Pandangan Para Astronom Terhadap Alam Semesta

Pengetahuan manusia tentang alam semesta (antariksa), khususnya alam perbintangan sudah ada sejak zaman purba. Pada masa itu bangsa Persia, Sumeria, Babylonia dan lain-lainya sudah mempunyai pengetahuan yang dalam tentang ilmu bintang-bintang.

Baru kira-kira pada tahun 1500 M ilmu bintang (astronomi) berkembang dengan sebenarnya sebagai ilmu pengetahuan karena mulai mengambil kedudukan di dalam masyarakat umum.

Bidang ini dipelajari dengan tekun hingga sekarang dan tidak dapat disangkal lagi berkat pengetahuan ini pula manusia sekarang ini telah berhasil dengan sukses dalam usahanya untuk menaklukan ruang angkasa.

HAKIKAT KOSMOGRAFI
Menurut Endarto (2014), kosmografi merupakan ilmu pengetahuan yang menguraikan dan memberikan gambaran tentang alam semesta beserta isinya yang serba-teratur serta menjelaskan fenomena dan hukum-hukum yang terjadi di alam semesta (universe).

Pada umumnya, yang diperbincangkan dalam ilmu kosmografi hanya keadaan-keadaan yang telah ada dalam alam raya dengan tidak mengingat kejadian-kejadian mengenai perubahan fisis dalam benda-benda langit.

Tujuan kosmografi menurut Endarto (2014), adalah mempelajari segala seluk beluk yang berkaitan dengan benda-benda angkasa, misalnya galaksi, bintang, meteor, matahari, planet-palanet, satelit, komet dan benda-benda angkasa lainnya, termasuk Bumi.

Manfaat mempelajari kosmografi adalah untuk pengkajian fenomena alam semesta dalam hubungannya dengan iklim, penerbangan/penjelajahan ruang angkasa, teknologi komunikasi, serta ilmu pelayaran dan penerbangan karena bagi para pelaut dan penerbang, langit perbintangan merupakan peta atau petunjuk jalan di tengah-tengah samudera dan angkasa.

Dalam ilmu ukur tanah, dalam penetapan waktu, penetapan musim, perhitungan tinggi air pasang, perhitungan gerhana dan lain-lainya, kosmografi bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan manusia.

Kosmografi memberi pengetahaun tentang hubungan matematis dalam alam semesta antara benda-benda langit (matahari, bulan, bintang, bumi dan sebagainya) tetapi objek-objek langit ini hanya dipandang sebagai bagian-bagian alam yang amat kecil terhadap kosmos yang mahabesar itu.

ILMU BANTU KOSMOGRAFI
Ilmu-ilmu lain dalam astronomi, selain kosmografi, ialah sebagai berikut (Endarto, 2014):

1. Astrofisika
Ilmu ini mempelajari/menyelidiki benda-benda angkasa, suhu, unsur-unsur penyusun benda angkasa dan atmosfer serta fisik lain.

2. Astrometri
Ilmu ini mempelajari posisi atau kedudukan suatu tempat di Bumi dan di langit, jarak, ukuran terhadap Bumi dan benda-benda angkasa lain.

3. Astromekanika
Ilmu ini mempelajari keadaan gerakan-gerakan, seperti rotasi, revolusi, lintasan benda langit, dan hukum-hukum yang mempengaruhi gerakan tersebut.

4. Kosmogoni
Ilmu ini mempelajari dan menyelidiki bangun atau bentuk perubahan-perubahan alam semesta (jagat raya).

PENDAPAT PARA ASTRONOM TERHADAP ALAM SEMSTA DARI MASA KE MASA
Sejarah pengamatan terhadap alam kali pertama dilakukan oleh bangsa Cina dan Asia Tengah. Bangsa Cina mengamati alam lingkungan terkait dengan kepentingannya dalam melakukan perjalanan dan usaha pertanian.

Selain bangsa Cina, pengamatan terhadap gejala alam yang ada di langit dilakukan pula oleh orang-orang Yunani. Bangsa

Yunani menemukan bahwa objek-objek yang terlihat dalam keadaan tetap, juga terlihat adanya objek-objek yang mengembara yang kemudian disebut planet.

Prestasi Yunani kuno pada waktu itu telah sampai pada pengetahuan bahw matahari, Bumi, dan planet merupakan bagian dari suatu sistem yang berbeda.

Seiring dengan perkembangan zaman, lahirlah beberapa pandangan para ahli perbintangan untuk memecahkan rahasia-rahasia alam semesta ini dengan berbagai hipoteis ilmiah yang ada sesuai dengan tingkat perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan saat itu.

1. Eudoxus (300 SM)
Dia mulai memperhitungkan gerakan-gerakan peredaran bintang-bintang dan planet-planet. Bagi mata kita, bintang-bintang itu seolah bergerak sebagai kelompok-kelompok disepanjang langit dengan arah timur ke barat.

Ia tidak pernah melihat mereka itu bergerak berlawanan. Oleh sebab itu, bintang-bintang seperti itu disebut bintang tetap.

Disamping tetap, ada pula beebrapa benda langit yang seperti bintang juga rupanya, disamping gerakanya yang dari timur ke barat, juga bergerak dari barat ke timur dibandingkan letaknya terhadap bintang-bintang tetap tersebut.

Benda langit seperti itu disebut planet. Jadi, planet itu bergeser dengan arah yang terbalik dengan gerakan bintang-bintang tetap yang berada di latar belakangnya itu, di samping pergeserannya sehari-hari.

Eudoxus berhasil menghitung ada tujuh benda langit yang bergerak seperti itu, yaitu matahari dan bulan, juga Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus dan menyebut benda itu semua "bintang beredar" ataupun planet.

Umumnya planet-planet tersebut bergerak dari barat ke timur dengan latar belakang bintang-bintang tetap tersebut.

Akan tetapi, salah satu diantaranya ada yang seakan-akan pada suatu saat semakin menjadi lambat gerakannya, kemudian berhenti, dan secara misterius bergerak kembali dengan arah berlawanan, jafi bergerak kembali atau bergerak "retrograde" untuk beberapa minggu lamanya.

Kemudian, secara misterius kembali lagi bergerak dengan arah seperti semula atau bergerak dengan arah "rektograde".

Untuk memecahkan gejala ini, Eudoxus menemukan jawabannya. Dia berpendapat bahwa Bumi itu diam tidak bergerak dan berada di tengah-tengah jagad raya. Keadaan ini memang seperti keadaan yang dapat kita saksikan dengan mata kita.

Kemudian, Eudoxus mempunyai pandangan (imajinasi) bahwa terdapat beebrapa bola/bulatan (sfeira) yang transparan mengelilingi bumi yang diam ini, yang kesemuanya berputar mengelilingi sebuah titik pusat.

Semua bintang tetap yang ada itu melekat di bagian dalam bola-kaca yang letaknya ada di bagian paling luar dan ukurannya yang paling besar pula.

Dengan demikian, orang melihat bintang-bintang itu semuanya bergeser di langit jika bola tersebut berputar mengelilingi sumbunya itu.

Pada bola "kaca" yang kedua, yang letaknya ada di bagian yang lebih dalam, terletak antara lain Planet Saturnus, dan perputaran dari bola ini menyebabkan bergesernya planet tersebut dengan latar belakang bola pertama tadi.

Bola kaca berikutnya menyebabkan bergesernya Yupiter dan bola berikutnya menyebabkan bergesernya Mars, kemudian Matahari, Venus dan sebagainya.

Sistem Eudoxus ini hanyalah sebuah teori. Dia tidak pernah membuat sebuah model. Karena itu, keadaanya sangat ruwet.

Akan tetapi, sistem ini kira-kira dapat memberi pnjelasan tentang penyebab Planet Mars yang kadang-kandang tampak bergerak kembali di dalam lintasannya.

2. Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles mengadakan pengamatan pada bulan yang sedang mengalami gerhana, Ia mengetahui bahwa selama gerhana bulan tersebut, bulan tertutup oleh bayangan Bumi yang ternyata merupakan sebuah lingkaran.

Kecuali hal itu, dia juga berpendapat bahwa diantara empat zat/unsur yang ada, yaitu tanah, udara, api dan air, dua unsur yang berat-berat, yaitu tanah dan air, bersatu dalam benda yang berbentuk bulatan.

Menurut Aristoteles:
1) Bumi ada dalam keadaan tenang di pusat alam raya.
2) Semua gerak di angakasa raya berupa gerak lingkaran. Kosmologi baru harus disusun sesuai dengan anggapan umum.

3. Aristarcus (180-230 SM)
Sejarah mencatat bahwa pengamatan alam semesta yang dibantu dengan perhitungan yang bersifat ilmiah pertama dilakukan oleh Aristachrus dari Samos (310-230 SM).

Ia mencoba menghitung sudut antara letak bulan, Bumi dan Matahari dan mencari perbandingan jarak antara Bumi ke matahari, dan dari Bumi ke bulan.

Aristachrus juga merupakan orang pertama yang beranggapan bahwa bumi bergerak mengelilingi Matahari dalam lintasan berbentuk lingkaran yang menjadi titik awal teori Heliosentrik.

Dengan demikian, teori Heliosentrik telah diyakini oleh para filsuf jauh sebelum munculnya pendapat Copernicus.

4. Erastothenes (276-195 SM)
Pengamatan alam semesta yang paling berharga lainnya dilakukan oleh Erasthothenes (276-195 SM). Ia mampu menghitung besaran lingkar bumi.

Ketepatannya cukup menyakinkan dan berbeda hanya 13% dari hasil perhitungan pada saat ini, padahal ketika itu ia menghitung lingkar bumi dengan alat yang sederhana.

Erasthothenes mengukur keliling bumi secara tematik yaitu berdasarkan perhitungan jarak dari Syene (Aswan) dan Alexandria.

Di Syene ia menggali sumur, sedangkan di Alexandria ia menancapkan tongkat. Saat pengukuran, cahaya matahari si Syene menyinari seluruh dasar sumur (tanpa ada bayangan dari dasar sumur), sedangkan di Alexandria ia mengukur panjang bayangan tongkat.

Dengan menganggap bahwa cahaya matahari di Syene akan tembus ke pusat bumi dan kelanjutan dari tongkat yang tertancap tegak juga akan menembus inti Bumi, maka selanjutnya tinggal menghitung besar sudut bayangan tongga yang jatuh ke tanah.

Dari cara perhitungan ini, Erasthotenes memperoleh angka keliling bumi, yaitu sejauh 252.000 stadia = 45.654 km (1 stadia = 157 meter) dengan asumsi jarak antara Alexandria-Syene sejauh 5000 stadia.

SUMBER:
Endarto, Danang. 2014. Kosmografi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

iklan tengah