PKN XI BAB 1 Kewajiban Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila

Tentang - Pengertian Hak Asasi Manusia, Pengertian Kewajiban Asasi Manusia, Hak dan Kewajiban Dalam Nilai Dasar Pancasila, Hak dan Kewajiban Dalam Nilai Instrumental Pancasila, Hak dan Kewajiban Dalam Nilai Praksis Pancasila, Penyebab Pelanggaran HAM, Kasus-Kasus Pelanggaran HAM, Upaya Pemerintah dalam Menegakan HAM, Upaya Pencegahan Pelanggaran HAM


Pengertian Hak Asasi Manusia

Secara sederhana hak asasi manusia itu adalah hak dasar manusia menurut kodratnya.

Menurut Undang-Undang RI Nomor 39 tahun 1999, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Jan Materson, anggota Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan BangsaBangsa mengartikan HAM sebagai hak-hak yang melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia.

Dari pengertian tersebut, maka pada hakikatnya dalam HAM terkandung dua makna:

a. HAM merupakan hak alamiah yang melekat dalam diri setiap manusia sejak ia dilahirkan ke dunia. Hak alamiah adalah hak yang sesuai dengan kodrat manusia sebagai insan merdeka yang berakal budi dan berperikemanusiaan.

Tidak ada seorang pun yang diperkenankan merampas hak tersebut dari tangan pemiliknya. Hal ini tidak berarti bahwa HAM bersifat mutlak tanpa pembatasan karena batas HAM seseorang adalah HAM yang melekat pada orang lain. Bila HAM dicabut dari tangan pemiliknya, manusia akan kehilangan eksistensinya sebagai manusia.

b. HAM merupakan instrumen atau alat untuk menjaga harkat dan martabat manusia sesuai dengan kodrat kemanusiannya yang luhur. Tanpa HAM manusia tidak akan dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiannya sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna.

Dibandingkan dengan hak-hak yang lain, hak asasi manusia memiliki ciri-ciri khusus sebagai berikut:

a. Hakiki, artinya hak asasi manusia adalah adalah hak asasi semua umat manusia yang sudah ada sejak lahir.

b. Universal, artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang status, suku bangsa, gender atau perbedaan lainnya.

c. Tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat dicabut atau diserahkan kepada pihak lain.

d. Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, apakah hak sipil dan politik, atau hak ekonomi, sosial dan budaya.

Hak asasi manusia merupakan hak yang dimiliki oleh manusia, yang tidak dapat dilanggar dan dipisahkan.

Hak asasi manusia bersumber pada pokok pikirannya yang terdapat dalam kitab suci yang menyatakan bahwa manusia diciptakan Tuhan dengan hak dan kewajiban yang sama.

Tuhan melarang memperlakukan manusia dengan sewenang-wenang.

Tuhan tidak membeda-bedakan manusia dari warna kulit, kaya dan miskin. Tuhan membedakan manusia dari tingkat keimanan dan ketaqwaannya.

Sebenarnya yang membedakan manusia karena warna kulit, kaya dan miskin adalah manusia itu sendiri.

Dengan demikian, Tuhan sendiri mengakui dan menjamin keberadaan hak asasi manusia tersebut. Pengakuan terhadap hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan penghargaan atau pengakuan terhadap segala potensi dan harga diri manusia menurut kodratnya.

Kendati pun demikian, tidaklah boleh kita lupakan bahwa hakikat tadi tidak hanya mengundang hak untuk menikmati kehidupan secara kodrati.

Sebab dalam hakikat kodrati itupun terkandung kewajiban pada diri manusia tersebut.

Tuhan memberikan kepada manusia sejumlah hak dasar tadi dengan kewajiban membina dan menyempurnakannya


Pengertian Kewajiban Asasi Manusia

Kewajiban secara sederhana dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Dengan demikian, kewajiban asasi dapat diartikan sebagai kewajiban dasar setiap manusia. Ketentuan pasal 1 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan, kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asasi manusia. Hak dan kewajiban asasi merupakan dua hal yang saling berkaitan.

Keduanya memiliki hubungan kausalitas atau hubungan sebab-akibat. Seseorang mendapatkan haknya dikarenakan dipenuhinya kewajiban yang dimiliki.

Misalnya, seorang pekerja mendapatkan upah, setelah dia melaksanakan pekerjaan yang menjadi kewajibannya.

Selain itu, hak yang didapatkan seseorang sebagai akibat dari kewajiban yang dipenuhi oleh orang lain.

Misalnya, seorang pelajar mendapatkan ilmu pengetahuan pada mata pelajaran tertentu, sebagai salah satu akibat dari dipenuhinya kewajiban oleh guru yaitu melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas.

Hak dan kewajiban asasi juga tidak dapat dipisahkan, karena bagaimana pun dari kewajiban itulah muncul hak-hak dan sebaliknya.

Akan tetapi, sering terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang.

Misalnya, setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak, akan tetapi, pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya.

Hal ini disebabkan oleh terjadinya ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada maka akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan.


Hak dan Kewajiban Dalam Nilai Dasar Pancasila 

Nilai dasar berkaitan dengan hakikat kelima sila Pancasila yaitu: nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Nilai-nilai dasar tersebut bersifat universal, sehingga di dalamnya terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai yang baik dan benar.

Nilai dasar ini bersifat tetap dan melekat pada kelangsungan hidup negara.

Hubungan antara hak dan kewajiban asasi manusia dengan Pancasila dapat dijabarkan secara singkat sebagai berikut.

a. Ketuhanan Yang Maha Esa menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk agama, melaksanakan ibadah dan kewajiban untuk menghormati perbedaan agama

b. Kemanusiaan yang adil dan beradab menempatkan hak setiap warga negara pada kedudukan yang sama dalam hukum serta memiliki kewajiban dan hak-hak yang sama untuk mendapat jaminan dan perlindungan hukum.

c. Persatuan Indonesia mengamanatkan adanya unsur pemersatu di antara warga negara dengan semangat gotong royong, saling membantu, saling menghormati, rela berkorban, dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Hal ini sesuai dengan prinsip hak asasi manusia bahwa hendaknya sesama manusia bergaul satu sama lainnya dalam semangat persaudaraan

d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat yang demokratis. Menghargai hak setiap warga negara untuk bermusyawarah mufakat yang dilakukan tanpa adanya tekanan, paksaan, atau pun intervensi yang membelenggu hak-hak partisipasi masyarakat.

e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengakui hak milik perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta memberi kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat


Hak dan Kewajiban Dalam Nilai Instrumental Pancasila

Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai-nilai dasar Pancasila. Nilai instrumental sifatnya lebih khusus dibandingkan dengan nilai dasar.

Dengan kata lain, nilai instrumental merupakan pedoman pelaksanaan kelima sila Pancasila. Perwujudan nilai instrumental pada umumnya berbentuk ketentuan-ketentuan konstitusional mulai dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sampai dengan peraturan daerah.

Hak dan kewajiban asasi manusia juga dijamin dan diatur oleh nilai-nilai instrumental Pancasila. Adapun, peraturan perundang-undangan yang menjamin hak asasi manusia di antaranya sebagai berikut

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terutama Pasal 28 A – 28 J.

b. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Di dalam Tap MPR tersebut terdapat Piagam HAM Indonesia.

c. Ketentuan dalam undang-undang organik, yaitu:

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik. 5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

d. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

e. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah.

1) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat.

f. Ketentuan dalam Keputusan Presiden (Kepres).

1) Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

2) Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan untuk Berorganisasi.

3) Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Medan, dan Pengadilan Negeri Makassar.

4) Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2001 tentang Perubahan Keppres Nomor 53 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

5) Keputusan Presiden Nomor Nomor 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia Tahun 2004 - 2009


Hak dan Kewajiban Dalam Nilai Praksis Pancasila

Nilai praksis merupakan realisasi nilai-nilai instrumental suatu pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.

Nilai praksis Pancasila senantiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan sesuai perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat.

Hal tersebut dikarenakan Pancasila merupakan ideologi yang terbuka

Hak asasi manusia dalam nilai praksis Pancasila dapat terwujud apabila nilai-nilai dasar dan instrumental Pancasila itu sendiri dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari oleh seluruh warga negara.

Hal tersebut dapat diwujudkan apabila setiap warga negara menunjukkan sikap positif dalam kehidupan seharihari.

Adapun, sikap positif tersebut di antaranya dapat kalian lihat dalam tabel di bawah ini


Penyebab Pelanggaran HAM

Dalam kehidupan sehari-hari, kalian tentunya sering mendengar dan melihat peristiwa-peristiwa seperti pembunuhan, perampokan yang disertai pembunuhan, penyiksaan, dan sebagainya.

Selain itu, mungkin saja kalian pernah melihat seorang pembantu rumah tangga yang dicaci maki oleh majikannya karena melakukan sebuah kesalahan, seorang siswa yang dihardik oleh teman-temannya, dan sebagainya.

Semua peristiwa itu merupakan peristiwa pelanggaran HAM. Setiap manusia pasti mempunyai hak asasi, akan tetapi hak asasi yang dimiliki oleh manusia dibatasi oleh hak asasi manusia lainnya.

Dengan demikian, tidak ada seorang pun yang diperbolehkan untuk melanggar hak asasi orang lain. Akan tetapi, dalam kenyataannya manusia suka lupa diri, bahwa di sekitarnya terdapat manusia yang mempunyai kedudukan yang sama dengan dirinya.

Namun dengan ketamakannya, manusia sering melabrak hak asasi sesamanya dengan alasan yang tidak jelas.

Pelanggaran HAM disebabkan oleh faktor-faktor berikut.

a. Faktor internal, yaitu dorongan untuk melakukan pelanggaran HAM yang berasal dari diri pelaku pelanggar HAM, di antaranya sebagai berikut.

1) Sikap egois atau terlalu mementingkan diri sendiri Sikap ini akan menyebabkan seseorang untuk selalu menuntut haknya, sementara kewajibannya sering diabaikan. Seseorang yang mempunyai sikap seperti ini akan menghalalkan segala cara agar supaya haknya dapat terpenuhi, meskipun caranya tersebut dapat melanggar hak orang lain.

2) Rendahnya kesadaran HAM
Hal ini akan menyebabkan pelaku pelanggaran HAM berbuat seenaknya. Pelaku tidak mau tahu bahwa orang lain pun mempunyai hak asasi yang harus dihormati. Sikap tidak mau tahu ini berakibat munculnya perilaku atau tindakan penyimpangan terhadap hak asasi manusia.

3) Sikap tidak toleran
Sikap ini akan menyebabkan munculnya saling tidak menghargai dan tidak menghormati atas kedudukan atau keberadaan orang lain. Sikap ini pada akhirnya akan mendorong orang untuk melakukan diskriminasi kepada orang lain

b. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor di luar diri manusia yang mendorong seseorang atau sekelompok orang melakukan pelanggaran HAM, di antaranya sebagai berikut.

1) Penyalahgunaan kekuasaan
Di dalam masyarakat terdapat berbagai macam kekuasaan. Kekuasaan ini tidak hanya menunjuk pada kekuasaan pemerintah, tetapi juga bentuk-bentuk kekuasaan lain. Salah satu contohnya adalah kekuasaan di dalam perusahaan. Para pengusaha yang tidak memperdulikan hakhak buruhnya jelas melanggar hak asasi manusia. Oleh karena itu, setiap penyalahgunaan kekuasaan mendorong timbulnya pelanggaran HAM.

2) Ketidaktegasan aparat penegak hukum
Aparat penegak hukum yang tidak bertindak tegas terhadap setiap pelanggaran HAM, tentu saja akan mendorong timbulnya pelanggaran HAM lainnya. Penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang tidak tuntas akan menjadi pemicu bagi munculnya kasus-kasus lain. Para pelaku pelanggaran HAM tidak akan merasa jera, karena mereka tidak menerima sanksi yang tegas atas perbuatannya itu. Selain hal tersebut, aparat penegak hukum yang bertindak sewenang-wenang juga dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran HAM dan dapat menjadi contoh yang tidak baik. Hal ini dapat mendorong timbulnya pelanggaran HAM yang oleh masyarakat pada umumnya.

3) Penyalahgunaan teknologi
Kemajuan teknologi dapat memberikan pengaruh yang positif, tetapi bisa juga memberikan pengaruh negatif bahkan dapat memicu timbulnya kejahatan. Kalian tentunya pernah mendengar terjadinya kasus penculikan yang berawal dari pertemanan dalam jejaring sosial. Kasus tersebut menjadi bukti apabila pemanfaatan kemajuan teknologi tidak sesuai aturan, tentu hal ini akan menjadi penyebab timbulnya pelangaran HAM. Selain itu, kemajuan teknologi dalam bidang produksi ternyata dapat menimbulkan dampak negatif, misalnya munculnya pencemaran lingkungan yang bisa mengakibatkan terganggunya kesehatan manusia.

4) Kesenjangan sosial dan ekonomi yang tinggi
Kesenjangan menggambarkan terjadinya ketidakseimbangan yang mencolok di dalam kehidupan masyarakat. Pemicunya adalah perbedaan tingkat kekayaan atau jabatan yang dimiliki. Apabila hal tersebut dibiarkan akan menimbulkan terjadinya pelanggaran HAM, misalnya perbudakan, pelecehan, perampokan bahkan pembunuhan.

Faktor-faktor pelanggaran HAM di atas hanya sebagian kecil saja, tentu saja masih banyak faktor lain yang menjadi pemicu timbulnya pelanggaran HAM.

Oleh karena itu, coba kalian cari faktor-faktor lainnya yang menyebabkan timbulnya pelanggaran HAM dengan membaca berbagai macam sumber seperti dari buku, surat kabar, majalah atau internet.


Kasus-Kasus Pelanggaran HAM

Di Indonesia, meskipun pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundangundangan mengenai HAM namun pelanggaran HAM tetap selalu ada, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat sendiri.

Pelanggaranpelanggaran tersebut merupakan cerminan telah terjadi kelalaian atas pelaksanaan kewajiban asasi manusia.

Padahal, sudah sangat jelas bahwa setiap hak asasi itu disertai dengan kewajiban asasi yaitu kewajiban untuk menghormati hak asasi orang lain dan kewajiban untuk patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berikut ini beberapa contoh kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia.

1. Kerusuhan Tanjung Priok tanggal 12 September 1984. Dalam kasus ini 24 orang tewas, 36 orang luka berat, dan 19 orang luka ringan. Keputusan majelis hakim terhadap kasus ini menetapkan 14 terdakwa seluruhnya dinyatakan bebas.

2. Penyerbuan kantor Partai Demokrasi Indonesia tanggal 27 Juli 1996. Dalam kasus ini lima orang tewas, 149 orang luka-luka, dan 23 orang hilang. Keputusan majelis hakim terhadap kasus ini menetapkan empat terdakwa dinyatakan bebas dan satu orang terdakwa divonis 2 (dua) bulan 10 hari.

3. Penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998. Dalam kasus ini 4 (empat) orang mahasiswa tewas. Mahkamah Militer yang menyidangkan kasus ini memvonis dua terdakwa dengan hukuman 4 (empat) bulan penjara, empat terdakwa divonis 2 - 5 bulan penjara dan sembilan orang terdakwa divonis penjara 3 - 6 tahun.

4. Tragedi Semanggi I pada tanggal 13 November 1998. Dalam kasus ini enam orang mahasiswa tewas. Kemudian terjadi lagi tragedi Semanggi II pada tanggal 24 September 1999 yang mengakibatkan seorang mahasiswa tewas.

5. Penculikan aktivis pada 1997/1998. Dalam kasus ini 23 orang dinyatakan hilang (9 orang di antaranya telah dibebaskan, dan 13 orang belum ditemukan sampai saat ini.).


Upaya Pemerintah dalam Menegakan HAM

Semua negara di dunia sepakat untuk menyatakan penghormatan terhadap nilai-nilai hak asasi manusia yang universal melalui berbagai upaya penegakan HAM.

Akan tetapi, pelaksanaan hak asasi manusia dapat saja berbeda antara satu negara dengan negara lain. Ideologi, kebudayaan, dan nilai-nilai khas yang dimiliki suatu bangsa akan memengaruhi sikap dan perilaku hidup berbangsa.

Misalnya di Indonesia, semua perilaku hidup berbangsa diukur dari kepribadian Indonesia yang tentu saja berbeda dengan bangsa lain.

Bangsa Indonesia dalam proses penegakan HAM tentu saja mengacu pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta peraturan perundang-undangan lainnya.

Dengan kata lain, penegakan HAM di Indonesia tidak berorientasi pada pemahaman HAM liberal dan sekuler yang tidak selaras dengan makna sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Selain mengacu pada peraturan perundang-undangan nasional, proses penegakan HAM di Indonesia juga mengacu kepada ketentuan-ketentuan hukum internasional yang pada dasarnya memberikan wewenang luar biasa kepada setiap negara.

Berkaitan dengan hal tersebut, Idrus Affandi dan Karim Suryadi menegaskan bahwa bangsa Indonesia dalam proses penegakan HAM sangat mempertimbangkan dua hal di bawah ini.

a. Kedudukan negara Indonesia sebagai negara yang berdaulat baik secara hukum, sosial, maupun politik harus dipertahankan dalam keadaan apa pun sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut dalam piagam PBB.

b. Dalam pelaksanaannya, pemerintah harus tetap mengacu kepada ketentuan-ketentuan hukum internasional mengenai HAM. Kemudian menyesuaikan dan memasukkannya ke dalam sistem hukum nasional serta menempatkannya sedemikian rupa sehingga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem hukum nasional.

Pemerintah Indonesia dalam proses penegakan HAM ini telah melakukan langkah-langkah strategis, di antaranya sebagai berikut.

a. Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) 
Komnas HAM dibentuk pada 7 Juni 1993 melalui Keppres Nomor 50 Tahun 1993. Keberadaan Komnas HAM selanjutnya diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asas Manusia pada pasal 75 sampai dengan pasal 99. Komnas HAM merupakan lembaga negara mandiri setingkat lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai lembaga pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM.

Komnas HAM beranggotakan 35 orang yang dipilih oleh DPR berdasarkan usulan Komnas HAM dan ditetapkan oleh presiden.

Masa jabatan anggota Komnas HAM selama lima tahun dan dapat diangkat lagi hanya untuk satu kali masa jabatan. Komnas HAM mempunyai wewenang sebagai berikut.
a. Melakukan perdamaian pada kedua belah pihak yang bermasalah.
b. Menyelesaikan masalah secara konsultasi maupun negosiasi.
c. Menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada pemerintah dan DPR untuk ditindaklanjuti.
d. Memberi saran kepada pihak yang bermasalah untuk menyelesaikan sengketa di pengadilan.

Setiap warga negara yang merasa hak asasinya dilanggar boleh melakukan pengaduan kepada Komnas HAM.

Pengaduan tersebut harus disertai dengan alasan, baik secara tertulis maupun lisan dan identitas pengadu yang benar.

b. Pembentukan Instrumen HAM.
Instrumen HAM merupakan alat untuk menjamin proses perlindungan dan penegakan hak asasi manusia.

Instrumen HAM biasanya berupa peraturan perundang-undangan dan lembaga-lembaga penegak hak asasi manusia, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Pengadilan HAM.

Instrumen HAM yang berupa peraturan perundang-undangan dibentuk untuk menjamin kepastian hukum serta memberikan arahan dalam proses penegakan HAM.

Adapun peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk mengatur masalah HAM sebagai berikut.

1) Pada amandemen kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditetapkan satu bab tambahan dalam batang tubuh yaitu bab XA yang berisi mengenai hak asasi manusia, melengkapi pasal-pasal yang lebih dahulu mengatur mengenai masalah HAM.

2) Dalam Sidang Istimewa MPR 1998 dikeluarkan Ketetapan MPR mengenai hak asasi manusia yaitu TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998.

3) Ditetapkannya Piagam HAM Indonesia pada tahun 1998.

4) Diundangkannya Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang diikuti dengan dikeluarkannya Perpu Nomor 1 Tahun 1999 tentang pengadilan HAM yang kemudian ditetapkan menjadi sebuah undang-undang, yaitu Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

5) Ditetapkannya peraturan perundang-undangan tentang perlindungan anak yaitu:
a) Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,
b) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan
c) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak

6) 0eratifkasi instrumen +$0 internasiRnal selama tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. ,nstrumen +$0 internasiRnal yang diratifkasi di antaranya sebagai berikut.

a. .RnYensi -eneZa 12 $gustus 19 9. 7elah diratifkasi dengan 8ndangUndang RI Nomor 59 Tahun 1958.

b. Konvensi Tentang Hak Politik Kaum Perempuan (Convention of Political Rights of Women). 7elah diratifkasi dengan 8ndang-8ndang R, 1RmRr 68 Tahun 1958.

c. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elmination of Discrimination againts Women). 7elah diratifkasi dengan 8ndang-8ndang R, 1RmRr 7 7ahun 1984.

d. Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child). Telah diratifkasi dengan .eputusan Presiden 1RmRr 36 7ahun 1990.

e. Konvensi Pelarangan Pengembangan, Produksi dan Penyimpanan Senjata Biologis dan beracun serta pemusnahannya (Convention on the Prohibition of the Development, Production and Stockpilling of Bacteriological (Biological) and Toxin Weapons and on their Destruction). Telah diratifkasi dengan .eputusan Presiden 1RmRr 7ahun 1991.

f. Konvensi Internasional terhadap Anti Apartheid dalam Olahraga (International Convention Againts Apartheid in Sports). 7elah diratifkasi dengan Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 1993.

g. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or degreeling Treatment or Punishment). 7elah diratifkasi dengan 8ndang-8ndang R, Nomor 5 Tahun 1998.

h. Konvensi Organisasi Buruh Internasional Nomor 87 Tahun 1998 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (ILO Convention No. 87, 1998 Concerning Freedom of Association and Protection of the Rights to Organise). 7elah diratifkasi dengan .eputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998.

i. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial (Convention on the Elemination of Racial Discrimination). Telah diratifkasi dengan 8ndang-8ndang R, 1RmRr 29 7ahun 1999.

j. Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights). 7elah diratifkasi dengan 8ndangUndang RI Nomor 11 tahun 2005.

k. Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights.) Telah diratifkasi dengan 8ndang-8ndang R, 1RmRr 12 tahun 200 .

c. Pembentukan Pengadilan HAM 
Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000. Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat yang diharapkan dapat melindungi hak asasi manusia, baik perseorangan maupun masyarakat.

Pengadilan HAM menjadi dasar bagi penegakan, kepastian hukum, keadilan dan perasaan aman, baik perseorangan maupun masyarakat.

Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat.

Di samping itu, berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang dilakukan oleh warga negara Indonesia dan terjadi di luar batas teritorial wilayah Indonesia.


Upaya Pencegahan Pelanggaran HAM

Mencegah lebih baik daripada mengobati. Pernyataan itu tentunya sudah sering kalian dengar. Pernyataan tersebut sangat relevan dalam proses penegakan HAM.

Tindakan terbaik dalam penegakan HAM adalah dengan mencegah timbulnya semua faktor penyebab pelanggaran HAM.

Apabila faktor penyebabnya tidak muncul pelanggaran HAM pun dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan. Berikut ini tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kasus pelanggaran HAM.

1) Menegakkan supremasi hukum dan demokrasi. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.

2) Meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran HAM oleh pemerintah.

3) Meningkatkan pengawasan dari masyarakat dan lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah.

4) Meningkatkan penyebarluasan prinsip-prinsip HAM kepada masyarakat melalui lembaga pendidikan formal (sekolah/perguruan tinggi) maupun non-formal (kegiatan-kegiatan keagamaan dan kursus-kursus). Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara.

5) Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam masyarakat agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing

2. Membangun Harmonisasi Hak dan Kewajiban Asasi Manusia 
Hak dan kewajiban asasi manusia merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Seseorang tidak dapat menikmati hak yang dimilikinya, sebelum memenuhi apa yang yang menjadi kewajibannya.

Misalnya, dalam proses pembelajaran di sekolah, kalian tidak akan mendapatkan pemahaman yang baik dalam sebuah pelajaran apabila tugas-tugas dalam mata pelajaran tersebut tidak kalian kerjakan. Kemudian, seorang pekerja tidak akan mendapatkan kenaikan upah apabila tidak menampilkan kinerja yang baik.

Dengan demikian, dapat dipastikan antara hak asasi dan kewajiban asasi dalam perwujudannya harus diharmonisasikan atau diseimbangkan oleh setiap orang. Bagaimana caranya mengharmonisasikan hak dan kewajiban asasi dalam kehidupan sehari-hari?

Salah satu cara untuk mengharmonisasikan hak dan kewajiban asasi manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan menghindarkan diri kita dari sikap egois atau terlalu mementingkan diri sendiri.

Sikap egois dapat menyebabkan seseorang untuk selalu menuntut haknya, sementara kewajibannya sering diabaikan.

Seseorang yang mempunyai sikap egois akan menghalalkan segala cara agar haknya dapat terpenuhi, meskipun caranya dapat melanggar hak orang lain.

Upaya untuk mengharmonisasikan hak dan kewajiban asasi manusia merupakan salah satu bentuk dukungan terhadap penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah.

Sebagai warga negara dari bangsa dan negara yang beradab sudah sepantasnya sikap dan perilaku kita mencerminkan sosok manusia beradab yang selalu menghormati keberadaan orang lain secara kaffah. 

iklan tengah