Sejarah Indonesia XI BAB 6 Indonesia Merdeka

Coba kamu amati gambar bom atom di atas! Di manakah bom atom tersebut meletus? Siapa yang melakukan pengeboman? Bagaimana korban akibat letusan bom atom tersebut?

Bom atom yang diledakkan di dua kota di Jepang yakni Hirosima dan Nagasaki menyebabkan ratusan ribu penduduk Jepang meninggal dunia dan ratusan ribu lainnya mengalami kecacatan.

Kerugian material tidak terhitung jumlahnya.Bahkan sampai sekarang dampak terjadinya bom atom masih dirasakan masyarakat Jepang.

Kerusakan dan dampak korban yang sangat mengerikan tersebut mendorong masyarakat dunia sepakat untuk tidak menggunakan senjata tersebut dalam berbagai peperangan.

Dua bom atom tersebut telah meluluhlantakkan kota Hiroshima dan Nagasaki. Coba kamu bayangkan bagaimana seandainya ada 1000 bom atom yang diledakkan?

Sangat mungkin masyarakat akan menyebut sebagai peristiwa “kiamat” karena makhluk di dunia bisa jadi sebagian besar menjadi korban.

Tetapi harus kita yakini bahwa kiamat yang sesungguhnya berada di tangan Tuhan Yang Maha Kuasa. Siapa yang menjatuhkan kedua bom atom tersebut?

Amerika Serikat yang menjatuhkan kedua bom atom pada dua kota di Jepang pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945. Mengapa Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Jepang?

Perang Dunia II yang berkecamuk sejak tahun 1939 telah menyebabkan kedua kelompok yakni Sekutu dan negaranegara fasis saling menyerang dengan menggunakan senjata pemusnah dan kerusakan massal.

Korban dan kerugian kedua belah pihak tidak terhitung jumlahnya. Jutaan manusia meninggal dunia akibat Perang Dunia II tersebut.

Sebagian besar dari mereka adalah masyarakat sipil yang bukan merupakan tentara perang. Keinginan Amerika Serikat untuk segera menyelesaikan perang dilakukan dengan mengirimkan pesawat pembawa bom atom ke Jepang.

Pada tanggal 6 Agustus 1945, bom atom pertama diledakkan di kota Hirosihma, sementara pada tanggal 9 Agustus 1945 bom atom dijatuhkan di kota Nagasaki.

Digambarkan oleh masyarakat yang selamat di kedua kota tersebut, bahwa ledakan bom atom seperti gunung api yang jatuh ke bumi.

Tiba-tiba langit terang seperti ada kilat, disusul berbagai benda berhamburan terbang.

Bersamaan itu berbagai makhluk hidup meregang nyawa, kehilangan anggota badan, bahkan hancur berkeping-keping. Dua kota Jepang luluh lantak.

Kehancuran Kota Hiroshima dan Nagasaki telah menjatuhkan semangat dan martabat bangsa Jepang. Mereka tidak dapat menutup mata, bahwa Sekutu lebih unggul dalam persenjataan.

Apabila perang dilanjutkan, Jepang akan lebih hancur. Akhirnya, Kaisar Jepang memutuskan untuk menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.

Penyerahan Jepang kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945 inilah yang menandai berakhirnya Perang Dunia (PD) II.

Sebenarnya tanda-tanda kekalahan Jepang dalam PD II sudah terlihat sejak tahun 1943 dengan berhasil direbutnya beberapa wilayah oleh Sekutu.

Pengeboman Hiroshima dan Nagasaki merupakan faktor pemicu Jepang harus menyerah. Bagaimana kondisi bangsa Indonesia pada saat Jepang kalah dari Sekutu?

Dalam posisi semakin terjepit dalam perang melawan Sekutu, Jepang terpaksa memberi janji kemerdekaan kepada bangsa Indonesia.

Komando Tentara Jepang wilayah Selatan, pada bulan Juli 1945 menyepakati dan akan memberikan kemerdekaan Indonesia tanggal 7 September 1945.

Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jenderal Terauchi menyetujui pembentukan Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang tugasnya melanjutkan pekerjaan BPUPKI. Lembaga PPKI ini diketuai oleh Ir. Sukarno dengan wakil Drs. Moh. Hatta.

Panitia persiapan atau PPKI itu beranggotakan 21 orang dan semuanya orang Indonesia yang berasal dari berbagai daerah.
Jawa 12 wakil
Wakil Sumatera 3 wakil
Sulawesi 2 wakil
Wakil Kalimantan 1 wakil
Wakil
Sunda Kecil 1 wakil
Wakil Maluku 1 wakil
Wakil dan golongan penduduk Cina 1 wakil

Jenderal Terauchi pada tanggal 9 Agustus 1945 memanggil Sukarno, Moh. Hatta, dan Rajiman Wedyodiningrat untuk pergi ke Dalat, Saigon. Saigon adalah salah satu pusat tentara Jepang.

Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jenderal Terauchi mengucapkan selamat kepada Sukarno dan Moh.Hatta sebagai ketua dan wakil ketua PPKI.

Kemudian Terauchi menegaskan bahwa Jepang akan menyerahkan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia.

Sukarno, Moh. Hatta, dan Rajiman Wedyodiningrat pulang kembali ke Jakarta pada tanggal 14 Agustus.

Pada masa-masa inilah terjadi peristiwa yang dramatis di wilayah Indonesia. Walaupun alat komunikasi pada masa tersebut dikuasai Jepang, namun para tokoh perjuangan berhasil mengakses berbagai informasi dunia dengan berbagai cara.

Radio sebagai alat yang paling berperan pada masa tersebut telah disegel oleh Jepang.

Siaran radio sudah lama menjadi kekuasaan Jepang, untuk menerima siaran radio luar negeri pun masyarakat Indonesia tidak diizinkan.

Hal ini disebabkan oleh ketakutan Jepang apabila bangsa Indonesia mengetahui perkembangan perang yang menunjukkan Jepang semakin terjepit.

Namun, para tokoh pergerakan tidak kurang akal.

Mereka berhasil menyembunyikan beberapa radio gelap yang dapat digunakan untuk mendengarkan berbagai siaran radio luar negeri seperti BBC London.

Hari-hari menjelang tanggal 15 Agustus 1945 merupakan hari yang menegangkan bagi bangsa Jepang dan bangsa Indonesia.

Bagi bangsa Jepang, tanggal tersebut merupakan titik akhir nyali mereka dalam melanjutkan PD II.

Menyerah kepada Sekutu adalah pilihan yang sangat pahit tetapi harus dilakukan. Bagi bangsa Indonesia, tanggal tersebut justru menjadi kesempatan baik untuk mempercepat proklamasi kemerdekaan.

Inilah yang menjadi pemikiran utama para pemuda atau sering disebut Golongan Muda kaum pergerakan Indonesia.

Para pemuda berpikir, bahwa menyerahnya Jepang kepada Sekutu, berarti di Indonesia sedang kosong kekuasaan.

Proklamasi dipercepat adalah pilihan yang tepat, sekaligus tanpa campur tangan Jepang. Para pejuang terutama kaum muda yang melancarkan gerakan “bawah tanah” segera mengetahui berita penyerahan Jepang itu.

Para pemuda mendesak para tokoh senior untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sutan Syahrir yang merupakan tokoh pemuda yang aktif dalam “gerakan bawah tanah” telah mengetahui berita penyerahan Jepang kepada Sekutu dari siaran radio.

Oleh karena itu, ia segera menemui Moh. Hatta di kediamannya. Syahrir mendesak agar Sukarno dan Moh.Hatta segera memerdekakan Indonesia.

Kira-kira pukul 14.00 Syahrir berhasil menemui Bung Hatta yang baru saja datang dari Dalat, Saigon. Syahrir menyampaikan informasi tentang menyerahnya Jepang kepada Sekutu.

Oleh karena itu, agar Sukarno dan Moh.Hatta mau menyatakan kemerdekaan.

Namun Hatta tidak bersedia dan akan membicarakan dengan Bung Karno. Oleh karena itu, Bung Hatta dan Syahrir pergi ke kediaman Bung Karno.

Syahrir menyampaikan hal yang sama saat bertemu Moh. Hatta, agar Bung Karno dan Bung Hatta mau memerdekaan Indonesia karena Jepang telah menyerah.

Tetapi Bung Karno belum bersedia sambil mencari kebenaran berita tentang menyerahnya Jepang pada Sekutu.

Mengapa Sukarno dan Hatta menolak segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia?

Sebagai tokoh-tokoh yang demokratis, tahu hak dan kewajiban selaku pemimpin, kedua tokoh itu berpendapat bahwa untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, perlu dibicarakan dengan PPKI agar tidak menyimpang dari ketentuan.

Akan tetapi, para pemuda berpendapat bahwa proklamasi Kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan oleh kekuatan bangsa sendiri, bukan oleh PPKI. Menurut para pemuda, PPKI itu buatan Jepang.

Pemuda berharap kemerdekaan yang dilakukan adalah kemerdekaan yang dilakukan oleh bangsa sendiri, bukan karena jasanya Jepang.

Hari Rabu tanggal 15 Agustus 1945 sekitar pukul 21.30 WIB, para pemuda yang dipimpin Wikana, dan Darwis datang di rumah Sukarno di Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Wikana dan Darwis memaksa Sukarno untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia.

Para pemuda mendesak agar proklamasi malam ini dapat dilaksanakan paling lambat tanggal 16 Agustus 1945. Sambil menimang-nimang senjata Wikana berucap dan bernada ancaman.

Wikana :“Bung … Apabila Bung Karno tidak mengumumkan kemerdekaan malam ini juga, besok akan terjadi pertumpahan darah” 

Sukarno bangkit dari duduk dan nampak marah kemudian berjalan menuju Wikana nyawa saya malam ini juga, jangan menunggu sampai besok berdiri. 

Sukarno membuka krah baju sambil berucap: Sukarno: Ini gorok leher saya, seretlah saya ke pojok itu, sudahilah ”Saya tidak bisa melepas tanggung jawab saya sebagai ketua PPKI, karena itu akan saya tanyakan kepada wakil-wakil PPKI besok”.

Wikana terperanjat setelah melihat sikap dan bentakan Bung Karno. Suasana rumah Bung Karno semakin tegang.

Hal ini juga disaksikan antara lain oleh Moh. Hatta, dr. Buntaran, Ahmad Subarjo, dan lwa Kusumasumantri.

Para pemuda gagal memaksa Sukarno dan golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.

Para pemuda kemudian meninggalkan rumah kediaman Bung Karno.

Bung Karno kemudian meminta Bung Hatta untuk mengundang para anggota PPKI pada pagi tanggal 16 Agustus 1945 untuk rapat membahas keadaan terakhir Indonesia dan persiapan untuk kemerdekaan Indonesia

Para pemuda malam itu sekitar pukul 24.00 tanggal 15 Agustus mengadakan pertemuan di Jl Cikini 71 Jakarta.

Para pemuda yang hadir, antara lain Sukarni, Wikana, Yusuf Kunto, Chaerul Saleh, dan Shodanco Singgih. Mereka sepakat untuk membawa Sukarno dan Moh. Hatta ke luar kota.

Tujuannya, agar kedua tokoh ini jauh dari pengaruh Jepang dan bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Para pemuda juga sepakat menunjuk Shodanco Singgih untuk memimpin pelaksanaan rencana tersebut.

Untuk melaksanakan tugas, Singgih mendapat pinjaman beberapa perlengkapan dari markas Peta di Jaga Monyet.

Waktu itu yang piket di markas Peta adalah Latif Hendraningrat.Singgih disertai pengemudi, Sampun dan penembak mahir Sutrisno bersama Sukarni, Wikana, dan dr. Muwardi menuju ke rumah Moh.Hatta.

Singgih secara singkat minta kesediaan Moh. Hatta untuk ikut ke luar kota. Moh. Hatta menuruti kehendak para pemuda itu.

Rombongan kemudian menuju ke rumah Sukarno. Tiba di rumah Sukarno, keluarga Sukarno baru saja makan sahur.

Setelah permisi, Singgih masuk rumah dan meminta agar Sukarno ikut pergi ke luar kota saat itu juga. Sukarno setuju, asal Fatmawati, Guntur (waktu itu berusia sekitar delapan bulan) dan Moh.Hatta ikut serta.

Pemuda pun mengiyakan permintaan Sukarno. Tanggal 16 Agustus sekitar pukul 04.00 pagi rombongan Sukarno, Moh.Hatta, dan para pemuda menuju ke arah timur.

Pemuda tetap merahasiakan kemana tujuan rombongan Sukarno ini mau dibawa pergi, Ternyata rombongan ini akan dibawa ke Rengasdengklok.

Dipilihnya daerah Kawedanan Rengasdengklok, karena daerah itu terpencil yaitu 15 km dari Kedunggede, Karawang.

Selain itu, juga ada hubungan baik antara Daidan Peta Purwakarta dan Daidan Jakarta, sehingga dari segi keamanan terjamin.

Pagi hari rombongan Sukarno sampai di Rengasdengklok. Mereka diterima oleh Shodanco Subeno dan Affan.

Mereka ditempatkan di rumah keluarga Tionghoa, Djiau Kie Siong yang simpati pada perjuangan bangsa Indonesia.

Sehari di Rengasdengklok, para pemuda ternyata gagal memaksa Sukarno untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia lepas dari campur tangan Jepang.

Namun, ada gelagat yang ditangkap oleh Singgih bahwa Sukarno bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia kalau sudah kembali ke Jakarta.

Melihat tanda-tanda bahwa Sukarno bersedia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, maka sekitar pukul 10.00 bendera Merah Putih dikibarkan di halaman Kawedanan Rengasdengklok. Jakarta berada dalam keadaan tegang karena tanggal 16 Agustus 1945 seharusnya diadakan pertemuan PPKI, tetapi Sukarno dan Moh. Hatta tidak ada di tempat.

Ahmad Subarjo segera mencari kedua tokoh tersebut. Akhirnya setelah terjadi kesepakatan dengan Wikana, Ahmad Subarjo ditunjukkan dan diantarkan ke Rengasdengklok oleh Yusuf Kunto.

Subeno : “Apa proklamasi dapat dilakukan sebelum tengah malam nanti” 

Subardjo : “Tidak mungkin. Sekarang sudah sekitar jam delapan (malam). Kami masih harus kembali ke Jakarta, lalu mengundang para anggota badan Persiapan Kemerdekaan untuk rapat kilat. Itu minta banyak waktu. Kami khawatir harus bekerja semalam suntuk untuk menyelesaikannya” 

Subeno : “Bagaimana kalau jam enam besok pagi” 

Subardjo : “Saya akan berusaha sekuat tenaga agar dapat selesai jam enam pagi”, tetapi sekitar tengah hari besok pasti sudah beres” 

Subeno : “Kalau tidak bagaimana?” 

Subardjo : “ Mayor, kalau semua gagal. Besok siang tanggal 17 Agustus jam 12.00 belum terjadi Proklamasi, jaminannya saya, sayalah yang bertanggung jawab, tembak matilah saya

Ahmad Subarjo tiba di Rengasdengklok pukul 17.30 WIB untuk menjemput Sukarno dan rombongan.

Namun kecurigaan para pemuda terhadap Ahmad Subardjo pun masih terjadi.

Apakah, kalau Sukarno dan Hatta kembali ke Jakarta, proklamasi kemerdekaan akan bisa terlaksana. Terjadilah dialog antara Subeno selaku komandan Peta Rengasdengklok dengan Ahmad Subardjo.

Dengan jaminan itu, maka Shodanco Subeno mewakili para pemuda mengizinkan Subardjo untuk bertemu dan membawa pulang bersama Ir. Sukarno, Drs. Moh.Hatta, dan rombongan kembali ke Jakarta.

Petang itu juga Sukarno dan rombongan kembali ke Jakarta. Dengan demikian berakhirlah peristiwa Rengasdengklok.

Bagaimana setelah para pemuda melepas para tokoh golongan tua tersebut?

Rombongan Sukarno setelah mengantar pulang Fatmawati dan Guntur, menuju ke rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol no. 1.

Setelah tiba di Jl. Imam Bonjol No. 1, lalu Sukarno dan Moh.Hatta diantarkan Laksamana Maeda menemui Gunseikan Mayor Jenderal Hoichi Yamamoto (Kepala Pemerintahan Militer Jepang).

Akan tetapi, Gunseikan menolak menerima Sukarno-Hatta pada tengah malam.

Dengan ditemani oleh Maeda, Shigetada Nishijima dan Tomegoro Yoshizumi serta Miyoshi sebagai penterjemah, mereka pergi menemui Somubuco Mayor Jenderal Otoshi Nishimura (Direktur/ Kepala Departemen Umum Pemerintahan Militer Jepang), dengan maksud untuk menjajaki sikapnya terhadap pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Sukarno menyampaikan bahwa akan mengadakan rapat PPKI untuk membahas persiapan pelaksanaan proklamasi kemerdekaan. Pada pertemuan antara Sukarno-Hatta dengan Nishimura ini tidak dicapai kata sepakat.

Di satu pihak Sukarno- Hatta bertekad untuk melangsungkan rapat PPKI yang pada pagi hari tanggal 16 Agustus 1945 itu tidak jadi diadakan karena mereka dibawa ke Rengasdengklok.

Mereka menekankan kepada Nishimura bahwa Jenderal Besar Terauchi telah menyerahkan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia kepada PPKI.

Di lain pihak Nishimura menegaskan garis kebijakan Panglima Tentara ke-XVI di Jawa, bahwa dengan menyerahnya Jepang kepada Sekutu berlaku ketentuan bahwa tentara Jepang tidak diperbolehkan lagi mengubah status quo.

Berdasarkan garis kebijaksanaan itu, Nishimura melarang Sukarno-Hatta untuk mengadakan rapat PPKI dalam rangka pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan.

Sampailah Sukarno-Hatta pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi untuk membicarakan soal kemerdekaan Indonesia dengan pihak Jepang.

Mereka hanya berharap pihak Jepang supaya tidak menghalanghalangi pelaksanaan Proklamasi oleh rakyat Indonesia sendiri.

Rombongan Sukarno segera kembali ke rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1. Para tokoh-tokoh nasionalis berkumpul di rumah Maeda untuk merumuskan teks proklamasi.

Di rumah Maeda, hadir para anggota PPKI, para pemimpin pemuda, para pemimpin pergerakan, dan beberapa anggota Chuo Sangi In yang ada di Jakarta. Mereka berjumlah 40 - 50 orang

Rumah Laksamana Maeda itu dianggap aman dari kemungkinan gangguan yang sewenangwenang dari anggota-anggota Rikugun (Angkatan Darat Jepang/ Kampeitai) yang hendak menggagalkan usaha bangsa Indonesia untuk mengumumkan Proklamasi Kemerdekaannya.

Oleh karena Laksamana Maeda adalah Kepala Perwakilan Kaigun, maka rumahnya merupakan extra territorial, yang harus dihormati oleh Rikugun.

Selain itu, Laksamana Maeda sendiri memiliki hubungan yang akrab dengan para pemimpin bangsa Indonesia, dan Maeda juga simpatik terhadap gerakan kemerdekaan Indonesia, maka rumah beliau direlakan menjadi tempat pertemuan para pemimpin bangsa Indonesia untuk berunding dan merumuskan naskah/teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Setelah pertemuan dengan Nishimura itu dianggap cukup, Sukarno dan Hatta kembali ke rumah Maeda.

Setelah berbicara sebentar dengan Sukarno, Moh.Hatta dan Ahmad Subarjo, Laksamana Maeda minta diri untuk beristirahat dan mempersilakan para pemimpin Indonesia berunding sampai puas di rumahnya.

Di ruang makan Maeda, dirumuskanlah naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Ketika peristiwa itu berlangsung Maeda tidak hadir, tetapi Miyoshi sebagai orang kepercayaan Nishimura bersama Sukarni, Sudiro, dan B.M. Diah menyaksikan Sukarno, Hatta, dan Ahmad Subarjo membahas perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Sukarno pertama kali menuliskan kata pernyataan “Proklamasi”. Sukarno kemudian bertanya kepada Moh. Hatta dan Ahmad Subarjo.“

Bagaimana bunyi rancangan pada draf pembukaan UUD?” Kedua orang yang ditanya pun tidak ingat persis.

Ahmad Subarjo kemudian menyampaikan kalimat “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”.

Moh. Hatta menambahkan kalimat: “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempoh yang sesingkat-singkatnya”. Sukarno menuliskan, “Jakarta, 17-8- ’05 Wakil-wakil bangsa Indonesia”, sebagai penutup.

Mereka semua sepakat tentang draf itu.

Pukul 04.00 WIB dini hari, Sukarno minta persetujuan dan minta tanda tangan kepada semua yang hadir sebagai wakil-wakil bangsa Indonesia.

Para pemuda menolak dengan alasan sebagian yang hadir banyak yang menjadi kolaborator Jepang.

Sukarni mengusulkan agar teks proklamasi cukup ditandatangani dua orang tokoh, yakni Sukarno dan Moh. Hatta, atas nama bangsa Indonesia. Usul Sukarni diterima.

Dengan beberapa perubahan yang telah disetujui, maka konsep itu kemudian diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik.
Berikut naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, baik yang diketik oleh Sayuti Melik.

Coba kamu perhatikan Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang sudah diketik Sayuti Melik dengan naskah yang dikonsep dengan tulis tangan.
Keterangan: naskah diatas sudah mengalami perubahan sesuai dengan persetujuan dalam rapat.

Naskah Proklamasi: Beberapa perubahan yang dimaksud, yaitu kata tempoh diganti dengan kata tempo. Penulisan tanggal, bulan, dan tahun yang semula Jakarta, 17-8-’05 diubah menjadi Jakarta, hari 17 bulan 8 tahun ‘05. (Tahun 05 adalah singkatan dari tahun Jepang Sumera, yakni tahun 2605 yang bertepatan dengan tahun 1945 Masehi). Kata-kata Wakil-wakil bangsa Indonesia diganti dengan kata-kata Atas nama bangsa Indonesia. Teks proklamasi diketik kemudian ditandatangani oleh Sukarno dan Moh. Hatta. Naskah inilah yang kemudian diketik Sayuti Melik itu disebut teks proklamasi yang otentik

Teks Proklamasi yang hanya beberapa kalimat itu memiliki makna yang luar biasa dalam konteks jalinan kerja masa atau persatuan yang kokoh. Kata “Proklamasi” andil Bung Karno.

Kalimat “Kami bangsa Indonesia dengan menyatakan kemerdekaan Indonesia” dinyatakan oleh Ahmad Subarjo.

Kalimat “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dll. Diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkat” andil Bung Hatta. Kalimat “Atas nama Bangsa Indonesia, Sukarno-Hatta” usulan Sukarni.

Demikian pertemuan dini hari itu menghasilkan naskah Proklamasi. Agar seluruh rakyat Indonesia mengetahuinya, naskah itu harus disebarluaskan.

Timbullah persoalan tentang bagaimana caranya naskah tersebut disebarluaskan ke seluruh Indonesia.

Sukarni mengusulkan agar naskah tersebut dibacakan di Lapangan Ikada, yang telah dipersiapkan bagi berkumpulnya masyarakat Jakarta untuk mendengar pembacaan naskah Proklamasi.

Tetapi Sukarno tidak setuju, karena tempat itu adalah tempat umum yang dapat memancing bentrokan antara rakyat dengan militer Jepang.

Beliau sendiri mengusulkan agar Proklamasi dilakukan di rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No.56.

Usul tersebut disetujui dan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akan dibacakannya bersama Hatta di tempat itu pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00.WIB di tengah-tengah bulan Ramadhan (bulan Puasa).

TULISANN

TULISANN
TULISANN

Kita sadar bahwa proklamasi kemerdekaan bukan perjuangan orang per orang, tetapi perjuangan seluruh bangsa Indonesia.

Kita perlu memahami perjuangan mereka, karena mereka berjuang untuk bangsa Indonesia, yang berarti untuk kehidupan kita sekarang dan generasi penerus bangsa Indonesia.

Dengan memahami bagaimana mereka berjuang, akan memberikan inspirasi kepada kita untuk menghargai mereka dan mendorong kita berjuang lebih giat untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan.

Untuk menghitung satu demi satu para pahlawan sekitar proklamasi kemerdekaan tidaklah mungkin. Oleh karena itu, kita akan melacak sebagian tokoh yang terlibat dalam perjuangan proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia.

Siapa saja para tokoh yang berjuang dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia? Bagaimana peran mereka dalam perjuangan proklamasi kemerdekaan?

Nilai apa yang pantas kita amalkan dari semangat perjuangan para tokoh tersebut? Mari kita telusuri melalui kajian di bawah ini!

Peran Sang Proklamator

1. Ir. Sukarno
Sukarno atau Bung Karno, lahir di Surabaya tanggal 6 Juni 1901. Sudah aktif dalam berbagai pergerakan sejak menjadi mahasiswa di Bandung. Tahun 1927, bersama kawankawannya mendirikan PNI.

Oleh karena perjuangannya, ia seringkali keluar-masuk penjara. Kemudian pada zaman Jepang, ia pernah menjadi ketua Putera, Chuo Sangi In dan PPKI, serta pernah menjadi anggota BPUPKI.

Begitu tiba di tanah air, dari perjalanannya ke Saigon, Sukarno menyampaikan pidato singkat. Isi pidato itu antara lain, pernyataan bahwa Indonesia sudah merdeka sebelum jagung berbunga. Hal ini semakin membakar semangat rakyat Indonesia.

Bersama Moh. Hatta, Sukarno menjadi tokoh sentral yang terus didesak oleh para pemuda agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, sampai akhirnya ia harus diungsikan ke Rengasdengklok.

Sepulangnya dari Rengasdengklok ia bersama Moh. Hatta dan Ahmad Subarjo merumuskan teks proklamasi, dan menuliskannya pada secarik kertas.

Sukarno bersama Moh. Hatta diberi kepercayaan untuk menandatangani teks proklamasi tersebut.

Tanggal 17 Agustus 1945, peranan Sukarno semakin penting. Secara tidak langsung ia terpilih menjadi tokoh nomor satu di Indonesia.

Sukarno dengan didampingi Moh. Hatta, diberi kepercayaan membacakan teks proklamasi sebagai pernyataan Kemerdekaan Indonesia.

Oleh karena itu, Sukarno dikenal sebagai pahlawan proklamator. Sukarno wafat pada tanggal 21 Juni 1970 dan dimakamkan di Blitar

2. Drs. Moh. Hatta 
Tokoh lain yang sangat penting dalam berbagai peristiwa sekitar proklamasi adalah Drs. Moh. Hatta. la dilahirkan di Bukittinggi tanggal 12 Agustus 1902.

Sejak menjadi mahasiswa di luar negeri, ia sudah aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia menjadi salah seorang pemimpin dan ketua Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda. Setelah di tanah air, ia aktif di PNI bersama Bung Karno.

Setelah PNI dibubarkan, Hatta aktif di PNI Baru. Pada masa pendudukan Jepang, ia menjadi salah seorang pemimpin PUTERA, menjadi anggota BPUPKI dan wakil ketua PPKI.

Saat menjabat sebagai wakil PPKI, Moh. Hatta dan Sukarno menjadi dwi tunggal yang sulit dipisahkan. Bersama Bung Karno, ia juga pergi menghadap Terauchi di Saigon.

Setelah pulang, Moh.Hatta menjadi salah satu tokoh sentral yang terus didesak para pemuda agar bersama Sukarno bersedia menyatakan proklamasi Indonesia secepatnya.

Moh. Hatta melibatkan diri secara langsung dan ikut andil dalam perumusan teks proklamasi. la juga ikut menandatangani teks proklamasi.

Pada peristiwa detik-detik proklamasi, Moh. Hatta tampil sebagai tokoh nomor dua dan mendampingi Bung Karno dalam pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaa Indonesia.

Oleh karena itu, ia juga dikenal sebagai pahlawan proklamator. la wafat pada tanggal 14 Maret 1980, dimakamkan di pemakaman umum Tanah Kusir Jakarta.

TULISANN

iklan tengah