PAI VIII BAB 13 Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Abbasiyah

Wahai remaja muslim yang cerdas, kisah dan sejarah yang akan disajikan pada bagian ini merupakan kisah terhebat dalam sejarah peradaban Islam.

Kisah yang dimaksud adalah mengenai tumbuh suburnya pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah yang berpusat di Baghdad, Irahk.

Puncak dari masa keemasan itu ditandai dengan tumbuh suburnya ilmu pengetahuan pada abad ke-8.

Saat itu para ilmuwan muslim sangat produktif dan menjadi pelopor perkembangan ilmu pengetahuan di dunia.

Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman Khalifah Harun al Rasyid dan puteranya al Ma'mun.

Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun ar Rasyid untuk keperluan sosial, dan mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi.

Bayangkan, pada masa itu sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun.

Bidang kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya.

Pada masa itu negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.

Al Ma'mun, pengganti Harun ar Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu filsafat.

Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan.

Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli.

Ia juga banyak mendirikan sekolah. Salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar.

Pada masa Al Ma'mun inilah Bagdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Mari kita renungkan, berata harum citra dunia Islam waktu itu. Kaum muslimin sangat disegani oleh pergaulan di seluruh dunia.

Waktu itu umat Islam identik dengan ilmu pengetahuan. Kemajuan di berbagai bidang ilmu pengetahuan selalu dipelopori dari kalangan kaum muslimin.

Hal ini dilakukan karena al Qur'an dan Hadis menjadi sumber inspirasi dan motivasi.

Akankah masa kejayaan dan kemajuan tersebut pada saatnya dapat terulang kembali? Jawabannya tentu ada pada benak kalian para generasi muslim.


Pemerintahan Daulah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan sebelumnya dari Bani Umayyah. 

Pendiri dari Daulah Abbasiyah ini adalah Abdullah al-Saah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. 

Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah Abbasiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. 

Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang cukup panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H 1258 M. 

Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan poliik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode: 

  • Periode Pertama 132 -232 H /750-847 M, disebut periode pengaruh Arab dan Persia pertama. 
  • Periode Kedua 232- 334 H/847-945M, disebut periode pengaruh Turki pertama.
  • Periode Ketiga 334-447 H/945 -1055 M, masa kekuasaan dinasi Bani Buwaih dalam pemerintahan Khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua. 
  • Periode Keempat - (447-590 H/1055-1194 M, masa kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan Khilafah Abbasiyah biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk Agung). 
  • Periode Kelima (590-656 H/1194-1258 M, masa khalifah bebas dari pengaruh dinasi lain, tetapi kekuasaannya hanya efekif di sekitar kota Bagdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol. 


Pada awalnya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, Khalifah al-Mansur khalifah ke-2 memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, yakni Bagdad, dekat bekas ibu kota Persia, tahun 762 M. 

Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia. 

Di ibu kota yang baru ini al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di antaranya dengan membuat semacam lembaga eksekuif dan yudikaif.

Dalam bidang pemerintahan, al-Mansur menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sebagai koordinator dari kementerian yang ada. 

Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. 

Dia menunjuk Muhammad ibn Abdurrahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasi Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. 

Kalau dulu hanya sekadar untuk mengantar surat, pada masa al-Mansur, jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. 

Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah. 

Pada masa al-Mahdi khalifah ke-3 perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperi perak, emas, tembaga, dan besi. 

Di samping itu transit perdagangan antara Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. 

Bashrah menjadi pelabuhan yang penting. 

Daulah Abbasiyah mengalami masa keemasan pada masa diperintah oleh Khalifah Harun ar-Rasyid -0 M dan puteranya al-Mamun (813-833 M. 

Harun ar-Rasyid adalah seorang khalifah yang adil dan memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi. 

Untuk meningkatkan kesejahteraan dan layanan kesehatan, dia mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. 

Pada masa pemerintahannya sudah terdapat paling idak sekitar 800 orang dokter. 

Harun ar-Rasyid juga membangun tempat-tempat untuk pemandian umum utuk rakyatnya. 

Sungguh pada waktu itu kesejahteraan, sosial, dan kesehatan menjadi perhatian serius pemerintah. Untuk mendukung terwujudnya kemajuan tersebut, pemerintah mendorong tumbuhnya ilmu pengetahuan melalui sektor pendidikan. 

Perhatian pemerintah terhadap masalah pendidikan dan ilmu pengetahuan berlanjut pada saat Daulah Abbasiyah dipimpin oleh Khalifah al-Ma’mun. 

Khalifah al-Ma’mun adalah khalifah setelah Harun ar-Rasyid. al-Makmun juga dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu filsafat. 

Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. 

Untuk keperluan penerjemahan ini ia mendirikan lebaga yang bernama Baitul Hikmah sebagai pusat penerjemahan sekaligus berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. 

Al-Mu’tasim, khalifah berikutnya 33-2 M, memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. 

Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah, dinasi Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. 

Prakik perang bagi orang-orang muslim sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. 

Dengan demikian, kekuatan militer dinasi Bani Abbas menjadi sangat kuat. 

Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. 

Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan internal Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan india di Persia, gerakan Syiah, dan konlik antarbangsa dan aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamkan.


Pada masa Daulah Abbasiyah merupakan masa keemasan (The Golden Age) bagi umat Islam. 

Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban, dan kekuasaan. 

Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke dalam bahasa Arab. 

Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendekiawan-cendekiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan. 

Adapun cendekiawan-cendekiawan Islam pada masa Daulah Abasiyah adalah sebagai berikut : 

1. Bidang ilmu Filsafat 

Tokoh cendekiawan Islam di bidang ilmu filsafat ini adalah Abu Nasyar Muhammad bin Muhammad bin Tarhan yang dikenal dengan al-Farabi, Abu usuf bin Ishak yang dikenal dengan al-Kindi, Ibnu Sina, al-Ghazali, Ibnu Rusd, Ibnu Bajah dan Ibnu Tufail. 


2. Bidang ilmu Kedokteran 

Tokoh cendekiawan Islam di bidang kedokteran ini adalah Jabir bin Hayyan yang dikenal sebagai bapak ilmu kimia, Hunaian bin Ishak yang dikenal sebagai ahli penerjemah buku-buku asing, Ibnu Sahal, ar-Razi (ahli penyakit campak dan cacar), dan Thabit Ibnu Qurra. 


3. Bidang ilmu Matematika 

Tokoh cendekiawan Islam di bidang ilmu matematika ini adalah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi penemu huruf nol yang dengan bukunya Algebra, Geometri Ilmu Matemaika, Umar bin Farukhan (bukunya Quadriparitum), Banu Musa ilmu mengukur permukaan, datar, dan bulat). 


4. Bidang ilmu Falak 

Tokoh cendekiawan Islam dibidang ilmu Falak ini adalah Abu Masyar al- Falaky (bukunya Isbatul Ulum dan Haiatul Falak), Jabir Batany (membuat teropong bintang, Raihan Bairuny bukunya al-Afarul Bagiyahainil Khaliyah, Isikhrajul Autad dan lain-lain. 


5. Bidang ilmu Astronomi 

Tokoh cendekiawan Islam di bidang Astronomi adalah al-Farazi (pencipta Astro Lobe, al-Gaani Albetagnius, al-Farghoni atau Alfragenius. 


6. Bidang ilmu Tafsir 

Tokoh cendekiawan Islam di bidang ilmu Tafsir ini adalah IbnuJ arir at-abary, Ibnu Atiyah al-Andalusy, as-Suda, Mupail bin Sulaiman, Muhammad bin Ishak dan lain-lain. 


7. Bidang ilmu Hadis 

Tokoh cendekiawan Islam di bidang ilmu Hadis ini adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, Ibnu Majah, Abu Daud, at-Tarmidzi, dan lain-lain 


8. Bidang ilmu Kalam (tauhid) 

Tokoh cendekiawan Islam di bidang ilmu Kalam ini adalah Wasil bin Atha, Abu Huzail al-Allaf, ad-Dhaam, Abu Hasan al-Asyary, Hujjatul Islam Imam al-Gazali. Pembahasan ilmu tauhid semakin luas dibandingkan dengan zaman sebelumnya. 


9. Bidang ilmu Tasawuf (ilmu mendekatkan diri pada Allah Swt.) 

Tokoh cendekiawan Islam di bidang ilmu Tasawuf ini adalah al-Qusyairy  dengan karyanya ar-Rialatul Qusyairiyah, Syahabuddin dengan karyanya Awariful Maarif, Imam al-Gazali dengan karyanya al-Bashut, al-Wajiz, dan lain-lain. 


10. Para imam Fuqaha (ahli Fiqh) 

Tokoh cendekiawan Islam para iman Fuqaha ini adalah Imam Abu Hanifah, Imam Maliki, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hambali


Pusat peradaban Islam pada masa Daulah Abbasiyah adalah: 

a. Kota Bagdad, merupakan ibu kota negara Kerajaan Abbasiyah yang didirikan oleh Khalifah Abu Ja'far al-Mansur (754-775 M) pada tahun 762 M. Kota ini terletak di tepian Sungai Tigris. Masa keemasan Kota Bagdad terjadi pada pemerintahan Khalifah Harun ar-Rasyid (786-809 M) dan anaknya al-Mamun (813-833M). 


b. Kota Samarra, letaknya di sebelah timur Sungai Tigris yang berjarak kurang lebih 60 km dari Kota Bagdad. Di kota ini terdapat 1 istana mungil yang menjadi contoh seni bangunan Islam di kota-kota lain. 


Kemajuan yang dicapai tidak hanya mencakup kepentingan sosial saja, tetapi juga peradaban di semua aspek kehidupan, seperi administrasi pemerintahan dengan biro-bironya, sistem organisasi militer, administrasi wilayah pemerintahan, pertanian, perdagangan, dan industri, Islamisasi pemerintahan, kajian dalam bidang kedokteran, astronomi, matemaika, geogra, historiogra, lsafat Islam, teologi, hukum fiqih, dan etika Islam, sastra, seni, dan penerjemahan serta pendidikan, kesenian, arsitektur, melipui pendidikan dasar kuab, menengah, dan perguruan inggi, perpustakaan dan toko buku, media tulis, seni rupa, seni musik, dan arsitek.


Muhammad bin Musa al-Khawarizmi 

Al-Khawarizmi adalah seorang ahli matematika, astronomi, astrologi, dan geografi yang berasal dari Persia. 

Ia lahir sekitar tahun 780 M di Khwarizm (sekarang Khiva, Uzbekistan) dan wafat sekitar tahun 850 M di Baghdad. 

Beliau bekerja sebagai dosen di Sekolah Kehormatan di Bagdad. 

Akivitas ini dilakukan hampir dalam sepanjang hidupnya. Karya pertamanya adalah buku al-Jabar. 

Buku ini merupakan yang pertama membahas solusi sistematik dari linear dan notasi kuadrat. Sehingga ia disebut sebagai Bapak Aljabar. 

Translasi bahasa Latin dari Aritmaika beliau, yang memperkenalkan angka India, kemudian diperkenalkan sebagai “Sistem Penomoran Posisi Desimal” di dunia Barat pada abad ke-12. 

Ia merevisi dan menyesuaikan Geografi Ptolemeus sebaik mengerjakan tulisan-tulisan tentang astronomi dan astrologi. 

Sumbangan al-Khawarizmi tak hanya berdampak besar pada matematika, tetapi juga dalam kebahasaan. 

Kata Aljabar berasal dari kata al-Jabr, satu dari dua operasi dalam matematika untuk menyelesaikan notasi kuadrat, yang tercantum dalam buku beliau. 

Kata logarisme dan logaritma diambil dari kata Algorismi, Latinisasi dari nama beliau. Nama beliau juga di serap dalam bahasa Spanyol Guarismo dan dalam bahasa Portugis, Algarismo yang berari digit. 

Karya terbesar beliau dalam matematika, astronomi, astrologi, geografi, kartografi, sebagai fondasi dan kemudian lebih inovaif dalam aljabar, trigonometri, dan pada bidang lain yang beliau tekuni. 

Pendekatan logika dan sistematis beliau dalam penyelesaian linear dan notasi kuadrat memberikan keakuratan dalam disiplin aljabar. 

Nama yang diambil dari nama salah satu buku beliau pada tahun 830 M, al-Kitab al-Mukhtasar Hisab al-Jabr wal Muqabala atau: “Buku Rangkuman untuk Kalkulasi dengan Melengkapkan dan Menyeimbangkan”, buku pertama beliau yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12. 

Pada buku beliau, Kalkulasi dengan angka Hindu, yang ditulis tahun 825 M, memprinsipkan kemampuan difusi angka India ke dalam perangkaan Timur Tengah dan kemudian Eropa. 

Buku beliau diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Algoritmi de numero Indorum, menunjukkan kata algoritmi menjadi bahasa Lain. 

Beberapa sumbangan beliau berdasar pada Astronomi Persia dan Babilonia, angka India, dan sumber-sumber Yunani. Sistemasi dan koreksi beliau terhadap data Ptolemeus pada geogra adalah sebuah penghargaan untuk Afrika dan Timur Tengah. 

Buku besar beliau yang lain, Kitab surat al-Ard (“Pemandangan Bumi” diterjemahkan oleh Geography), yang memperlihatkan koordinat dan lokasi dasar yang diketahui dunia, dengan berani mengevaluasi nilai panjang dari Laut Mediterania dan lokasi kota-kota di Asia dan Afrika yang sebelumnya diberikan oleh Ptolemeus. 

Ia kemudian mengepalai konstruksi peta dunia untuk Khalifah al-Mamun dan berparisipasi dalam proyek menentukan tata letak di Bumi, bersama dengan 70 ahli geografi lain untuk membuat peta yang kemudian disebut Ketahuilah Dunia. 

Ketika hasil kerjanya disalin dan ditransfer ke Eropa dan Bahasa Latin, menimbulkan dampak yang hebat pada kemajuan matematika dasar di Eropa. 

Ia juga menulis tentang astrolab dan sundial. 

Buku besar kedua beliau adalah tentang aritmaika, yang bertahan dalam bahasa Latin, tetapi hilang dari bahasa Arab yang aslinya. 

Translasi dilakukan pada abad ke-12 oleh Adelard of Bath, yang juga menerjemahkan tabel astronomi pada 1126. 

Pada manuskrip Lain, biasanya tak bernama,tetapi umumnya dimulai dengan kata Digit algorizmi Seperi kata al-Khawarizmi , atau Algoritmi de numero Indorum (“al-Khawarizmi pada angka kesenian Hindu”), sebuah nama baru di berikan pada hasil kerja beliau oleh Baldassarre Boncompagni pada Kitab aslinya mungkin bernama Kitb al-ama wa-l-tafr bi-hisb al-Hind (“Buku Penjumlahan dan Pengurangan berdasarkan Kalkulasi Hindu”). 

Buku ketiga beliau yang terkenal adalah Kitb Sūrat al-Arś “Buku Pemandangan Dunia” atau “Kenampakan Bumi” diterjemahkan oleh Geography, yang selesai pada 833 adalah revisi dan penyempurnaan Geogra Ptolemeus, terdiri dari datar 2402 koordinat dari kota-kota dan tempat geografis lainnya mengikuti perkembangan umum. 

 Hanya ada satu salinan dari Kitb Sūrat al-Arś, yang tersimpan di Perpustakaan niversitas Strasbourg. 

Terjemahan Latinnya tersimpan di Biblioteca acional de Espaa di Madrid. Judul lengkap buku beliau adalah Buku Pendekatan Tentang Dunia, dengan Kota-Kota, Gunung, Laut, Semua Pulau dan Sungai, ditulis oleh Abu afar Muhammad bin Musa al-Khawarizmi berdasarkan pendalaman geogras yang ditulis oleh Ptolemeus dan Claudius. 

Buku ini dimulai dengan datar bujur dan lintang, termasuk Zona Cuaca, yang menulis pengaruh lintang dan bujur terhadap cuaca. 

Oleh Paul Gallez, dikatakan bahwa ini sangat bermanfaat untuk menentukan posisi kita dalam kondisi yang buruk untuk membuat pendekatan prakis. Baik dalam salinan Arab maupun Latin, tak ada yang teringgal dari buku ini. 

Oleh karena itu, Hubert Daunicht merekonstruksi kembali peta tersebut dari datar koordinat. Ia berusaha mencari pendekatan yang mirip dengan peta tersebut. 

Tak cukup hanya sampai buku ketiga, beliau juga menulis buku-buku lain yang menjadi rujukan para ilmuwan pada periode berikutnya sampai sekarang.


Muhammad Ahsan dan Sumiyati. 2017. Pendidikan Agama Islam Untuk Kelas VII. Jakarta: Pusat Kurikulum Kemendikbud

iklan tengah