PAI VIII BAB 6 Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Umayyah

10 minute read

Tahukah kalian bahwa sejak dahulu kemajuan suatu bangsa selalu ditandai dengan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan budaya. 

Dalam sejarah tercatat bahwa semasa pemerintahan khalifah-khalifah Daulah Umayyah hal ini sudah terbuki, baik semasa Daulah Umayyah di Damaskus (661 -750 M) maupun Daulah Umayyah di Andalusia atau Spanyol (756 -1031 M). 

Di Kota Damaskus banyak didirikan gedung-gedung yang indah. Lingkungan di sekeliling kota juga dibangun dengan tata kota yang sangat teratur. 

Di sana juga dibuat taman-taman kota yang asri, nyaman, dan sedap dipandang mata. alan-jalan ditanami pepohonan yang teduh, sungai-sungai juga dibuat sedemikian rapi, bersih, dan teratur. 

Hal ini menunjukkan bahwa pada saat itu masyarakat muslim telah mengalami perkembangan budaya dan ilmu pengetahuan yang sangat maju. 

Di kota ini juga dibangun masjid yang sangat megah dan indah karya seorang arsitek bernama Abu baidah bin arrah. 

Kota Damaskus juga terkenal dengan kota pelajar. 

Pada waktu itu jumlah sekolah di Kota Damaskus sudah mencapai 20 sekolah. Sejumlah perpustakaan besar juga didirikan untuk mendukung tumbuh kembangnya ilmu pengetahuan. 

Di antara lembaga pendidikan itu terdapat sekolah-sekolah kedokteran dan rumah sakit. Sungguh pada zaman tersebut kemajuan semacam ini merupakan prestasi yang luar biasa. 

Keberadaan Daulah Umayyah di Andalusia (Spanyol) pun tak mau kalah dengan periode Daulah Umayyah di Damaskus. 

Kekhalifahan Bani Umayyah di Spanyol menjadikan Cordoba sebagai ibukotanya. Kota Cordoba menjadi pusat ilmu pengetahuan. 

Di kota ini didirikan Uneversitas Cordoba. Universitas ini memiliki perpustakaan dengan koleksi buku mencapai 400.000 judul. 

Sungguh untuk ukuran saat itu, hal ini merupakan kemajuan yang tiada duanya di dunia 

Dengan kemajuan yang demikian itu, Cordoba menjadi inspirasi bagi para ilmuwan dan penulis bangsa Barat. 

Oleh para ahli sejarah, kemajuan Cordoba di Spanyol pada zaman pemerintahan Umayyah disebut-sebut sebagai cikal bakal pembawa kemajuan bangsa Barat di kemudian hari. 

Nah, mari kita renungkan mat Islam pada waktu itu sudah menjadi pelopor kemajuan dunia karena kegigihannya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan budaya. 

Jadi, sangat disayangkan jika generasi muda muslim sekarang menjadi malas belajar dan lemah


Daulah mayyah berdiri selama 90 tahun (40-132 H/661 M-750 M)

Pendirinya bernama Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin mayyah. Daulah Umayyah menjadikan Damaskus sebagai pusat pemerintahannya. 

Kalian pasi tahu bahwa saat ini Damaskus menjadi ibukota negara Suriah. Sebagai pendiri Daulah mayyah, Muawiyah bin Abi Sufyan sekaligus menjadi Khalifah pertama. 

Adapun secara lengkap para khalifah Bani Umayyah sebagai berikut: 

  1. Muawiyyah bin Abu Sufyan (Muawiyah I), tahun 660-680 M (41-61 H) 
  2. Yazid bin Muawiyah (Yazid I), tahun 680-683 M (61-64 H) 
  3. Muawiyah bin Yazid (Muawiyah II), tahun 683-684 M (64-65 H) 
  4. Marwan bin Hakam (Marwan I), tahun 684-685 M (65-66 H) 
  5. Abdul Malik bin Marwan, tahun 685-705 M (66-86 H) 
  6. Sulaiman bin Abdul Malik (al Walid I), tahun 705-715 M (86-97 H) 
  7. Umar bin Abdul Aziz (Umar II), tahun 717-720 M (99-102 H) 
  8. Yazid bin Abdul Malik (Yazid II), tahun 720-724 M (102-106 H) 
  9. Hisyam bin Abdul Malik, tahun 724-743 M (106-126 H) 
  10. Walid bin Yazid (al Walid III), tahun 743-744 M (126-127 H) 
  11. Yazid bin Walid (Yazid III), tahun 744 M (127 H) 
  12. Ibrahim bin al Walid, tahun 744 M (127 H) 
  13. Marwan bin Muhammad (Marwan II al Himar), tahun 745-750 M (127-133 H) 


Pada saat Daulah Umayyah diperintah oleh al-alid bin Abdul Malik, keadaan negara sangat tenteram, makmur, dan tertib. Umat Islam merasa nyaman dan hidup bahagia. 

Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu perluasan wilayah dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. 

Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukkan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq).

Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi daerah perluasan selanjutnya. 

Ibu kota Spanyol, Cordoba, dapat dikuasai dengan cepat. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperi Sevilla, Elvira dan Toledo. 

Di zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz, perluasan wilayah dilakukan ke Perancis melalui pegunungan Pirenia. 

Misi ini dipimpin oleh Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dengan keberhasilan perluasan wilayah ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. 

Daerah-daerah itu melipui Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah. 

Di samping perluasan wilayah Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. 

Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. 

Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. 

Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (qadi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri. Qadi adalah seorang ahli di bidang kehakiman. 

Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. 

Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. 

Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. 

Keberhasilan ini dilanjutkan oleh puteranya al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M) meningkatkan pembangunan, di antaranya membangun panti-panti untuk orang cacat dan pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. 

Ia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah. 

Selain kemajuan dalam bidang pemerintahan, ilmu pengetahuan juga dikembangkan pada masa itu. Perkembangan ilmu pengetahuan tersebut melipui 

a. Ilmu agama, seperi al-Qur’ān, Hadis, dan fiqih. Proses pembukuan hadis terjadi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat. 

b. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah al-Jurhumi berhasil menulis berbagai perisiwa sejarah. 

c. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, saraf, dan lain-lain. 

d. Bidang ilmu Filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperi ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung, dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran.


Kekuasaan Bani Umayyah di Damaskus berakhir pada tahun 750 M, kekhalifahan pindah ke tangan Bani Abbasiyah. 

Namun, salah satu penerus Bani Umayyah yang bernama Abdurrahman ad-Dakhil dapat meloloskan diri pada tahun 755 M. 

Ia dapat lolos dari kejaran pasukan Bani Abbasiyah dan masuk ke Andalusia Spanyol. 

Di Spanyol sebagian besar umat Islam di sana masih setia dengan Bani Umayyah. 

Ia kemudian mendirikan pemerintahan sendiri dan mengangkat dirinya sebagai amir (pemimpin) dengan pusat kekuasaan di Cordoba. 

Adapun amir-amir Bani Umayyah yang memerintah di Andalusia (Spanyol) sebagai berikut: 

  1. Abdurrahman ad-Dakhil (Abdurrahman I), tahun 756-788 M.
  2. Hisyam bin Abdurrahman (Hisyam I), tahun 788-796 M.
  3. Al-Hakam bin Hisyam (al-Hakam I) , tahun 796-822 M.
  4. Abdurrahman al-Ausat (Abdurrahman II) , tahun 822-852 M.
  5. Muhammad bin Abdurrahman (Muhammad I) , tahun 852-886 M.
  6. Munzir bin Muhammad, tahun 886-888 M.
  7. Abdullah bin Muhammad, tahun 888-912 M.
  8. Abdurrahman an-Nasir (Abdurrahman III) , tahun 912-961 M.
  9. Hakam al-Muntasir (al-Hakam II) , tahun 961-976 M.
  10. Hisyam II, tahun 976-1009 M.
  11. Muhammad II, tahun 1009-1010 M. 
  12. Sulaiman, tahun 1013-1016 M. 
  13. Abdurrahman IV, tahun 1016-1018 M. 
  14. Abdurrahman V, tahun 1018-1023 M. 
  15. Muhammad III, tahun 1023-1025 M. 
  16. Hisyam III, tahun 1027-1031 M.  


Pada masa pemerintahan Daulah Umayyah di Andalusia (Spanyol), Cordoba menjadi pusat berkembangnya ilmu pengetahuan. 

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan terjadi pada masa pemerintahan amir yang ke-8 yakni Abdurrahman an-Nasir dan amir yang ke-9 yakni Hakam al-Muntasir. 

Kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di Kota Cordoba ditandai dengan adanya Universitas Cordoba. 

Universitas ini memiliki perpustakaan dengan koleksi buku mencapai 400.000 judul. Pada masa kejayaannya Cordoba memiliki 491 masjid dan 900 pemandian umum. 

Karena air di kota ini tidak layak minum, pemerintah memiiki inisiaif untuk membangun instalasi air minum dari pegunungan sepanjang 80 km. 

Tumbuh kembangnya ilmu pengetahuan di Cordoba membuat berbagai inisiatif dan inovasi dalam rangka membuat kehidupan lebih sejahtera dan nyaman. 

Didirikannya masjid-masjid yang megah dan indah menunjukkan bahwa pada saat itu kesadaran untuk meningkatkan ketakwaan dan keimanan juga sangat tinggi


Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, ilmu pengetahuan mengalami kemajuan yang sangat berarti. Adapun perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini dapat dikelompokkan sebagai berikut : 

1. Ilmu Kimia 

Di antara ahli kimia ketika itu adalah Abu al-asim Abbas ibn Farnas yang mengembangakan ilmu kimia murni dan kimia terapan. 

Ilmu kimia murni maupun kimia terapan adalah dasar bagi ilmu farmasi yang erat kaitannya dengan ilmu kedokteran. 


2. Kedokteran 

Di antara ahli kedokteran ketika itu adalah Abu al-Qasim al-Zahrawi. Ia dikenal sebagai ahli bedah, perintis ilmu penyakit telinga, dan pelopor ilmu penyakit kulit. 

Di dunia Barat dikenal dengan Abulcasis. Karyanya berjudul al-Ta’rif li man ‘Ajaza ‘an al-Ta’lf, yang pada abad II telah diterjemahkan oleh Gerard of Cremona dan dicetak ulang di Genoa (1497 M), Basle (1541 M) dan di Oford (1778 M). 

Buku tersebut menjadi rujukan di universitas-universitas di Eropa. 


3. Sejarah. 

  • Abu Marwan Abdul Malik bin Habib, salah satu bukunya berjudul al-Tarikh. Ia meninggal pada tahun 852 M. 
  • Abu Bakar Muhammad bin mar, dikenal dengan Ibnu Quthiyah. Karya bukunya berjudul Tarikh Iitah al-Andalus. 
  • Hayyan bin Khallaf bin Hayyan, karyanya al-Muqtabis Tarikh Rija al Andalus dan al-Main. 


4. Bahasa dan sastra 

  • Ali al-Qali, karyanya al-Amali dan al-Nawadir, wafat pada tahun 696 M. 
  • Abu Bakar Muhammad Ibn Umar. Di samping terkenal sebagai ahli sejarah, ia adalah seorang ahli bahasa Arab, nahwu, penyair, dan sastrawan. Ia menulis buku dengan judul al-Af’al dan Fa’alta wa Af’alat. Ia meninggal pada tahun 977 M. 
  • Abu Amr Ahmad ibn Muhammad ibn Abd Rabbih, karya prosa diberi nama al-‘Aqd al-Farid. Ia meninggal tahun 940 M. 
  • Abu Amir Abdullah ibn Syuhaid. Lahir di Cordova pada tahun 382 H/992 M dan wafat pada tahun 1035 M. Karyanya dalam bentuk prosa adalah Risalah al -awabi’ wa al-Zawabig, Kasyf al-Dakk wa Azar al-Syakk dan Hanut ‘Athar.


Selain ilmu pengetahuan pada masa Bani Umayah juga berhasil mengembangkan bidang lainnya, yaitu 

1. Arsitektur 

Perkembangan di bidang arsitektur ini terlihat dari bangunan-bangunan arisik serta masjid-masjid yang memenuhi kota. 

Kota lama pun dibangun menjadi kota modern. Mereka memadukan gaya Persia dengan nuansa Islam yang kental di seiap sudut bangunannya. 

Pada masa Walid dibangun juga sebuah masjid agung yang terkenal dengan sebutan Masjid Damaskus yang diarsiteki oleh Abu baidah bin arrah serta dibangunnya sebuah kota baru yaitu kota Kairawan oleh Uqbah bin Nafi. 


2. Organisasi militer 

Pada masa pemerintahan Bani Umayyah ini militer dikelompokkan menjadi 3 angkatan yaitu angkatan darat (al-jund, angkatan laut al-bahiriyah) dan angkatan kepolisian. 


3. Perdagangan 

Setelah Bani Umayah berhasil menaklukkan bebagai wilayah, jalur perdangan menjadi semakin lancar. 

Ibu Kota Basrah di Teluk Persi pun menjadi pelabuhan dagang yang ramai dan makmur, begitu pula Kota Aden. 


4. Kerajinan 

Keika Khalifah Abdul Malik menjabat, mulailah dirinis pembuatan tiras semacam bordiran, yakni cap resmi yang dicetak pada pakaian khalifah dan para pembesar pemerintahan


Abul asim Khalaf ibn al-Abbas al-Zahrawi dilahirkan di Zahra, yang terletak di sekitar Cordoba, Spanyol pada tahun 926 M. 

Beliau dikenal di Barat sebagai Abulcasis. 

Beliau adalah salah satu pakar di bidang kedokteran pada masa Islam abad Pertengahan. Al-asim adalah dokter kerajaan pada masa Khalifah Al-Hakam II dari kekhalifahan Umayyah. 

Karya terkenalnya adalah Al-Tasrif, yaitu kumpulan prakik kedokteran yang terdiri atas 30 jilid. 

Al-Tasrif berisi berbagai topik mengenai kedokteran, termasuk di antaranya tentang gigi dan kelahiran anak. 

Buku ini diterjemahkan ke bahasa Lain oleh Gerardo dari Cremona pada abad ke-12. 

Selama lima abad Eropa pertengahan, buku ini menjadi sumber utama dalam pengetahuan bidang kedokteran di Eropa. 

Dalam kitab yang diwariskannya bagi peradaban dunia itu, Al-ahrawi secara rinci dan lugas mengupas tentang ilmu bedah, orthopedi, opththalmologi,f armakologi,serta ilmu kedokteran secara umum. 

Ia juga mengupas tentang kosmetika. 

Al-Zahrawi pun ternyata begitu berjasa dalam bidang kosmetika. Sederet produk kosmetika seperi deodoran, hand lotion, pewarna rambut yang berkembang hingga kini merupakan hasil karya Al-Zahrawi. 

Popularitas Al-Zahrawi sebagai dokter bedah yang andal menyebar hingga ke seluruh Eropa. 

Tak heran, bila kemudian pasien dan anak muda yang ingin belajar ilmu kedokteran dari Abulcasis berdatangan dari berbagai penjuru Eropa. 

Menurut Will Durant, pada masa itu Cordoba menjadi tempat favorit bagi orang-orang Eropa yang ingin menjalani operasi bedah. 

Di puncak kejayaannya, Cordoba memiliki tak kurang 50 rumah sakit yang menawarkan pelayanan yang prima. 

Dalam menjalankan prakik kedokterannya, Al-Zahrawi menekankan peningnya observasi tertutup dalam kasus-kasus individual. 

Hal itu dilakukan untuk tercapainya diagnosis yang akurat serta kemungkinan pelayanan yang terbaik. 

Al-ahrawi pun selalu mengingatkan agar para dokter untuk berpegang pada norma dan kode etik kedokteran, yakni tidak menggunakan profesi dokter hanya untuk meraup keuntungan materi. 

Menurut Al-Zahrawi profesi dokter bedah tak bisa dilakukan sembarang orang. 

Pada masa itu, dia kerap mengingatkan agar masyarakat tak melakukan operasi bedah kepada dokter atau dukun yang mengaku-ngaku memiliki keahlian operasi bedah. 

Hanya dokter yang memiliki keahlian dan bersertikat saja yang boleh melakukan operasi bedah. Mungkin karena itulah di era modern ini muncul isilah dokter spesialis bedah surgeon. 

Kehebatan dan profesionalitas Al-Zahrawi sebagai seorang ahli bedah diakui para dokter di Eropa. 

Tak diragukan lagi, Al-Zahrawi adalah kepala dari seluruh ahli bedah, ucap Pietro Argallata. Kitab Al-Tasrif yang ditulisnya lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Lain oleh Gerard of Cremona pada abad ke-12 M. 

Kitab itu juga dilengkapi dengan ilustrasi. Kitab itu menjadi rujukan dan buku resmi sekolah kedokteran dan para dokter serta ahli bedah Eropa selama lima abad lamanya pada periode abad pertengahan. 

Sosok dan pemikiran Al-ahrawi begitu dikagumi para dokter serta mahapeserta didik kedokteran di Eropa. 

Pada abad ke-14 M, seorang ahli bedah Prancis bernama Guy de Chauliac mengutip Al-Tasrif hampir lebih dari 200 kali. 

Kitab Al-Tasrif terus menjadi pegangan para dokter di Eropa hingga terciptanya era Renaissance. 

Hingga abad ke- 16 M, ahli bedah berkebangsaan Prancis, Jaues Delechamps 1513 M-1588 M masih menjadikan Al-Tasrif sebagai rujukan. 

Al-ahrawi tutup usia di kota Cordoba pada tahun 1013 M, dua tahun setelah tanah kelahirannya dijarah dan dihancurkan. 

Meski Corboba kini bukan lagi menjadi kota bagi umat Islam, namun namanya masih diabadikan menjadi nama jalan kehormatan yakni ‘Calle Albucasis’. 

Di jalan itu terdapat rumah nomor yakni rumah tempat Al-ahrawi inggal. Kini rumah itu menjadi cagar budaya yang dilindungi Badan Kepariwisataan Spanyol.(Sumber : Wikipedia)


Muhammad Ahsan dan Sumiyati. 2017. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Pusat Kurikulum Kemendikbud

iklan tengah