Materi PAI X BAB 6 Meniti Hidup Dengan Kemuliaan

1. Pengendalian Diri (Mujāhadah an-Nafs)
Pengendalian diri atau kontrol diri (Mujāhadah an-Nafs) adalah menahan diri dari segala perilaku yang dapat merugikan diri sendiri dan juga orang lain, seperti sifat serakah atau tamak. 

Dalam literatur Islam, pengendalian diri dikenal dengan istilah aś-śaum, atau puasa. Puasa adalah salah satu sarana mengendalikan diri. 

Hal tersebut berdasarkan hadis Rasulullah saw. yang artinya: 
“Wahai golongan pemuda! Barangsiapa dari antaramu mampu menikah, hendaklah dia nikah, yang demikian itu amat menundukkan pemandangan dan amat memelihara kehormatan, tetapi barangsiapa tidak mampu, maka hendaklah dia puasa, karena (puasa) itu menahan nafsu baginya.” (H.R. Bukhari) 

Jadi, jelaslah bahwa pengendalian diri diperlukan oleh setiap manusia agar dirinya terjaga dari hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt. 

Dapatkah kamu memberikan contoh perilaku yang menunjukkan sikap pengendalian diri? Diskusikan dengan teman-temanmu.

2. Pengertian Prasangka Baik (Husnuzzan)
Prasangka baik atau ĥusnużżan berasal dari kata Arab, yaitu ĥusnu yang artinya baik, dan żan yang artinya prasangka. 

Jadi, prasangka baik atau positive thinking dalam terminologi Islam dikenal dengan istilah ĥusnużżan. 

Istilah ĥusnużżan adalah sikap orang yang selalu berpikir positif terhadap apa yang telah diperbuat oleh orang lain. 

Lawan dari sifat ini adalah buruk sangka (su’użżan), yaitu menyangka orang lain melakukan hal-hal buruk tanpa adanya bukti yang benar. 

Dalam ilmu akhlak, ĥusnużżan dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu ĥusnużżan kepada Allah Swt. ĥusnużżan kepada diri sendiri, dan ĥusnużżan kepada orang lain. 

Prasangka baik adalah sifat yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap orang yang beriman. Sebaliknya, prasangka buruk adalah sifat yang harus dijauhi dan dihindari. 

Mengapa demikian? Dapatkah kamu menjelaskan dan mengemukakan dampak positif dari perilaku ĥusnużżan, serta dampak negatif dari perilaku su’użżan?

3. Pengertian Persaudaraan (Ukhuwwah)
Persaudaraan (ukhuwwah) dalam Islam dimaksudkan bukan sebatas hubungan kekerabatan karena faktor keturunan, tetapi yang dimaksud dengan persaudaraan dalam Islam adalah persaudaraan yang diikat oleh tali aqidah (sesama muslim) dan persaudaraan karena fungsi kemanusiaan (sesama manusia makhluk Allah Swt.). 

Kedua persaudaraan tersebut sangat jelas dicontohkan oleh Rasulullah saw., yaitu mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan kaum Anșar, serta menjalin hubungan persaudaraan dengan suku-suku lain yang tidak seiman dan melakukan kerja sama dengan mereka.

1. Q.S. al-Hujurat/49:12
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.”

2. Q.S. al-Hujurat/49:10
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikan lah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”

3. Kandungan Ayat
Pada ayat di atas Allah Swt. menegaskan ada dua hal pokok yang perlu diketahui. Pertama, bahwa sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. 

Kedua, jika terdapat perselisihan antarsaudara, kita diperintahkan oleh Allah Swt. untuk melakukan iślah (upaya perbaikan atau perdamaian). 

Apakah indikasi dari suatu persaudaraan? 

Rasulullah saw. bersabda, “Demi Allah yang menguasai diriku! Seseorang di antara kalian tidak dianggap beriman kecuali jika dia menyayangi saudaranya sesama mukmin sama seperti dia menyayangi dirinya sendiri.” (H.R. Bukhari) 

Selain itu Rasulullah saw. juga menegaskan, “Seorang muslim adalah orang yang lidah dan tangannya tidak menyakiti muslim lain, dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan semua larangan Allah.” (H.R. Bukhari)

1. Hadis Tentang Pengendalian Diri
Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Orang yang perkasa bukanlah orang yang menang dalam perkelahian, tetapi orang yang perkasa adalah orang

2. Hadis Tentang Prasangka Baik (Husnuzzan)
Rasulullah saw. bersabda: “Jauhkanlah dirimu dari prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta.” (H.R. Bukhari)

3. Hadis Tentang Persaudaraan
Diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir ra. bahwa Rasulullah saw. Bersabda: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling mencintai, saling mengasihi, dan saling menyayangi, seperti satu tubuh. Apabila satu organ tubuh merasa sakit, akan menjalar kepada semua organ tubuh, yaitu tidak dapat tidur dan merasa demam.” (H.R. Muslim)

Qabil adalah salah seorang anak Nabi Adam as. yang bersaudara kembar dengan Iqlima. Sementara Habil adalah anak Nabi Adam as. yang bersaudara kembar dengan Labuda. 

Iqlima terlahir dengan paras yang cantik, sementara Labuda tidak secantik Iqlima. Semua keturunan Nabi Adam as. hidup damai sampai mereka dewasa. 

Kemudian, turun perintah Allah Swt. agar Nabi Adam as. menikahkan anakanaknya. Allah Swt. memerintahkan agar anak yang terlahir sebagai saudara kembar harus dinikahkan dengan anak kembar yang lain. 

Dengan ketentuan tersebut, Qabil harus menikah dengan Labuda, dan Habil harus menikah dengan Iqlima. 

Ketika Nabi Adam as. menyampaikan perintah tersebut, Qabil tidak menyetujuinya. Pasalnya, sudah lama Qabil menyukai Iqlima. 

Dia menolak menikahi Labuda, dan tetap akan menikahi Iqlima. Dengan bijak, Nabi Adam as. mengingatkan Qabil bahwa ketentuan Allah Swt. harus ditaati. 

Namun, Qabil tetap pada kehendaknya untuk menikahi Iqlima, saudara kembarnya yang lebih cantik. Akhirnya, dengan memohon petunjuk Allah Swt. dengan bijaksana Nabi Adam as. memerintahkan Qabil dan Habil untuk berkurban. 

Siapa pun yang kurbannya diterima oleh Allah Swt., segala kebutuhan dan keinginannya akan dikabulkan oleh Allah Swt., termasuk keinginan Qabil untuk menikahi Iqlima. 

Setelah semuanya dirasa siap, Qabil dan Habil pun mempersembahkan kurbannya masing-masing di atas bukit dengan disaksikan oleh semua anggota keluarga. 

Qabil mempersembahkan hasil pertaniannya. Ia sengaja memilih gandum dari jenis yang jelek. 

Habil mempersembahkan seekor kambing terbaik dan yang paling ia sayangi. Kemudian, dengan perasaan berdebar-debar, mereka menyaksikan dari jauh. 

Tak lama berselang, tampak api besar menyambar kambing persembahan Habil, sedangkan gandum persembahan Qabil tetap utuh yang berarti kurban Habillah yang diterima. 

Melihat kenyataan tersebut, Qabil yang berperangai tidak baik dan terpengaruh hasutan iblis, menaruh dendam kepada Habil. 

Terpikir olehnya, agar keinginannya menikahi Iqlima, tidak ada cara lain kecuali membunuh Habil. 

Ketika terdapat kesempatan untuk melaksanakan niat jahatnya tersebut, Qabil benar-benar melaksanakannya. 

Ketika Habil sedang seorang diri, Qabil datang menghampirinya dengan niat untuk membunuh saudaranya itu. 

Mengetahui hal tersebut, Habil mengingatkan Qabil agar senantiasa mengingat Allah Swt. dan hendaklah takut kepada-Nya. 

Habil berkata kepada Qabil, “Sungguh jika kamu menggerakkan tanganmu untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.” (Q.S. al-Mā’idah/5:28) Setelah Habil terbunuh, Qabil merasa bingung. 

Diguncang-guncangkan tubuh saudaranya itu, namun tetap tidak bergerak. 

Lalu jenazah Habil dibawa ke sana ­ kemari dengan perasaan kacau, tak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia merasa sangat menyesal sehingga air matanya berlinang membasahi pipinya. 

Dalam kebingungannya, Allah Swt. menurunkan ilham melalui dua ekor burung gagak yang bertarung untuk memperebutkan daging mayat Habil. 

Salah seekor dari burung gagak itu tewas dalam pertarungan tersebut. 

Kemudian, burung gagak yang masih hidup menggali tanah, menarik gagak yang telah menjadi bangkai untuk dimasukkan ke dalam tanah yang telah digali dengan cakarnya, kemudian menimbunnya dengan tanah. 

Demikianlah, Qabil meniru perbuatan burung gagak itu. 

Ia menggali tanah dan menguburkan mayat Habil dan menimbunnya dengan tanah. Menyadari dirinya telah melakukan kesalahan yang sangat besar, Qabil pun merasa ketakutan. 

Ia kemudian tidak berani untuk pulang ke rumah, bahkan pergi meninggalkan kedua orang tua dan saudara-saudaranya. 

Ia benar-benar tidak kembali lagi, pergi masuk hutan keluar hutan, menaiki gunung, dan menuruni lembah tak jelas arah dan tujuan

1. Pengendalian Diri (Mujāhadah an-Nafs)
  • Bersabar dengan tidak membalas terhadap ejekan atau cemoohan teman yang tidak suka terhadap kamu. 
  • Memaafkan kesalahan teman dan orang lain yang berbuat “aniaya” kepada kita. 
  • Ikhlas terhadap segala bentuk cobaan dan musibah yang menimpa, dengan terus berupaya memperbaiki diri dan lingkungan. 
  • Menjauhi sifat dengki atau iri hati kepada orang lain dengan tidak membalas kedengkian mereka kepada kita. 
  • Mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan Allah Swt. kepada kita, seta tidak merusak nikmat tersebut. Seperti menjaga lingkungan agar selalu bersih, menjaga tubuh dengan merawatnya, berolahraga, mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal, dan sebagainya

2. Prasangka Baik (Husnużżan)
  • Memberikan apresiasi atas prestasi yang dicapai oleh teman atau orang lain dalam bentuk ucapan atau pemberian hadiah. 
  • Menerima dan menghargai pendapat teman/orang lain meskipun pendapat tersebut berlawanan dengan keinginan kita. 
  • Memberi sumbangan sesuai kemampuan kepada peminta-minta yang datang ke rumah kita. 
  • Turut serta dalam kegiatan­kegiatan sosial baik di lingkungan rumah, sekolah, ataupun masyarakat. 
  • Meng erjakan tugas­tugas yang diberikan kepada kita dengan penuh tanggung jawab

3. Persaudaraan ( Ukhuwwah) 
  • Menjenguk/mendoakan/membantu teman/orang lain yang sedang sakit atau terkena musibah. 
  • Mendamaikan teman atau saudara yang berselisih agar mereka sadar dan kembali bersatu. 
  • Bergaul dengan orang lain dengan tidak memandang suku, bahasa, budaya, dan agama yang dianutnya. 
  • Menghinda ri segala bentuk permusuhan, tawuran, ataupun kegiatan yang dapat merugikan orang lain. 
  • Menghargai perbedaan suku, bangsa, agama, dan budaya teman/orang lain

Nelty Khairiyah dan Endi Suhendi Zen. 2017. Pendidikan Agama Islam Kelas X. Jakarta: Pusat Kurikulum Kemendikbud.

iklan tengah