Tanah Longsor: Pengertian, Ciri, Faktor, Dampak dan Mitigasinya
Image: infokekinian.com
Tanah longsor merupakan suatu perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan,tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng.
Proses terjadinya tanah longsor terjadi karena air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Bila air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berfungsi sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.
Pengertian tanah longsor yang telah dikemukakan oleh para ahli sangatlah beragam, namun pada intinya tanah longsor adalah perpindahan material tanah akibat pengaruh gaya gravitasi bumi. Berikut ini beberapa definsi tanah longsor menurut para ahli.
Skempton dan Hutchinson (1969)
Tanah longsor atau gerakan tanah didefinisikan sebagai gerakan menuruni lereng oleh massa tanah dan atau batuan penyusun lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan peyusun lereng tersebut.
Varnes (1978)
Mengusulkan terminologi gerakan lereng (slope movement) yang dianggap lebih tepat untuk Mendifinisikan longsoran yaiitu sebagai gerakan material penyusun lereng ke arah bawah atau keluar lereng di bawah pengaruh gravitasi bumi.
Brunsden (1984)
mengusulkan gerakan massa (mass movement) yang dianggap lebih tepat dipakai dalam mendefinisikan proses gerakan massa penyusun lereng, daripada istilah longsoran (landslide) yang lebih popular dikenal di masyarakat.
Arsyad (1989)
Mengemukakan bahwa longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu volume di atas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh air. Dalam hal ini lapisan terdiri dari tanah liat atau mengandung kadar tanah liat tinggi dan juga dapat berupa lapidan batuan seperti napal liat (clay shale) setelah jenuh air akan bertindak sebagai peluncur.
Crudden (1991)
Mendifinisikan longsoran (landslide) sebagai pergerekan suatau massa batuan , tanah atau bahan rombakan, material penyusun lereng (yang merupakan pencampuran tanah dan batuan) menuruni lereng.
Brook dkk. (1991)
mengatakan bahwa tanah longsor adalah selah satu bentuk dari gerak massa tanah, batuan, dan runtuhan batuan/tanah yang terjadi seketika yang bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan
oleh gaya gravitasi dan meluncur dari atas suatu lapisan kedap yang jenuh air (bidang luncur). Oleh Karena itu tanah longsor dapat juga dikatakan sebagai bentuk erosi.
Selby (1993)
menjelaskan bahwa longsoran (landslide) hanya tepat diterapkan pada proses pergerakan massa yang melalui suatu bidang gelincir (bidang luncur) yang jelas.
Karnawati (2005)
Sebenarnya longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah ataupun batuan ataupun bahan rombakan yang menuruni lereng.
Daftar Pustaka
Tanah longsor merupakan suatu perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan,tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng.
Proses terjadinya tanah longsor terjadi karena air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Bila air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berfungsi sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.
Pengertian tanah longsor yang telah dikemukakan oleh para ahli sangatlah beragam, namun pada intinya tanah longsor adalah perpindahan material tanah akibat pengaruh gaya gravitasi bumi. Berikut ini beberapa definsi tanah longsor menurut para ahli.
Skempton dan Hutchinson (1969)
Tanah longsor atau gerakan tanah didefinisikan sebagai gerakan menuruni lereng oleh massa tanah dan atau batuan penyusun lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan peyusun lereng tersebut.
Varnes (1978)
Mengusulkan terminologi gerakan lereng (slope movement) yang dianggap lebih tepat untuk Mendifinisikan longsoran yaiitu sebagai gerakan material penyusun lereng ke arah bawah atau keluar lereng di bawah pengaruh gravitasi bumi.
Brunsden (1984)
mengusulkan gerakan massa (mass movement) yang dianggap lebih tepat dipakai dalam mendefinisikan proses gerakan massa penyusun lereng, daripada istilah longsoran (landslide) yang lebih popular dikenal di masyarakat.
Arsyad (1989)
Mengemukakan bahwa longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu volume di atas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh air. Dalam hal ini lapisan terdiri dari tanah liat atau mengandung kadar tanah liat tinggi dan juga dapat berupa lapidan batuan seperti napal liat (clay shale) setelah jenuh air akan bertindak sebagai peluncur.
Crudden (1991)
Mendifinisikan longsoran (landslide) sebagai pergerekan suatau massa batuan , tanah atau bahan rombakan, material penyusun lereng (yang merupakan pencampuran tanah dan batuan) menuruni lereng.
Brook dkk. (1991)
mengatakan bahwa tanah longsor adalah selah satu bentuk dari gerak massa tanah, batuan, dan runtuhan batuan/tanah yang terjadi seketika yang bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan
oleh gaya gravitasi dan meluncur dari atas suatu lapisan kedap yang jenuh air (bidang luncur). Oleh Karena itu tanah longsor dapat juga dikatakan sebagai bentuk erosi.
Selby (1993)
menjelaskan bahwa longsoran (landslide) hanya tepat diterapkan pada proses pergerakan massa yang melalui suatu bidang gelincir (bidang luncur) yang jelas.
Karnawati (2005)
Sebenarnya longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah ataupun batuan ataupun bahan rombakan yang menuruni lereng.
Banyak faktor semacam kondisi-kondisi geologi dan hidrologi, topgrafi, iklim, dan perubahan cuaca dapat mempengaruhi stabilitas lereng yang mengakibatkan terjadinya longsoran. Gerakan massa tanah terjadi jika dipenuhi tiga keadaan, yaitu:
- Kelerengan cukup curam.
- Terdapat bidang peluncur di bawah permukaan tanah yang kedap air.
- Terdapat cukup air (dari hujan) di dalam tanah di atas lapisan kedap, sehingga tanah jenuh air. Air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah yang kemudian menjenuhi tanah, sangat menentukan kestabilan lereng, yaitu menurunnya tanah ketahanan geser (t) yang jauh lebih besar dari penurunan tekanan geser tanah (s), sehingga faktor keamanan lereng (F) menurun tajam (F=t/s), menyebabkan lereng rawan longsor.
Gambar gaya-gaya yang mengontrol kesetabilan suatu lereng
Karnawati (2005) menjelaskan bahwa pergerakana massa tanah/batuan pada lereng dapat terjadi akibat interaksi pengaruh beberapa kondisi yang meliputi kondisi morfologi, geologi, struktur geologi, hidrogeologi dan tata guna lahan.
Kondisi-kondisi tersebut saling berpengaruh sehingga mengkondisikan suatu lereng menjadi rentan dan siap bergerak. Lereng yang rentan dan siap bergerak akan benar-benar bergerak apabila ada faktor pemicu gerakan. Faktor pemicu terjadinya gerakan dapat berupa hujan, getaran-getaran atau aktifitas manusia pada lereng, seperti pemotongan dan penggalian, pembebanan yang berlebihan dan sebagainya.
Proses dan tahapan terjadinya gerakan tanah ini secara skematik seperti pada gambar dibawah ini.
Dari gambar di atas terlihat bahwa proses terjadinya gerakan tanah melalui beberapa tahapan, yaitu:
1. Tahap stabil,
2. Tahap rentan (siap bergerak),
3. Tahap kritis,
4. Tahap benar-benar bergerak.
Kondisi-kondisi tersebut saling berpengaruh sehingga mengkondisikan suatu lereng menjadi rentan dan siap bergerak. Lereng yang rentan dan siap bergerak akan benar-benar bergerak apabila ada faktor pemicu gerakan. Faktor pemicu terjadinya gerakan dapat berupa hujan, getaran-getaran atau aktifitas manusia pada lereng, seperti pemotongan dan penggalian, pembebanan yang berlebihan dan sebagainya.
Proses dan tahapan terjadinya gerakan tanah ini secara skematik seperti pada gambar dibawah ini.
Dari gambar di atas terlihat bahwa proses terjadinya gerakan tanah melalui beberapa tahapan, yaitu:
1. Tahap stabil,
2. Tahap rentan (siap bergerak),
3. Tahap kritis,
4. Tahap benar-benar bergerak.
Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa penyebab terjadinya gerakan tanah dapat dibedakan menjadi penyebab tidak langsung (penyebab yang berupa faktor pengontrol) yaitu faktor-faktor yang mengkondisikan suatu lereng menjadi rentan atau siap bergerak, dan penyebab langsung (yang berupa pemicu) yaitu proses-proses yang merubah kondisi lereng dari kondisi rentan (siap bergerak) menjadi kondisi benar-benar bergerak setelah melampaui batas kritis tertentu.
Menurut proses terjadinya (Swanston dan Swanson, 1980) tanah longsor dikelompokkan menjadi, jatuhan, longsor, aliran, rayapan, dan bandang. Masingmasing tipe terjadi pada medan dengan karakteristik yang berbeda satu dengan yang lain, hal ini karena gerakan tanah disebabkan oleh banyak faktor.
Menurut Karnawati (2005) faktor-faktor pengontrol pergerakan massa tanah merupakan fenomena yang mengkondisikan suatu lereng berpotensi untuk bergerak, meskipun pada saat tertentu lereng tersebut masih stabil atau belum bergerak/longsor.Lereng yang berpotensi untuk bergerak, apabila ada gangguan yang memicu terjadinya gerakan.
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan mengacu pula pada Sampurno (1975), Varnes (1978), Tjojudo (1983), Heath et al. (1988), dan Sarosa (1992), maka Karnawati (1996a) mengidentifikasi faktor-faktor pengontrol terjadinya gerakan tanah di Indonesia, sebagai berikut:
1. Kondisi geomorfologi (kemiringan lereng)
Sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan wilayah perbukitan dan pegunungan, sehingga banyak dijumpai lahan miring atau perbukitan.Lereng pada lahan yang miring ini berpotensi untuk mengalami gerakan tanah. Semakin curam kemiringan (sudut kemiringan) suatu lereng, akan semakin besar gaya penggerak massa tanah/ batuan penyusun lereng.
2. Kondisi geologi
Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah yang kondisi geologinya dinamis. Hal ini disebabkan oleh terjadinya gerakan Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik yang menumbuk di bawah Lempeng Benua Eurasia, sehingga terjadi zona penujaman. Akibat dari penujaman lempeng tersebut maka terjadi aktifitas gempa dan gunung api yang melampar sesuai jalur penujaman tadi.
Getaran gempa bumi pada lereng gunung api atau pegunungan dapat memicu longsoran, karena getaran gempa dapat memperbesar gaya atau tegangan penggerak massa tanah/ batuan pada lereng, yang sekaligus juga mengurangi besarnya gaya atau tegangan penahan gerakan.
Kehadiran gunung api tentunya mengakibatkan suatu lahan menjadi miring. Semakin miring suatu lahan, maka gaya penggerak massa tanah pada lereng akan semakin besar apabila tanah penyusun lereng merupakan tanah lepas-lepas atau merupakan batan yang rapuh.
3. Kondisi tanah/batuan penyusun penyusun lereng
Kondisi tanah/ batuan penyusun lereng sangat berperan dalam mengontrol terjadinya gerakan tanah. Meskipun suatu lereng cukup curam, namun gerakan tanah belum tentu terjadi apabila kondisi tanah/ batuan penyusun lereng tersebut cukup kompak dan kuat.
Tanah-tanah residual hasi pelapukan batuan yang belum mengalami pergerakan (masih insitu) dan tanah kolovial, serta lapisan batu lempung jenis smektif, lapisan napal dan serpih seringkali merupakan massa tanah/ batuan yang rentan bergerak, terutama apabila kemiringan lapisan batuan searah kemiringan lereng.
4. Kondisi iklim
Kondisi iklim di Indonesia sangat berperan dalam mengontrol terjadinya longsor. Temperatur dan curah hujan yang tinggi sangat mendukung terjadinya proses pelapukan batuan pada lereng.
Akibatnya sangat sering kita jumpai lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah yang tebal, dengan ketebalan mencapai lebih dari 10 meter.Dari hasil pengamatan lapangan dapat diketahui bahwa lereng dengan tumpukan tanah yang lebih tebal relatif lebih rentan terhadap gerakan tanah.
Curah hujan yang tinggi atau menengah dan berlangsung lama sangat berperan dalam memicu terjadinya gerakan tanah. Air hujan yang meresap ke dalam lereng dapat meningkatkan kejenuhan tanah pada lereng, sehingga tekan air untuk merenggangkan ikatan tanah meningkat pula, dan akhirnya massa tanah terangkut oleh aliran air dalam lereng.
5. Kondisi hidrologi lereng
Kondisi hidrologi dalam lereng berperan dalam hal meningkatkan tekanan hidrostatis air, sehingga kuat tanah/ batuan akan sangat berkurang dan gerakan tanah terjadi.
Lereng yang air tanahnya dangkal atau lereng dengan akuifiler menggantung, sangat sangat sensitif mengalami kenaikan tekanan hidrostatis apabila air permukaan meresap ke dalam lereng.
Selain itu, retakan batuan atau kekar sering pula menjadi saluran air masuk ke dalam
lereng. Apabila semakin banyak air yang masuk melewati retakan atau kekar tersebut, tekanan air juga akan semakin meningkat. Mengingat jalurjalur tersebut merupakan bidang dengan kuat geser lemah, maka kenaikan tekanan air ini akan sangat mudah menggerakan lereng melalui jalur tersebut.
Di antara kondisi alam di atas, satu-satunya kondisi yang relative mudah dikontrol adalah kondisi hidrologi (sistem tata air) pada lereng yang rawan longsor. Kondisi tata air inilah yang paling sensitif untuk berubah baik dalam dimensi waktu maupun ruang, akibat adanya air hujan yang meresap masuk ke dalam lereng (Hencher dan Masey, 1984; Karnawati, 1996a dan 2000b)
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan mengacu pula pada Sampurno (1975), Varnes (1978), Tjojudo (1983), Heath et al. (1988), dan Sarosa (1992), maka Karnawati (1996a) mengidentifikasi faktor-faktor pengontrol terjadinya gerakan tanah di Indonesia, sebagai berikut:
1. Kondisi geomorfologi (kemiringan lereng)
Sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan wilayah perbukitan dan pegunungan, sehingga banyak dijumpai lahan miring atau perbukitan.Lereng pada lahan yang miring ini berpotensi untuk mengalami gerakan tanah. Semakin curam kemiringan (sudut kemiringan) suatu lereng, akan semakin besar gaya penggerak massa tanah/ batuan penyusun lereng.
2. Kondisi geologi
Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah yang kondisi geologinya dinamis. Hal ini disebabkan oleh terjadinya gerakan Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik yang menumbuk di bawah Lempeng Benua Eurasia, sehingga terjadi zona penujaman. Akibat dari penujaman lempeng tersebut maka terjadi aktifitas gempa dan gunung api yang melampar sesuai jalur penujaman tadi.
Getaran gempa bumi pada lereng gunung api atau pegunungan dapat memicu longsoran, karena getaran gempa dapat memperbesar gaya atau tegangan penggerak massa tanah/ batuan pada lereng, yang sekaligus juga mengurangi besarnya gaya atau tegangan penahan gerakan.
Kehadiran gunung api tentunya mengakibatkan suatu lahan menjadi miring. Semakin miring suatu lahan, maka gaya penggerak massa tanah pada lereng akan semakin besar apabila tanah penyusun lereng merupakan tanah lepas-lepas atau merupakan batan yang rapuh.
3. Kondisi tanah/batuan penyusun penyusun lereng
Kondisi tanah/ batuan penyusun lereng sangat berperan dalam mengontrol terjadinya gerakan tanah. Meskipun suatu lereng cukup curam, namun gerakan tanah belum tentu terjadi apabila kondisi tanah/ batuan penyusun lereng tersebut cukup kompak dan kuat.
Tanah-tanah residual hasi pelapukan batuan yang belum mengalami pergerakan (masih insitu) dan tanah kolovial, serta lapisan batu lempung jenis smektif, lapisan napal dan serpih seringkali merupakan massa tanah/ batuan yang rentan bergerak, terutama apabila kemiringan lapisan batuan searah kemiringan lereng.
4. Kondisi iklim
Kondisi iklim di Indonesia sangat berperan dalam mengontrol terjadinya longsor. Temperatur dan curah hujan yang tinggi sangat mendukung terjadinya proses pelapukan batuan pada lereng.
Akibatnya sangat sering kita jumpai lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah yang tebal, dengan ketebalan mencapai lebih dari 10 meter.Dari hasil pengamatan lapangan dapat diketahui bahwa lereng dengan tumpukan tanah yang lebih tebal relatif lebih rentan terhadap gerakan tanah.
Curah hujan yang tinggi atau menengah dan berlangsung lama sangat berperan dalam memicu terjadinya gerakan tanah. Air hujan yang meresap ke dalam lereng dapat meningkatkan kejenuhan tanah pada lereng, sehingga tekan air untuk merenggangkan ikatan tanah meningkat pula, dan akhirnya massa tanah terangkut oleh aliran air dalam lereng.
5. Kondisi hidrologi lereng
Kondisi hidrologi dalam lereng berperan dalam hal meningkatkan tekanan hidrostatis air, sehingga kuat tanah/ batuan akan sangat berkurang dan gerakan tanah terjadi.
Lereng yang air tanahnya dangkal atau lereng dengan akuifiler menggantung, sangat sangat sensitif mengalami kenaikan tekanan hidrostatis apabila air permukaan meresap ke dalam lereng.
Selain itu, retakan batuan atau kekar sering pula menjadi saluran air masuk ke dalam
lereng. Apabila semakin banyak air yang masuk melewati retakan atau kekar tersebut, tekanan air juga akan semakin meningkat. Mengingat jalurjalur tersebut merupakan bidang dengan kuat geser lemah, maka kenaikan tekanan air ini akan sangat mudah menggerakan lereng melalui jalur tersebut.
Di antara kondisi alam di atas, satu-satunya kondisi yang relative mudah dikontrol adalah kondisi hidrologi (sistem tata air) pada lereng yang rawan longsor. Kondisi tata air inilah yang paling sensitif untuk berubah baik dalam dimensi waktu maupun ruang, akibat adanya air hujan yang meresap masuk ke dalam lereng (Hencher dan Masey, 1984; Karnawati, 1996a dan 2000b)
Tanah longsor dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, sebagai berikut:
1. Longsoran Translasi
Jenis longsoran ini terjadi karena bergeraknya suatu massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
2. Longsoran Rotasi
Jenis Longsoran yang satu ini muncul akibat dari bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.
3. Pergerakan Blok
Jenis longsoran satu ini terjadi karena adanya perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran jenis ini disebut juga dengan longsoran translasi blok batu.
4. Runtuhan Batu
Jenis longsoran yang satu ini terjadi saat sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Biasanya pada longsoran ini terjadi pada lereng yang terjal sampai menggantung, terutama daerah pantai. Runtuhan batu-batu besar bisa mengakibatkan kerusakan parah.
5. Rayapan Tanah
Jenis lomgsoran yang satu ini bergerak lambat serta jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Longsoran ini hampir tidak bisa dikenali. Seudah beberapa lama terjadi longsoran jenis rayapan, posisi tiang-tiang, pohon-pohon, dan rumah akan iring ke bawah.
6. Aliran bahan rombakan
Jenis longsoran yang satu ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air dan terjadi di sepanjang lembah yang mencapai ratusan meter jauhnya. pada Kecepatannya bergantung pada kemiringan lereng-volume air, dan jenis materialnya.
Menurut Swanston dan Swanson (1980) Longsor diklasifikasikan menjadi lima, yaitu jatuhan (falls), longsor (slide), aliran (flows), rayapan (creep), dan bandang (debris, torrents), yang kemudian mejadi SOP (Standar Operasional Kerja) oleh Perhutani (2007). Berikut disajikan dalam tabel di bawah ini.
1. Longsoran Translasi
Jenis longsoran ini terjadi karena bergeraknya suatu massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
2. Longsoran Rotasi
Jenis Longsoran yang satu ini muncul akibat dari bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.
3. Pergerakan Blok
Jenis longsoran satu ini terjadi karena adanya perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran jenis ini disebut juga dengan longsoran translasi blok batu.
4. Runtuhan Batu
Jenis longsoran yang satu ini terjadi saat sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Biasanya pada longsoran ini terjadi pada lereng yang terjal sampai menggantung, terutama daerah pantai. Runtuhan batu-batu besar bisa mengakibatkan kerusakan parah.
5. Rayapan Tanah
Jenis lomgsoran yang satu ini bergerak lambat serta jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Longsoran ini hampir tidak bisa dikenali. Seudah beberapa lama terjadi longsoran jenis rayapan, posisi tiang-tiang, pohon-pohon, dan rumah akan iring ke bawah.
6. Aliran bahan rombakan
Jenis longsoran yang satu ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air dan terjadi di sepanjang lembah yang mencapai ratusan meter jauhnya. pada Kecepatannya bergantung pada kemiringan lereng-volume air, dan jenis materialnya.
Menurut Swanston dan Swanson (1980) Longsor diklasifikasikan menjadi lima, yaitu jatuhan (falls), longsor (slide), aliran (flows), rayapan (creep), dan bandang (debris, torrents), yang kemudian mejadi SOP (Standar Operasional Kerja) oleh Perhutani (2007). Berikut disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tanah longsor adalah gerakan tanah dan batuan yang terseret ke bawah pada lahan miring secara tiba-tiba dengan volume yang besar dan sekaligus. Tanah longsor dapat menghancurkan bangunan-bangunan, jalan, pipa dan kabel, baik oleh gerakan tanah yang berasal dari bawah atau dengan cara menguburnya.
Gerakan tanah bertahap menyebabkan kemiringan, bangunan-bangunan tidak bisa dihuni lagi, keretakan tanah memecah pori-pori dan meretakkan sarana-sarana yang terpendam dalam tanah.
Gejala terjadinya tanah longsor di antaranya yaitu curah hujan tinggi dan berlangsung lama, munculnya retakan-retakan yang sejajar dengan lereng yang ditandai dengan pohon menjadi miring, serta tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.
Adapun penyebab longsor di antaranya yaitu lereng yang gundul dengan kondisi tanah dan bebatuan yang rapuh, hujan yang deras pemicu utama terjadinya longsor, longsor juga disebabkan gempa bumi, penambangan tanah, batu, dan pasir yang tidak terkendali.
Daerah yang rawan longsor yaitu pernah terjadi bencana longsor di wilayah tersebut dan berada pada daerah terjal dan gundul. Mitigasi bencana alam tanah longsor dapat dilakukan sebelum terjadi bencana, sedang terjadi bencana, dan setelah terjadi bencana.
1. Sebelum Terjadi Bencana Longsor
Sebelum terjadinya longsor, hal yang dapat dilakukan berupa kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan terhadap longsor, yaitu sebagai berikut.
2. Sedang Terjadi Bencana
Kegiatan yang dapat dilakukan ketika sedang terjadi longsor, yaitu sebagai berikut:
3. Setelah Terjadi Longsor
Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang ditujukan agar kehidupan masyarakat kembali normal.
Gerakan tanah bertahap menyebabkan kemiringan, bangunan-bangunan tidak bisa dihuni lagi, keretakan tanah memecah pori-pori dan meretakkan sarana-sarana yang terpendam dalam tanah.
Gejala terjadinya tanah longsor di antaranya yaitu curah hujan tinggi dan berlangsung lama, munculnya retakan-retakan yang sejajar dengan lereng yang ditandai dengan pohon menjadi miring, serta tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.
Adapun penyebab longsor di antaranya yaitu lereng yang gundul dengan kondisi tanah dan bebatuan yang rapuh, hujan yang deras pemicu utama terjadinya longsor, longsor juga disebabkan gempa bumi, penambangan tanah, batu, dan pasir yang tidak terkendali.
Daerah yang rawan longsor yaitu pernah terjadi bencana longsor di wilayah tersebut dan berada pada daerah terjal dan gundul. Mitigasi bencana alam tanah longsor dapat dilakukan sebelum terjadi bencana, sedang terjadi bencana, dan setelah terjadi bencana.
1. Sebelum Terjadi Bencana Longsor
Sebelum terjadinya longsor, hal yang dapat dilakukan berupa kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan terhadap longsor, yaitu sebagai berikut.
- Tidak membangun rumah di daerah rawan longsor
- Melakukan penanaman pohon-pohon pada daerah-daerah miring yang memiliki akar kuat, seperti bambu dan, lamtoro
- Membangun tembok penahan atau batu-batu (bronjong) lereng yang rawan longsor.
- Penyuluhan menghindari daerah rawan longsor
- Tidak merusak hutan dengan cara menebang pohon.
- Membuat terasering pada lahan miring
- Waspada gejala tanah longsor (retakan, penurunan tanah) terutama di musim hujan.
2. Sedang Terjadi Bencana
Kegiatan yang dapat dilakukan ketika sedang terjadi longsor, yaitu sebagai berikut:
- Segera menyelamatkan diri dengan keluar rumah jika terjadi hujan besar
- Jika ada suara gemuruh setelah hujan besar, segera menghindar
3. Setelah Terjadi Longsor
Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang ditujukan agar kehidupan masyarakat kembali normal.
- Menyelamatkan korban secepatnya ke daerah yang lebih aman
- Menyelamatkan harta benda yang masih dapat diselamatkan
- Menyiapkan tempat penampungan sementara seperti tenda-tenda
- Menyediakan dapur umum
- Menyediakan air bersih dan sarana kesehatan
- Mengerahkan tim penyelamat jika ada yang masih tertimbun longsor
- Memberikan obat-obatan kepada korban yang luka
- Segera menggali timbunan longsor seperti yang menimbun rumah dan jalan raya
- Memperbaiki infrastruktur
- Merelokasi warga ke tempat yang lebih aman
- Melaporkan kerusakan dan kerugian harta benda kepada pihak berwenang
- Tanami kembali daerah yang bekas longsor atau daerah di sekitarnya untuk menghindari erosi yang telah merusak lapisan tanah
- Perhatikan terjadinya longsor susulan
- Mematuhi instrksi dari pemerintah
Daftar Pustaka
http://eprints.undip.ac.id/42838/3/BAB_II.pdf
https://luciafebriarlita17.wordpress.com/2014/02/27/mitigasi-bencana-longsor/
https://luciafebriarlita17.wordpress.com/2014/02/27/mitigasi-bencana-longsor/
Posting Komentar