Anti penjajah dan penjajahan

9. Percaya kepada diri sendiri dan atau percaya kepada kekuatan dan kemampuan sendir

10. Percaya kepada hari depan yang gemilang dari bangsanya

11. Idealisme kejuangan yang tinggi

12. Berani, rela dan ikhlas berkorban untuk tanah air, bangsa, dan negara

13. Kepahlawanan

14. Sepi ing pamrih rame ing gawe

15. Kesetiakawanan, senasib sepenanggungan, dan kebersamaan

16. Disiplin yang tinggi

17. Ulet dan tabah menghadapi segala macam ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan


Jiwa dan semangat para pendiri negara yang dioperasionalkan dalam jiwa dan semangat 45 dimaksudkan untuk menjaga tetap tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 1 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan ”Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik” dan Pasal 37 ayat (5) menegaskan ”Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan”.

Majelis Permusyawaratan Rakyat telah membuat ketetapan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak boleh diganggu gugat.

Bentuk negara kesatuan bagi Indonesia sudah dianggap final.

Bagaimana bentuk kesatuan Indonesia, dapat diawali dengan pemahaman bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku, bangsa Indonesia adalah satu kesatuan.

Menurut data Badan Pusat Statistik yang dilaksanakan pada tahun 2010, di Indonesia terdapat 1.128 suku bangsa.

Kesatuan itu dapat dipandang dari 4 segi, yaitu politik, pertahanan keamanan, ekonomi, dan sosial budaya.

Sebagai satu kesatuan politik, Negara Kesatuan Republik Indonesia meletakkan Pancasila sebagai dasar dan falsafah serta ideologi bangsa dan negara, melandasi, membimbing, dan mengarahkan bangsa menuju tujuan nasional negara.

Pancasila adalah dasar Indonesia yang tidak boleh di ganggu gugat oleh siapa pun, baik itu dari luar Indonesia maupun dari dalam, yaitu rakyat Indonesia itu sendiri.

Secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa bahwa mereka adalah senasib, sepenanggungan, sebangsa, dan setanah air, serta satu dalam tekad untuk mencapai cita-cita bangsa. Seluruh kepulauan Nusantara ini  merupakan satu kesatuan hukum.

Seluruh wilayah Indonesia dengan segala isi dan kekayaan yang terkandung di dalamnya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup dan kesatuan yang mutlak bagi seluruh bangsa Indonesia. Ini menjadi modal dan milik bersama bangsa.

Indonesia yang juga terdiri atas berbagai macam suku dan berbicara dalam berbagai bahasa daerah, memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa haruslah merupakan satu kesatuan bangsa yang bulat dalam arti yang seluas-luasnya. Meski pun berbeda, Indonesia tetaplah satu.

Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam rangka bela negara dan bangsa. 

Setiap ancaman terhadap suatu pulau atau suatu daerah pada hakikatnya merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa Indonesia.

Kekayaan wilayah Nusantara baik itu yang berupa potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa. 

Keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air. 

Tak ada alasan untuk lebih mementingkan daerah A dan menelantarkan daerah yang lain.

Atau, bahkan menguras atau mengeruk kekayaan daerah B untuk kepentingan daerah yang lain. 

Tingkat perkembangan ekonomi harus merata dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri-ciri khas yang dimiliki oleh daerah-daerah dalam pengembangan kehidupan ekonominya.

Masyarakat Indonesia seluruhnya adalah satu. 

Perkehidupan bangsa harus merupakan kehidupan yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang sama, merata dan seimbang serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan kemajuan bangsa.

Budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu, sedangkan keragaman yang ada di alamnya menggambarkan kekayaan budaya bangsa yang menjadi modal dan landasan pengembangan budaya nasional.

Khusus mengenai wilayah Indonesia, sejarah mencatat pada 13 Desember 1957, pemerintah Indonesia mengeluarkan Deklarasi Djuanda. Deklarasi itu menyatakan:

”Bahwa segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia.

Penentuan batas laut 12 mil yang diukur dari garis-garis yang menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau Negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan Undang-Undang.”

Sebelumnya, pengakuan masyarakat internasional mengenai batas laut teritorial hanya sepanjang 3 mil laut terhitung dari garis pantai pasang surut terendah.

Deklarasi Juanda menegaskan bahwa Indonesia merupakan satu kesatuan wilayah Nusantara. Laut bukan lagi sebagai pemisah, tetapi sebagai pemersatu bangsa Indonesia.

Berdasarkan Deklarasi Juanda, Indonesia menganut konsep negara kepulauan yang berciri Nusantara (archipelagic state).

Konsep itu kemudian diakui dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (UNCLOS 1982 = United Nations Convention on the Law of the Sea) yang ditandatangani di Montego Bay, Jamaika, tahun 1982. Indonesia kemudian meratifikasi UNCLOS 1982 tersebut dengan menerbitkan UndangUndang Nomor 17 Tahun 1985.

Sejak itu, dunia internasional mengakui Indonesia sebagai negara kepulauan.

Berkat pandangan visioner dalam Deklarasi Djuanda, bangsa Indonesia akhirnya memiliki tambahan wilayah seluas 2.000.000 km2 , termasuk sumber daya alam yang dikandungnya.


Permasalahan bangsa ke depan makin komplek baik dari ideologi, sosial, ekonomi maupun pertahanan keamanan.

Bangsa ini masih banyak pekerjaan rumah untuk menjadi bangsa yang besar dan bermartabat. 

Tantangan yang makin besar ini menuntut seluruh komponen anak bangsa bersatu, bahu-membahu untuk mengejar

ketertinggalan dengan bangsa lain di dunia. 

Setiap jiwa yang lahir di bumi pertiwi harus mempunyai peranan untuk ikut berkontribusi memajukan bangsa sesuai dengan jabatan dan kompetensinya.

Jika bangsa ini terus berseteru di internal, akan sulit untuk unjuk gigi dalam percaturan dunia yang sangat kompetitif.

Konflik hanya akan membuat bangsa ini mengalami perpecahan dan jika dibiarkan, akan mengganggu stabilitas negara.

Pada gilirannya, itu mengguncang keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hal yang harus kita tanggulangi dalam rangka mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah ancaman.

Ancaman adalah setiap upaya dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai mengancam atau membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.

Bagaimana agar keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap terjaga? 

Salah satu caranya adalah kita sebagai warga negara berpartisipasi dalam upaya menjaga keutuhan wilayah dan bangsa Indonesia.

Berpartisipasi artinya turut serta atau terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dapat menjaga keutuhan wilayah dan bangsa Indonesia.

Untuk turut menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, diperlukan sikap-sikap berikut.

Sebagai warga negara Indonesia, kita wajib mempunyai rasa cinta terhadap tanah air. 

Cinta tanah air dan bangsa dapat diwujudkan dalam berbagai hal, antara lain sebagai berikut.

  • Menjaga keamanan wilayah negaranya dari ancaman yang datang dari luar maupun dari dalam negeri.
  • Menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.
  • Mengolah kekayaan alam dengan menjaga ekosistem guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.
  • Rajin belajar guna menguasai ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin untuk diabdikan kepada negara.

Pembinaan persatuan dan kesatuan harus dilakukan di mana pun kita berada: di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa, dan negara.

Tindakan yang menunjukkan usaha membina persatuan dan kesatuan, antara lain sebagai berikut.

  • Menghormati antarsesama manusia.
  • Tidak membeda-bedakan manusia.
  • Menjalin persahabatan antarsuku bangsa.
  • Mempelajari budaya sendiri dan memahami budaya daerah lain.
  • Memperluas pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
  • Mengerti dan merasakan kesedihan dan penderitaan orang lain.

Sikap rela berkorban adalah sikap yang mencerminkan adanya kesediaan dan keikhlasan memberikan sesuatu yang dimiliki untuk orang lain, walaupun akan menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri.

Kerelaan berkorban dalam menjaga keutuhan NKRI dapat dilakukan dengan hal-hal sebagai berikut.

  • Berkorban dengan tenaga atau dengan bekerja.
  • Berkorban dengan menyumbangkan pemikiran bagi keutuhan NKRI.
  • Berkorban untuk menahan diri tidak berbuat sesuatu yang merugikan bangsa dan negara.
  • Berkorban dengan harta yang dimiliki untuk kejayaan bangsa dan negara.

Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi, dan informasi telah mendorong perubahan dalam aspek kehidupan manusia, baik pada tingkat individu, tingkat kelompok, maupun tingkat nasional.

Untuk menghadapi era globalisasi agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dan ditangkap secara tepat, kita memerlukan perencanaan yang matang di antaranya adalah sebagai berikut.

  • Kesiapan SDM, terutama kesiapan dengan pengetahuan yang dimiliki dan kemampuannya.
  • Kesiapan sosial budaya untuk terciptanya suasana yang kompetitif dalam berbagai sektor kehidupan.
  • Kesiapan keamanan, baik stabilitas politik dalam negeri maupun luar negeri /regional.
  • Kesiapan perekonomian rakyat.

Di bidang pertahanan negara, kemajuan tersebut sangat memengaruhi pola dan bentuk ancaman.

Ancaman terhadap kedaulatan negara yang semula bersifat konvensional berkembang menjadi multidimensional (fisik dan nonfisik), baik berasal dari luar negeri maupun dari dalam negeri.

Oleh karena itu, kebijakan strategis penggunaan kekuatan pertahanan diarahkan untuk menghadapi ancaman atau gangguan terhadap keamanan nasional.

Kekuatan pertahanan tidak hanya digunakan untuk menghadapi ancaman, tetapi juga untuk membantu pemerintah dalam upaya pembangunan nasional dan tugas-tugas internasional.


Berikut beberapa sikap dan perilaku mempertahankan NKRI.

• Menjagawilayah dan kekayaan tanah air Indonesia, artinya menjaga seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

• Menciptakan ketahanan nasional, artinya setiap warga negara menjaga keutuhan, kedaulatan negara dan mempererat persatuan bangsa.

• Menghormati perbedaan suku, budaya, agama dan warna kulit. Perbedaan yang ada akan menjadi indah jika terjadi kerukunan, bahkan menjadi sebuah kebanggaan karena merupakan salah satu kekayaan bangsa

• Mempertahankan kesamaan dan kebersamaan, yaitu kesamaan memiliki bangsa, bahasa persatuan, dan tanah air Indonesia, serta memiliki pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Sang Saka Merah Putih. Kebersamaan dapat diwujudkan dalam bentuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

• Memiliki semangat persatuan yang berwawasan Nusantara, yaitu semangat mewujudkan persatuan dan kesatuan di segenap aspek kehidupan sosial, baik alamiah maupun aspek sosial yang menyangkut kehidupan bermasyarakat. Wawasan nusantara meliputi kepentingan yang sama, tujuan yang sama, keadilan, solidaritas, kerja sama, kesetiakawanan terhadap ikrar bersama.

• Menaati peraturan. Salah satu cara menjaga keutuhan Indonesia adalah dengan menaati peraturan. Peraturan dibuat untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.Tujuannya agar Indonesia menjadi lebih baik. Melalui peraturan, Indonesia akan selamat dari kekacauan. Taat kepada undang-undang dan peraturan berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia. Peraturan berlaku baik untuk presiden maupun rakyat biasa, baik tua maupun muda, baik yang kaya maupun yang miskin, baik laki-laki maupun perempuan


iklan tengah