Alam Semesta

Sekali waktu tataplah langit di malam hari. Bayangkan jika dapat terbang menembus langit dan melewati bintang-bintang.

Di atas ketinggian kita juga menatap bumi yang kita tinggalkan, maka akan tampaklah sebuah bulatan planet bumi di suatu tempat ruang angkasa.

Sejauh memandang kita memandang, ruang angkasa sangat luas dan tidak tahu di mana batasnya.

Dahulu orang menganggap bahwa ruang angka ada batas yang jelas, pada batas itu tertempel bintang-bintang yang berkelip.

Perhatikan gambar alam semesta menurut manusia jaman dahulu. Dengan melewati batas alam semesta akan timukan dunia lain.

Barulah pada pertengahan terakhir abad ke 20 dengan perkembangan teknologi teropong, pesawat ulang alik, satelit, dan skylab manusia lebih baik dalam memahami alam semesta.


Sejarah pengamatan terhadap alam pertama kali pertama dilakukan oleh bangsa Cina dan Asia Tengah.

Bangsa Cina mengamati alam lingkungan terkait dengan kepentingannya dalam melakukan perjalanan dan usaha pertanian.

Selain Bangsa Cina, pengamatan terhadap gejala alam yang ada di langit dilakukan pula oleh orang-orang Yunani.

Bangsa Yunani menemukan bahwa selain objek-objek yang terlihat dalam keadaan tetap, juga terlihat adanya objek-objek yang mengembara yang kemudian disebut planet.

Prestasi Bangsa Yunani Kuno pada waktu itu telah sampai pada pengetahuan bahwa Matahari, Bumi, dan Planet merupakan bagian dari suatu sistem yang berbeda.

Awalnya mereka memperkirakan Bumi dan Matahari berbentuk pipih tapi Phytagoras (572-492 SM) menyatakan bahwa semua benda langit itu berbentuk bola atau bundar.

Sejarah mencatat bahwa pengamatan alam semesta yang dibantu dengan perhitungan yang bersifat ilmiah kali pertama dilakukan oleh Aristachrus dari Samos (310-230 SM).

Ia mencoba menghitung sudut antara letak Bulan, Bumi, dan Matahari dan mencari perbandingan jarak antara Bumi ke Matahari, dan dari Bumi ke Bulan.

Aristachrus juga merupakan orang pertama yang beranggapan bahwa Bumi bergerak mengelilingi Matahari dalam lintasan berbentuk lingkaran yang menjadi titik awal teori Heliosentrik.

Dengan demikian, teori heliosentrik telah diyakini oleh para filsuf jauh sebelum munculnya pendapat Copernicus.

Pengamatan alam semesta yang paling berharga lainnya hasil yang dilakukan oleh Erastosthenes (276-195 SM). Ia mampu menghitung besaran lingkar bumi.

Ketepatannya cukup meyakinkan dan hanya berbeda 13% dari hasil perhitungan pada saat ini, padahal ketika itu ia menghitung lingkar bumi dengan alat yang sederhana.

Erastosthenes mengukur keliling bumi secara matematik yaitu berdasarkan perhitungan jarak dari Syene (Aswan) dan Alexanderia.

Di Syene ia menggali sumur, sedangkan di Alexanderia menancapkan tongkat.

Pada saat pengukuran, cahaya matahari di Syene menyinari seluruh dasar sumur (tanpa ada bayangan dari dinding sumur), sedangkan di Alexanderia ia mengukur panjang bayangan tongkat.

Dengan menganggap bahwa cahaya matahari di Syene akan tembus ke pusat bumi, dan kelanjutan dari tongkat yang tertanjap tegak juga akan menembus inti bumi maka selanjutnya tinggal menghitung besar sudut bayangan tongak yang jatuh ke tanah.

Dari cara perhitungan ini, Eratosthenes memperoleh angka keliling bumi, yaitu sejauh 252.000 stadia = 45.654 km (1 stadia = 157 meter) dengan asumsi jarak antara Alexanderia – Syene sejauh 5000 stadia.

Teori heliosentris dari Aristachrus mendapat perlawanan dari Ptolemy dengan Teori Geosentrik. Ptolemy hidup sekitar 150 M yang menyatakan bahwa semua objek bergerak relatif terhadap bumi.

Teori geosentrik dipercaya oleh para ahli ketika itu selama hampir 1400 tahun walaupun mempunyai kelemahan, karena Matahari dan Bulan bergerak dalam jejak lingkaran mengitari Bumi, sementara planet bergerak tidak teratur dalam serangkaian simpul ke arah timur.

Akhirnya teori geosentris gugur setelah pada tahun 1543 terjadi revolusi ilmiah secara besar-besaran yaitu konsep Copernicus (1473 - 1543) yang membenarkan konsep awal dari Aristarchus dan mengusulkan bahwa model Heliosentris merupakan teori yang paling rasional.

Copernicus lahir pada tanggal 19 Pebruari 1473 di-Torun, Polandia.
Ia hidup pada peralihan zaman abad pertengahan dan zaman pencerahan (renaissance).

Walaupun menjadi biarawan, tetapi ia juga sangat tertarik pada astronomi.

Dengan peralatan yang sangat sederhana yang ada waktu itu, Copernicus mempelajari gerakan-gerakan matahari, planet-planet dan bintang-bintang.

Kesimpulannya menyatakan bahwa dengan menempatkan matahari di tengah tata surya dan dalam keadaan diam, perhitungan gerak benda langit akan lebih mudah diprediksi gerakan- gerakannya.

Teori heliosentrik yang disampaikan Copernicus dipublikasikan dalam buku berjudul De Revolutionibus Orbium Coelestium.

Di kemudian hari setelah kematian Copernicus, gereja menentang teori heliosentris.

Hal ini terjadi pada akhir abad ke-16 yaitu ketika Giordano Bruno seorang filsuf Italia menyatakan bahwa semua bintang itu mirip dengan Matahari dan masing-masing matahari dikelilingi oleh sistem planet lainnya yang dihuni oleh manusia yang berbeda.

Dengan pandangan ini menyebabkan Giordano Bruno dibakar dan teori heliosentrik yang diyakininya dianggap berbahaya karena bertentangan dengan pandangan gereja yang menganggap manusialah yang menjadi sentral di alam semesta.

Penentangan gereja terhadap teori heliosentrik terus berlanjut. Adalah Galileo Galilei yang dilahirkan di Italia pada tahun 1564 dipenjara karena mendukung teori Copernicus.

Awalnya pada tahun 1616 ia diperingatkan agar jangan mendukung teori heliosentris, tetapi ia tetap bertahan hingga menerbitkan bukunya yang diberi judul: "Dialogue concerning the two chief systems of the world" pada tahun 1632.

Akibatnya Galileo pada tahun 1633 dipanggil ke-Roma untuk menghadapi komite inkwisisi dari gereja Katolik Roma. Setelah ditahan selama berbulan-bulan, maka pada tanggal 22 Juni 1933 ia diajukan kepengadilan.

Dengan usia yang sudah mulai udzur yaitu sekitar 70 tahun dan sakit-sakitan ia terpaksa mengalah dan bersedia menarik kembali dukungannya kepada teori heliosentris sambil berlutut.

Ia tidak jadi dihukum mati tetapi dikenakan tahanan rumah. Pada tahun 1642 Galileo meninggal dunia dalam status tahanan rumah.

Dengan adanya larangan dari gereja, para ilmuwan “penasaran” termasuk
tokoh utama pada jamannya yaitu Isaac Newton.

Dengan banyaknya pendukung teori heliosentris, para rohaniwan baik Katolik Roma maupun Protestan menjadi salah tingkah dan “dipukul” mundur.

Para Rohaniwan generasi abad ke-18 menyalahkan para Rohaniwan abad ke-16 dan 17.

Walaupun umumnya para ahli sepakat dengan teori heliosentris, tetapi Tycho Brahe (1546-1601) dari Denmark tidak mendukung teori heliosentris.

Ia masih menentangnya dan mendukung teori geosentris.
Pada 1576, Brahe membangun sebuah observatorium di pulau Hven, di laut Baltic dan melakukan penelitian di sana sampai kemudian ia pindah ke Prague pada tahun 1596.

Di Prague, Brahe menghabiskan sisa hidupnya menyelesaikan tabel gerak planet dengan bantuan Johannes Kepler (1571-1630) asistennya.

Setelah kematian Brahe, Kepler menelaah data yang ditinggalkan Brahe dan menemukan bahwa orbit planet tidak bulat sirkular melainkan berbentuk elliptik.

Kepler termasuk ”murtad” terhadap pendapat gurunya dan mendukung teori heliosentris bahkan kemudian mengeluarkan tiga hukum gerak orbit yang dikenal sampai saat ini yaitu:
(a) Planet bergerak dalam orbit ellips mengelilingi matahari sebagai pusat sistem,
(b) Radius vektor akan menyapu luas yang sama dalam interval waktu yang sama, dan
(c) Kuadrat kala edar planet mengelilingi matahari sebanding dengan pangkat tiga jarak rata-rata dari matahari.

Kepler menuliskan hasil pekerjaannya dalam sejumlah buku, diantaranya adalah Epitome of The Copernican Astronomy tetapi segera setelah itu menjadi bagian dari daftar Index Librorum Prohibitorum yang merupakan kumupulan buku terlarang bagi umat Katolik.

Dalam daftar ini juga terdapat publikasi Copernicus yang telah disebutkan di atas yaitu De Revolutionibus Orbium Coelestium.

Pengamatan terhadap langit terhadap benda-benda di langit terus berlanjut.

Teori Heliosentris dari Copernicus yang berpendapat bahwa matahari adalah pusat alam semesta setelah banyak direvisi.

Sesuatu yang wajar karena Copernicus hanya menggunakan peralatan sederhana yang sangat jauh berbeda dengan teknologi yang digunakan sekarang.

Hal yang perlu dihargai adalah bahwa Copernicus telah meletakkan dasar-dasar teori yang sampai saat ini diakui sampai akhirnya nanti ditemukan teori baru yang lebih baik.

Konsepsi tentang alam semesata yang sampai saat ini diakui manusia (sebagai hasil dari penelitian dengan menggunakan teknologi modern) adalah bahwa bumi berputar pada sumbu bumi (rotasi) dan berputar mengelilingi matahari (revolusi).

Bumi adalah salah satu planet anggota Tata Surya dan planet-planet lainnya juga berputar mengelilingi matahari.

Matahari hanya satu bintang dari miliaran bintang yang ada dalam suatu gugusan bintang yang disebut galaxy. Letak matahari berada pada salah satu sayap galaksi Bima Sakti dan bukan pusat dari bintang-bintang dalam galaksi.

Galaxy Bima sakti atau lebih dikenal secara internasional dinamakan Milky Way (Melk Weg) di mana matahari menjadi salah anggotanya, ternyata tidak hanya satu.

Para astronom menemukan bahwa banyak lagi galaxy-galaxy lain di luar galaksi bima sakti.

Banyaknya galaksi-galaksi di alam raya oleh para ahli dikelompokkan menjadi sejumlah klaster (cluster of galaxies).

Galaksi Bima sakti bersama 18 galaksi lainnya (seperti Awan Magellan Besar, Awan Magellan Kecil, dan Andromeda) membentuk sebuah klaster yang disebut Klaster Lokal.

Selain Klaster Lokal, gugus galaksi lain yang ada di ruang alam jagat raya adalah Klaster Virgo (anggotanya terdiri atas 1000 buah), Klaster Coma (anggotanya terdiri atas 10.000 buah galaksi).

Bayangkan jika satu galaksi saja belum ada yang dapat memastikan jumlah bintang yang berada di dalamnya, maka berapa menjadi berapa triliyun lagi jika jumlah bintang yang di setiap gugus kita hitung.

Sumber:
Djakaria, M. Nur. dan Ahmad Yani. 2009. Handout Mata Kuliah Kosmografi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

iklan tengah