Tarikh Bulan dan Matahari

"Mereka bertanya tentang bulan sabit. Katakanlah bahwa bulan sabit itu adalah tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji" (QS Al Baqoroh: 189).

Sejak dahulu orang telah melihat bulan. Kemolekan bulan telah dipuja dan selalu menjadi tamsil bagi anak manusia yang memadu cinta. Namun setelah proyek Appolo XI buatan Amerika Serikat mendarat di bulan, puja-puji kecantikan bulan menjadi sirna karena ternyata permukaan bulan tidak sehalus yang dilihat dari bumi.

Penuh dengan kepundan meteor sebagai hasil tumbukan meteor yang dengan leluasa menerjang bulan. Selain itu, ada pula deretan pegunungan dengan lembah-lembah memanjang. Kawah-kawah meteor dan dataran rendah terdapat di mana-mana.

Setelah berkunjung ke bulan, manusia semakin yakin bahwa bulan sangat berbeda dengan matahari. Matahari penuh golakan hidrogen dan suhunya ribuan derajat celcius sedangkan bulan hanya beberapa ratus derajat saja di permukaan bulan yang siang bahkan di permukaan bulan yang malam suhunya sangat dingin. Sama halnya dengan benda-benda langit lainnya, bulan memiliki gerak rotasi dan gerak revolusi keliling bumi. Lama rotasi bulan sama dengan kala revolusinya. Karena itu jangan heran jika permukaan bulan dilihat dari bumi permukaanya itu-itu saja yaitu gambar seperti nenek-nenek yang duduk berselonjor ditemani seekor kucing (Nini Anteh). Permukaan bulan yang menghadap ke arah bumi adalah permukaan yang tetap menghadap bumi sedangkan bagian yang membelakangi bumi juga permukaan yang tetap membelakangi sehingga tidak pernah terlihat dari bumi.
Selain gerakan rotasi dan revolusinya, bulan bersama-sama dengan bumi beredar mengelilingi matahari artinya bulan pun mengikuti revolusi bumi. Sehingga jika digambarkan, lintasan bulan akan tampak meliuk-liuk: sekali waktu lebih dekat ke matahari dan sekali waktu lebih jauh ke matahari. Waktu yang dibutuhkan bulan mengitari bumi adalah satu bulan tepatnya 29 1/2 hari atau dinamakan lama bulan sinodik. Perhatikan gambar perjalanan bulan yang meliuk-liuk di bawah ini.




Gambar 5.1 Lintasan bulan keliling matahari

Terlihat dalam gambar, b1 dan b5 adalah posisi bulan sedang dekat dengan matahari sedangkan b3 sedang posisi jauh dari bumi. Posisi b2, b4, dan b6 pada posisi perbani (pertengahan); b2 dan b6 merupakan pertengahan pertama sedangkan b4 merupakan pertengahan kedua. Ketika bulan pada posisi b1 dan b5, bulan tidak tampak dari bumi karena kalah cahaya oleh matahari, sedangkan pada posisi b3 bulan akan tampak secara keseluruhan. Posisi b1 dan b5 dianggap sebagai bulan tua atau bulan mati dan posisi b3 dianggap sebagai bulan purnama. Pada posisi b2 bulan dalam keadaan sepasi (sepasi pertama), b4 sedang spasi kedua, dan b6 kembali lagi pada sepasi pertama. Dengan demikian kita dapat melihat perubahan bentuk bulan itu pada setiap bulan. Ketika tangal satu atau dua, bulan akan tampak sabit dan muncul singkat di upuk barat lalu terbenam. Sekitar tanggal 6 dan 7 rupa bulan berbentuk sepasi. Sekitar tanggal 14, 15, dan 16 bentuk bulan terlihat penuh (purnama). Kemudian sekitar tanggal 21 dan 22 bulan kembali berbentuk sepasi. Tanggal 29 dan 30 dianggap mulan mati karena tidak tampak lagi dan setelah itu kembali muncul mengawali perjalan awal bulannya. Perubahan bentuk bulan yang tampak di bumi disebut fase bulan.



Gambar 5.1 Aspek bulan dalam hubungannya dengan fase bulan

Pada gambar terlihat bahwa bulan sabit muncul di sore hari berarti dimulainya bulan baru. Bulan baru akan muncul di upuk barat ketika matahari sesaat setelah terbenam. Perubahan fase bulan secara periodik digunakan untuk melakukan perhitungan penanggalan atau kalender yang dikenal dengan tarikh bulan atau tarikh komariah. Satu bulan tarikh komariah lamanya 29,5 hari, tepatnya 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik. Satu tahun komariah lamanya 12 kali 29,5 hari sama dengan 354 hari. Banyaknya hari dalam sebulan selama satu tahun pada tarikh komariah berganti-ganti yaitu 29 hari dan 30 hari. "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dan ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (At Taubah: 36).
Pada Tarikh Komariah dilaksanakan pembulatan dengan tidak memperhitungkan waktu di bawah satu jam pada tahun-tahun biasa. Setiap bulan

terbuang 44 menit, 3 detik. Jadi dalam setahun terbuang 12 x (44 menit 3 detik) = 8
jam 48 menit 36 detik dan dalam 30 tahun akan terbuang 10 hari 22 jam 38 menit (hampir sama dengan 11 hari). Untuk menghindari pembengkakan selama 60 tahun 90 tahun dan seterusnya, maka ditentukan adanya 11 tahun kabisat untuk periode 30 tahun tarikh komariah. Kalau tahun-tahun biasa panjangnya 354 hari maka jumlah hari pada tahun kabisat lamanya 355 hari. Kesebelas tahun kabisat itu ditetapkan berdasarkan tabel di bawah ini:

TABEL 5.1 DAFTAR TAHUN KABISAT TARIKH KOMARIAH DALAM TIAP 30 TAHUN

1 9 17 25
(2) (10) (18) (26)
3 11 19 27
4 12 20 28
(5) (13) (21) 29
6 14 22 30
(7) 15 23
8 (16) (24)

Setelah tahun ke 30 adalah tahun ke 31 yang dianggap sama dengan tahun kesatu. Demikian pula tahun ke 61, 91, 121, 151, dan seterusnya. Untuk mengetahui tahun kabisat atau bukan, dapat diperoleh dengan jalan membagi angka tahun komariah dengan 30, maka sisa hasil baginya akan menunjukkan kabisat atau bukan. Caranya dengan menyesuaikan angka tersebut dengan angka pada tabel di atas. Sebagai contoh tahun 1406 hijriah, bagilah 1406 dengan 30 maka hasilnya 46 dan sisanya 26. Lihatlah angka 26 pada tabel, ternyata berkurung, artinya tahun 1406 adalah tahun kabisat yang lama waktunya 355 hari.
Pertanyaan kita selanjutnya, di mana meletakkan penambahan satu hari itu? Untuk menambah satu hari dalam tahun kabisat adalah di bulan haji. Perhatikan tabel berikut:
Bulan 1 adalah Muharam 30 hari
2 adalah Safar 29 hari
3 adalah Rabiulawwal 30 hari
4 adalah Rabiulakhir 29 hari
5 adalah Jumadilawwal 30 hari
6 adalah Jumadilakhir 29 hari
7 adalah Rajab 30 hari
8 adalah Sya'ban 29 hari
9 adalah Ramadhan 30 hari
10 adalah Syawal 29 hari
11 adalah Zulkaidah 30 hari
12 adalah Zulhijah 29 hari atau 30 hari

Tarikh komariah ini dipakai dalam kalender Hijriyah atau kalender ummat Islam. Adapun kalender Masehi menggunakan tarikh syamsiah yang perhitungannya berdasarkan revolusi bumi mengitari matahari. Satu tahun tarikh matahari adalah 365 hari 5 jam 48 menit dan 46 detik. Pembulatan pada tahun biasa lamanya 365 hari sedangkan lama tahun hari pada tahun kabisat lamanya 366 hari. Pada tarikh syamsiah, penambahan hari pada tahun kabisat ditempatkan pada angka tahunnya

yang habis dibagi 4 kecuali pada tahun abad. Tahun abad dikatakan tahun kabisat jika angka tahunnya habis dibagi 400. Tahun abad yang dimaksud mislanya 1600, 2000 dan seterusnya. Penempatan hari tahun kabisat ditaruh pada bulan Februari. Persamaan antara tahun komariah dan syamsiah menggunakan perhitungan waktu 12 bulan "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (QS At Taubah 36)".
Bagi ummat Islam yang menggunakan tarikh Hijriyah berkepentingan terhadap jumlah hari dalam sebulan terutama dalam memasuki bulan syawal (hari lebaran). Dalam menentukan tanggal satu bulan syawal (dan bulan-bulan lainnya) selain memperhatikan kemunculan bulan sabit (Ru'yatul hilal) juga dengan cara perhitungan (hisab). Akibatnya sering terjadi perbedaan pendapat. Hal ini terjadi karena ada dua pedoman yang sering digunakan dalam menentukan tanggal satu. Ada yang hanya berdasarkan perhitungan (hisab) dan ada pula yang berdasarkan Ru'yatul hilal. Pada bulan-bulan biasa, perbedaan pendapat antara dua golongan tersebut tidak menarik perhatian. Tetapi pada bulan-buan tertentu seperti menentukan awal bulan romadlon (puasa) atau awal bulan zulhijah terkadang merepotkan semua pihak. Golongan yang lebih mempercayai perhitungan (hisab) akan menggunakan ilmu falak sebagai sarana perhitungan, sedangkan golongan yang lebih mantap berdasarkan Ru’yatul hilal akan berusaha melihat langsung kemunculan bulan sabit dengan menggunakan alat teodolit dan atau teropong. Jika bulan sabit sudah nampak, maka keesokan harinya dinyatakan permulaan bulan.
Pertentangan antara dua golongan tersebut biasanya muncul pada kesepakatan tinggi bulan di atas upuk (horison). Majlis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan jika kemunculan bulan sabit lebih dari 2o di atas upuk maka keesokan harinya merupakan bulan baru, sedangkan jika kurang dari 2o maka keesokan harinya masih termasuk bulan itu dan belum beranjak ke permulaan bulan baru. Nah, sebagian umat Islam Indonesia ada yang berkeyakinan: asalkan sudah muncul walaupun kurang dari 2o (hanya dapat diketahui melalui hisab) maka dianggap masuk bulan baru. Sementara golongan yang lain tidak mau mengakui keyakinan tersebut sehingga akhirnya timbul perbedaan pendapat. Kasus semacam ini pernah terjadi pada 1 syawal 1423 H (tahun 2002)


iklan tengah