Pendekatan Geografi: Spasial, Ekologi, Regional Lengkap!

Image: dailymail.co.uk

Sejak awal pertumbuhannya pada masa Yunani hingga perkembangan geografi mutakhir sejak 1960-an atau 1970-an, kajian geografi telah dilakukan oleh orang dengan bentuk pendekatan yang tidak selalu sama dari waktu-kewaktu.

Pandangan filsafat yang turut berpengaruh, faham atau pandangan dasar (paradigma) yang dianut, yang pada gilirannya turut menentukan cara atau metode serta sasaran yang menjadi perhatian utama geografi, berkaitan erat dengan pendekatan yang dipilih sejumlah tokoh dalam mempelajari geografi.

Pada postingan ini, saya akan menjelaskan 4 macam pendekatan geografi yang pernah dilakukan dari waktu-kewaktu, yaitu:

1. Tradisi Keruangan.
2. Tradisi Studi Wilayah.
3. Tradisi Kajian Hubungan Manusia-Alam.
4. Tradisi Ilmu Kebumian.

Sungguhpun dalam kenyataanya dapat diidentifikasi lebih banyak lagi bentuk pendekatan yang telah dikembangkan dalam kajian geografi, secara pokok telah diakui banyak orang bahwa setidak-tidaknya ada empat macam bentuk pendekatan yang telah dipakai dalam mempelajari geografi, baik pada masa-masa geografi masih dalam kedudukannya pra-ilmu (masa geografi klasik) maupun perkembangannya sebagai ilmu (geografi modern).

Keempat bentuk pendekatan yang oleh Pattison disebut juga sebagai tradisi-tradisi geografi meliputi apa yang olehnya digolongkan  atas:
  1. Tradisi keruangan, yang perhatiannya lebih terpusat pada persoalan geometri hubungan-hubungan keruangan dan juga perpindahan keruangan.
  2. Tradisi studi wilayah, yang perhatiannya terpusat pada kajian karakteristik esensial tempat-tempat atau kawasan.
  3. Tradisi kajian hubungan manusia alam, yang perhatiannya terpusat pada perkara interaksi manusia dengan lingkungan.
  4. Tradisi ilmu kebumian, yang perhatiannya terutama terpusat pada upaya mendeskripsikan dan menjelaskan ciri-ciri permukaan bumi.
Penggolongan ini tidak  harus diartikan bahwa tradisi yang juga mencerminkan pendekatan, cara kerja bahkan sasaran utama kajian geografi itu merupakan periodesasi perkembangan pendekatan geografi.

Namun dalam kenyataanya tradisi mempelajari geografi dengan penekanan membuat deskripsi dan upaya menjelaskan gejala-gejala di bumi demikian dominan pada masa Yunani, sementara pendekatan keruangan yang didukung dengan teknik-teknik analisis kuantitatif, penggunaan model-model bahkan juga disertai berlakunya pendekatan sistem dan pendekatan perilaku demikian nyata tampak pada masa perkembangan geografi sejak 1960-an atau 1970-an. Berikut ini akan dijelaskan secara rinci, masing-masing bentuk pendekatan (tradisi) geografi.

Tradisi keruangan yang menggambarkan pentingnya pendekatan keruangan dalam geografi tampil secara nyata sejak abad 17 ketika para filosofi mulai memusatkan perhatiannya pada aspek keruangan dengan mempertanyakan apakah sifat keruangan itu melekat pada setiap fenomena yang ada di muka bumi.

Kemudian pada masa Kant abad 18 pengertian ruang secara luas dilihat sebagai suatu kategori yang perlu mendapat perhatian khusus dalam geografi.

Pendekatan keruangan mengalami kemajuan pesat setelah perang dunia kedua disertai pemakaian teknik-teknik analisis statistik dan model-model yang lebih memungkinkan geografi melalkukan penyelidikan secara ilmiah melalui cara-cara pengajuan dan pengujian hipotesis.

Akhir-akhir ini para pendukung geografi yang memberi tempat khusus bagi kuantifikasi dalam geografi seperti Harvey ataupun Abler, Adams dan Gould mengembangkan lebih lanjut teknik-teknik analisis keruangan.

Untuk dapat lebih memadai dalam menghadapi masalah keruangan dalam kehidupan modern yang makn kompleks, Abler, Adams dan Gold dalam bukunya Spatial Organization menampilkan pandangan tentang perlunya pendekatan pengorganisasian keruangan.

Dengan demikian nilai terapan geografi akan dapat lebih banyak dipakai dalam kegiatan perencanaan dan analisis masalah-masalah keruangan.

Harvey disamping mengemukakan pentingnya kuantifikasi dalam langkah-langkah upaya memberi penjelasan dalam geografi juga memandang bahwa pendekatan sistem mempunyai arti yang cukup penting dalam kajian geografi.

Sementara itu, Hurst yang menulis buku A Geography Economic Behavior merupakan salah satu dari beberapa ahli geografi ekonomi yang memeprkenalkan pendekatan perilaku dalam geografi disamping juga pemakaian model-model dan pendekatan sistem.

Jika analisis keruangan dan kuantifikasi dalam geografi mendapat dukungan dari kalangan ahli ekonomi, pendekatan perilaku membawa ahli geografi untuk mempelajari dan mencoba mengaplikasikan juga teori-teori yang lazim sebagai kajian ilmu psikologi.

Sungguh pun pengorganisasian keruangan lebih merupakan kecenderungan kajian yang terdapat dalam geografi mutakhir, sebenarnya pendekatan yang memandang penting arti ruang di bumi sudah berkembang sejak masa-masa awal pertumbuhan pengetahuan geografi, yaitu dengan upaya para ahli untuk melukiskan lokasi tempat-tempat di bumi dengan bantuan ilmu pasti dan astronomi.

Erasthothenes yang pertama kali melakukan pengukuran besarna bola bumi berjasa pula dalam mengembangkan cara-cara menentukan dan menggambarkan lokasi tempat-tempat di bumi.

Pengetahuan tentang letak tempat-tempat penting, garis-garis pantai serta lokasi gejala penting yang perlu digambarkan dalam peta telah merupakan salah satu bagian isi buku Ptolomeus, yaitu buku Geographia, yang terdiri atas beberapa jilid.

Pentingnya lokasi dan pemetaan sejak masa Eratosthenes telah berperan atas tampilnya pandangan yang melihat peta sebagai hasil utama kajian kajian geografi, sampai-sampai ada sejumlah orang yang secara ekstrim menganggap bahwa kajian geografi tanpa peta bukanlah tergolong geografi.
Seperti halnya tradisi keruangan, tradisi kajian wilayah juga sangat menonjol pada masa geografi klasik.

Strabo dalam buku geografinya tidak saja mengutarakan lokasi tempat-tempat dan asosiasi fakta secara kartografis, tetapi telah memperhatikan pula karakter dan diferensiasi fakta yang terdapat di suatu tempat dengan tempat lain.

Dengan demikian pada masa Yunani, Strabo telah mulai mempelopori pandangan atau pendekatan kewilayahan, yaitu dengan memperhatikan variasi kultural tempat-tempat di bumi.

Kajian wilayah juga telah merupakan bagian dari isis buku Varenius yang terbit pada tahun 1650 dengan judul Geographia Generalis yang membagi uraian-uraianya atas dua bagian utama, yaitu:
(1) geographia universalis atau geographia generalis yagn memuat uraian sifat-sifat dan gejala bumi sebagai suatu keseluruhan, dan
(2) geographian spesialis yang terbagi atas dua bagian:
(a) bagian yang membicarakan daerah-daerah luas atau chorograpiha, dan
(b) bagian yang membicarakan tempat-tempat atau topographia.

Jadi, geografi pada masa Varenius telah nyata mulai memakai pendekatan kajian wilayah dan dengan demikian geografi sebagai pengetahuan chorologi (choros=daerah luas di bumi) telah dimulai sejak geografi masa renaisan.

Akan tetapi kajian wilayah sebagai sasaran utama geografi baru berkembang secara formal pada masa Hettner (di Jerman) yang mengembangkan faham landscaf  yang selanjutnya diikuti dengan berkembangnya landscafikunde atau landerkunde yang sama artinya dengan regional geography dalam bahasa inggris.

Di Perancis, kajian geografi yang memusatkan perhatiannya pada keragaman wilayah dipelopori oleh Vidal de la Blache yang mengemukakan faham 'genre de vie' atau corak kehidupan (gaya hidup) yang beraneka ragam di berbagai tempat di bumi.

Sementara di Amerika Serikat perkembangan geografi yang memusatkan perhatian pada diferensiasi areal daerah-daerah muka bumi dipelopori oleh Richard Harstone.

Tradisi kewilayahan atau tradisi 'chorologi' mengalami pengembangan secara meluas dalam dasawarsa menjelang meltusnya Perang Dunia II.

Pada masa sesudah perang, pendekatan kewilayahan dalam arti studi dengan wilayah atau 'region' sebagai sasaran utama mulai memudar mengingat permasalahan kehidupan yang makin kompleks. perubahan-perubahan yang berlangsung cepat dan terjadinya saling pengaruh antar wilayah yang makin meluas dan intensif.

Sebaliknya, permasalahan geografi pada masalah-masalah khusus disamping menuntut digunakannya cara kajian dan teknik analisis yang baru juga membawa orang pada pilihan untuk mengembangkan lebih lanjut pendekatan keruangan yang lebih khusus sifatnya.

Kekhususan ini tercermin dalam penggunaan kuantifikasi dan model-model yang lalu menggeser penggunaan peta, pendekatan sistem dan juga penggunaan pendekatan perilaku. Kesemuanya secara bersama memberi ciri wujud pertumbuhan geografi mutakhir.
Kajian geografi yang memperhatikan hubungan manusia-alam (bumi) juga telah berakar sejak masa Yunani, meskipun tidak dipelopori oleh tokoh-tokoh geografi seperti Strabo dan Ptolomeus, melainkan oleh Hipocratus yang lebih merupakan ahli kedokteran.

Dalam abad ke-5 sebelum Masehi, Hipocratus telah membuat uraian mengenai udara, air dan tempat-tempat yang mencoba mengungkapkan hubungan kesehatan manusia dan kondisi-kondisi alam sekitarnya dengan mempertanyakan hubungan-hubungan yang lebih didasarkan pada asumsi bahwa lingkungan alam berpengaruh atas keadaan kesehatan manusia.

Akan tetapi pendekatan kajian yang memusatkan perhatian pada hubungan manusia dan alam ataupun hubungan kehidupan dengan lingkungan alamnya berkembang bersamaan dengan pertumbuhan geografi menjadi ilmu, khususnya dengan meluasnya dan kuatnya pengaruh hasil penyelidikan kaum naturalis (penyelidik alam) pada akhir abad -19.

Karya Charles Darwin yang menampilkan teori evolusi sangat berpengaruh, bukan saja dalam perkembangan geografi, tetapi juga pada ilmu-ilmu sosial (dalam kalangan antropologi teori evolusi mendapat sebutan the philosophy of progress). Pandangan evolusi tercermin dalam teori-teori perkembangan masyarakat dan juga sistem mata pencaharian hidup.

Dalam geografi pendekatan hubungan manusia-alam diwarnai upaya memberi penjelasan mengenai hubungan yang ada dalam pengertian unsur-unsur lingkungan alam sebagai pengendali (yang bersifat menentukan) dan keanekaan kehidupan sebagai akibatnya.

Pendekatan hubungan manusia-alam (yang merupakan juga pendekatan ekologi) telah menghasilkan faham determinisme lingkungan atau environmentalism yang sangat meluas pengaruhnya di Eropa dan Amerika sebelum akhirnya muncul fahamposibilis.

Di Perancis, faham ini dipelopori oleh Vidal de la Blache dan di Amerika oleh Carl O. Sauer. Keduanya merupakan tokoh-tokoh pendukung budaya.

Pada masa Yunani maupun dalam perkembangan kemajuannya hingga pada mas arenaisan (abad 16 dan 17) titik berat kajian geografi lebih banyak ada pada aspek keadaan alamnya, sungguhpun dalam karya Strabo sudah diperhatikan juga variasi kultural tempat-tempat di bumi.

'Aliran sejarah' dalam geografi masa Yunani mengembangkan logografi yang membicarakan apa saja yang menarik untuk di deskripsikan (termasuk keadaan negeri dan bangsa-bangsa).

Akan tetapi hingga terbitnya buku Varenius tahun 1650, termasuk juga karya-karya ilmu kebumian yang muncul pada masa renaisan, perkembangan geografi sangat didominasi oleh kajian yang memberi penekanan perhatian terhadap gejala, sifat-sifat serta proses yang bersifat alami.

Maka tidaklah mengherankan kalau pada masa-masa kemudian, setelah geografi berkembang sebagai ilmu, dan Ritter, Ratzel dan von Richthofen telah mengembangkan juga geografi manusia atau antropogeography, masih juga ada yang meneruskan tradisi kajian geografi yang memusatkan perhatiannya pada gejala, sifat dan proses-proses alam di bumi.

Tradisi ilmu kebumian yang mengkhusus pada aspek keadaan alam menghasilkangeografi fisis walaupun tidak sama dengan geografi fisis yang dikembangkan oleh von Humbolt.

Dalam studinya yang demikian ekstensif, Humbolt mempelajari keanekaan persebaran tumbuh-tumbuhan yang dikaitkan dengan keadaan lingkungan alamnya (iklim, tanah dan relief) dan menampilkan faham 'milieu geografis' yang tak lain berupa lingkungan alam sekitar (relief, iklim dan tanah) yang berpengaruh (menetukan) atas terjadinya keanekaan persebaran tumbuhan.

Pendekatan kajian ilmu kebumian didukung dengan Tahun Geofisik Internasional 1957-1958 yang mengkoordinasi kajian tentang bumi dengan dibantu peluncuran satelit yang pertama kali mengelilingi bumi.

Kepedulian untuk lebih memahami bumi dan lingkungannya terdorong bukan saja karena penduduk bumi sudah terlalu banyak jumlahnya,tetapi juga melihat kenyataan bahwa cabang pengkhususan geografi telah sangat banyak dan menyempit.

Meskipun meliputi sekelompok ilmu tentang bumi, ilmu kebumian cenderung membatasi perhatian pada aspek fisis tentang bumi dan lingkungannya. Brown, Kemper dan Lewis menyebutkan bahwa ilmu kebumian meliputi geologi, oseanografi dan meteorologi.

Selanjutnya karena bumi merupakan bagian alam semesta maka ilmu kebumian tak dapat lepas dari ilmu yang mempelajari alam semesta, yaitu astronomi.

Daftar Pustaka
Suharyono dan M. Amien. 1994. Pengantar Filsafat Gegrafi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi DEPDIKBUD.

iklan tengah