Bagaimana sejarah kerajaan Medang?

Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Ibu kotanya terletak di dekat Jombang di tepi Sungai Brantas.

Selanjutnya, Mpu Sindok ini mendirikan dinasti baru bernama dinasti Isyana menggantikan dinasti Syailendra.

Sumber sejarah yang berkenaan dengan kerajaan Medang di Jawa Timur antara lain Prasasti Pucangan, prasasti Anjukladang dan Pradah, prasasti Limus, prasasti Sirahketing, prasasti Wurara, prasasti Semangka, prasasti Silet, prasasti Turun Hyang, dan prasasti Ganhakuti. Sumber lain adalah berita dari India dan Cina.

Pendiri kerajaan Mataram (di Jawa Timur) adalah Mpu Sindok sekaligus sebagai raja pertama dengan gelar Sri Maharaja Hino Sri Isana Wikrama Dharmatunggadewa.

Mpu Sindok memerintah tahun 929-948 M. Setelah Mpu Sindok meninggal, ia digantikan oleh anak perempuannya bernama SriIsyanatunggawijaya.

Ia menikah dengan Sri Lokapala dan dikaruniai seorang putra bernama Sri Makutawang yang kemudian naik takhta menggantikan ibunya.

Sri Makutawang Swardhana digantikan oleh Sri Dharmawangsa Teguh Anantawikrama. Berdasarkan berita dari Cina, disebutkan bahwa Dharmawangsa pada tahun 990 M mengadakan serangan ke Sriwijaya sebagai upaya mematahkan monopoli perdangangan Sriwijaya, akan tetapi upaya ini mengalami kegagalan.

Pada tahun 1016, Raja Wurawari menyerang Dharmawangsa. Diduga penyerangan ini terjadi atas dorongan kerajaan Sriwijaya.

Serangan ini terjadi saat Dharmawangsa selang melaksanakan perkawinan antara puterinya dengan Airlangga, putera Raja Udayana dari Bali.

Peristiwa ini menewaskan seluruh keluarga raja termasuk Dharmawangsa sendiri. Hanya Airlangga yang berhasil menyelamatkan diri.

Bersama seorang pengikutnya yang bernama Norotama, Airlangga bersembunyi di Wonogiri (hutan gunung) dan hidup sebagai seorang pertapa.

Pada tahun 1019, Airlangga menjadi raja menggantikan Dharmawangsa oleh para pendeta Buddha.

Ia segera mengadakan pemulihan hubungan baik dengan Sriwijaya. Airlangga membantu Sriwijaya ketika diserang Raja Colamandala dari India Selatan.

Selanjutnya pada tahun 1037, Airlangga berhasil memepersatukan kembali daeah-daerah yang pernah dikuasai oleh Dharmawangsa. Airlangga juga memindahkan ibukota kerajaannya dari Daha ke Kahuripan.

Pada tahun 1042, Airlangga menyerahkan kekuasaanya pada putrinya yang bernama Sangrama Wijaya Tunggadewi. Namun, putrinya itu menolak dan memilih untuk menjadi seorang petapa dengan nama Ratu Giriputri.

Selanjutnya Airlangga memerintahkan Mpu Bharada untuk membagi dua kerajaan, yaitu Panjalu dengan ibukota Daha dan Jenggala yang beribukota di Kahuripan. Hal itu untuk mencegah terjadinya perang saudara di antara kedua putranya yang lahir dari selir.

iklan tengah