6 Faktor Pembentuk Tanah Lengkap!
Syarat utama terbentuknya tanah ada dua yaitu (1) tersedianya bahan asal atau bahan induk, (2) adanya faktor-faktor yang mempengaruhi bahan induk (Jenny, 1941).
Bahan induk tanah berbeda denga batuan induk. Bahan induk tanah merupakan bahan hasil pelapukan batuan induk.
Bahan induk bersifat lepas-lepas (unconsolidated), sementara itu, batuan induk bersifat padu. Faktor-faktor lain yang bekerja kemudian setelah pelonggokan bahan induk tanah dapat dikelompokkan menjadi faktor aktif dan faktor pasif.
Faktor aktif dalam pembentukan tanah adalah iklim dan organisme tanah. Faktor pembentuk tanah yang bersifat pasif adalah lokasi tempat terdapatnya bahan induk dan kurun waktu berlangsungnya pembentukan tanah.
Jenny (1941) memformulasikan faktor pembentuk tanah ke dalam sebuah formula matematis berikut:
S = f (C, O, P, R, T)
S = Tanah (Soil)
f = Fungsi (Function)
C = Ikilm (Climate)
O = Organisme (Organism)
P = Bahan induk tanah (Soil Parent Materials)
R = Bentuk lahan (Relief)
T = Waktu (time)
Penjelasan secara detail oleh Jenny dimulai dengan faktor bahan induk tanah sebagai bahan dasar terbentuknya tanah, dilanjutkan dengan iklim dan organisme sebagai faktor pembentuk tanah yang aktif dan relief serta waktu sebagai faktor pembentuk tanah yang pasif.
Jenny (1941) juga mengindikasikan adanya faktor-faktor pembentuk tanah lokal yang tentunya tidak berlaku secara umum.
Faktor lokal yang paling utama adalah pengaruh aktivitas manusia, bahkan Dudal (2004) menyampaikan bahwa manusia sebagai faktor pembentuk tanah yang keenam.
Berbagai aktivitas manusia dapat menyebabkan perubahan-perubahan di dalam tubuh tanah.
Perubahan-perubahan dalam arah perkembangan tanah sebagai akibat dari aktivitas manusia memanfaatkan lahan sangat bervariasi tergantung dari bentuk aktivitas dan intensitasnya.
Aktivitas penambangan bijih mineral secara terbuka jelas-jelas menyingkirkan tanah penutup permukaan dan menguak batuan dasar sehingga perkembangan tanah mulai dari titik awal kembali.
Pemberian air irigasi dapat diartikan sebagai proses intensifikasi pelindian basa-basa di lapisan olah tanah.
Banyak contoh lain dari aktivitas manusia memanfaatkan lahan yang mempengaruhi perkembangan tanah dan tidak dapat dideskripsikan satu per satu.
Faktor pembentuk tanah yang bersifat lokal dan alami juga ada. Beberapa dapat dicontohkan adalah kontrol struktur batuan, fluktuasi air tanah, kegempaan, dan vulkanisme.
Di antara kelima faktor pembentuk tanah, faktor iklim mempunyai pengaruh yang dominan.
Atas dasar pemahaman bahwa iklim adalah faktor yang dominan dalam pembentukan tanah, maka sering diistilahkan tanah adalah hancuran iklim atau pelapukan (weathering).
Terlonggoknya bahan induk tanah pada suatu lokasi tertentu adalah sebagai akibat dari bekerjanya iklim.
Tahap awal bekerjanya iklim adalah berupa pelapukan secara fisik atau mekanik yang menghasilkan batuan induk yang keras dan padu menjadi tercerai berai dalam ukuran yang relatif halus.
Proses berikutnya yang bekerja pada bahan induk tanah menjadi tanah tidak dapat lepas dari pengaruh iklim (Buol et al., 1997).
Daftar Pustaka
Bahan induk tanah berbeda denga batuan induk. Bahan induk tanah merupakan bahan hasil pelapukan batuan induk.
Bahan induk bersifat lepas-lepas (unconsolidated), sementara itu, batuan induk bersifat padu. Faktor-faktor lain yang bekerja kemudian setelah pelonggokan bahan induk tanah dapat dikelompokkan menjadi faktor aktif dan faktor pasif.
Faktor aktif dalam pembentukan tanah adalah iklim dan organisme tanah. Faktor pembentuk tanah yang bersifat pasif adalah lokasi tempat terdapatnya bahan induk dan kurun waktu berlangsungnya pembentukan tanah.
Jenny (1941) memformulasikan faktor pembentuk tanah ke dalam sebuah formula matematis berikut:
S = f (C, O, P, R, T)
S = Tanah (Soil)
f = Fungsi (Function)
C = Ikilm (Climate)
O = Organisme (Organism)
P = Bahan induk tanah (Soil Parent Materials)
R = Bentuk lahan (Relief)
T = Waktu (time)
Penjelasan secara detail oleh Jenny dimulai dengan faktor bahan induk tanah sebagai bahan dasar terbentuknya tanah, dilanjutkan dengan iklim dan organisme sebagai faktor pembentuk tanah yang aktif dan relief serta waktu sebagai faktor pembentuk tanah yang pasif.
Jenny (1941) juga mengindikasikan adanya faktor-faktor pembentuk tanah lokal yang tentunya tidak berlaku secara umum.
Faktor lokal yang paling utama adalah pengaruh aktivitas manusia, bahkan Dudal (2004) menyampaikan bahwa manusia sebagai faktor pembentuk tanah yang keenam.
Berbagai aktivitas manusia dapat menyebabkan perubahan-perubahan di dalam tubuh tanah.
Perubahan-perubahan dalam arah perkembangan tanah sebagai akibat dari aktivitas manusia memanfaatkan lahan sangat bervariasi tergantung dari bentuk aktivitas dan intensitasnya.
Aktivitas penambangan bijih mineral secara terbuka jelas-jelas menyingkirkan tanah penutup permukaan dan menguak batuan dasar sehingga perkembangan tanah mulai dari titik awal kembali.
Pemberian air irigasi dapat diartikan sebagai proses intensifikasi pelindian basa-basa di lapisan olah tanah.
Banyak contoh lain dari aktivitas manusia memanfaatkan lahan yang mempengaruhi perkembangan tanah dan tidak dapat dideskripsikan satu per satu.
Faktor pembentuk tanah yang bersifat lokal dan alami juga ada. Beberapa dapat dicontohkan adalah kontrol struktur batuan, fluktuasi air tanah, kegempaan, dan vulkanisme.
Di antara kelima faktor pembentuk tanah, faktor iklim mempunyai pengaruh yang dominan.
Atas dasar pemahaman bahwa iklim adalah faktor yang dominan dalam pembentukan tanah, maka sering diistilahkan tanah adalah hancuran iklim atau pelapukan (weathering).
Terlonggoknya bahan induk tanah pada suatu lokasi tertentu adalah sebagai akibat dari bekerjanya iklim.
Tahap awal bekerjanya iklim adalah berupa pelapukan secara fisik atau mekanik yang menghasilkan batuan induk yang keras dan padu menjadi tercerai berai dalam ukuran yang relatif halus.
Proses berikutnya yang bekerja pada bahan induk tanah menjadi tanah tidak dapat lepas dari pengaruh iklim (Buol et al., 1997).
Pemahaman mengenai batuan induk sebagai penyedia asal mineral dalam tanah adalah penting, walaupun tanah bukan merupakan hasil dari pelapukan batuan induk secara langsung.
Tanah adalah hasil perkembangan lebih lanjut dari hasil pelapukan batuan induk yang disebut dengan bahan induk tanah.
Pembentukan tanah terjadi setelah bahan induk terlonggok pada suatu tempat.
Bahan induk tanah dapat berasal dari batuan induk yang langsung berada di bawahnya, dapat pula berasal dari batuan induk yang lokasinya jauh dari lokasi keberadaan bahan induk tanah saat ini.
Batuan induk dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu (1) batuan beku, (2) batuan sedimen, (3) batuan metamorf.
Ketiga jenis batuan penyusun kerak bumi mempunyai sifat dasar yang khas yang berpengaruh kuat pada resistensi batuan terhadap proses pelapukan.
Batuan beku dan batuan metamorf mempunyai resistensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan batuan sedimen.
Batuan beku pada umumnya mempunyai resistensi lebih tinggi dibandingkan batuan metamorf.
Batuan metamorf dapat mempunyai resistensi yang lebih tinggi dibandingkan batuan beku jika proses metamorfosis batuan berlangsung sempurna.
Sedimen yang lunak dan lepas-lepas dapat berasal dari batuan beku, batuan metamorfik, dan batuan sedimen yang mengalami pelapukan.
Material sedimen merupakan bahan induk tanah. Proses pembentukan tanah terjadi dibawah pengaruh iklim dan organisme yang bekerja pada material sedimen.
Batuan beku (igneus rock) terbentuk dari pembekuan magma. Macam batuan beku antara lain granit, diorit, andesit, dasit, basal, dan gabro.
Batuan beku tersusun atas mineral primer seperti kuarsa, feldspar, dan mineral-mineral lain ayng berwarna kelam mencakup biotit, augit, dan hornblende.
Batuan sedimen dihasilkan dari pembatuan kembali (lithification) atas mineral endapat hasil pelapukan batuan induk jenis tertentu, serta dapat pula merupakan hasil pembatuan kembali dari batuan gunung api.
Batuan sedimen dapat berasal dari pembatuan kembali endapan laut, sungai, danau, rawa, endapan angin, berbagai jenis pengendapan secara gravitasional serta pengendapan endapan biologis.
Pembatuan kembali dapat terjadi sebagai akibat sedimentasi, tekanan kuat atas batuan lain yang menumpanginya, tekanan kuat akibat tektonisme, dan atau pemanasan yang tinggi.
Batuan sedimen yang ada di bumi pada umumnya merupakan hasil pembatuan kembali dari endapan laut.
Batuan malihan atau metamorf terbentuk oleh metamorfosis atau perubahan bentuk dari batuan lain (batuan beku dan batuan sedimen).
Perubahan bentuk batuan terjadi sebagai akibat dari pengaruh tekanan kuat dan suhu tinggi.
Adanya tekanan kuat dan suhu tinggi dapat menyebabkan mineral-mineral luruh dan membentuk mineral baru dengan susunan dan bangun struktur yang khas.
Sebagai contoh dari batuan metamorfik adalah gneiss, schicst, batu sabak, kuarsit, dan marmer.
Bahan induk tanah adalah bahan pembentuk utama atau asal dari tanah tersebut. bahan induk terdiri dari batuan vulkanik, batuan beku, batuan sedimen, serta batuan metamorf. Batuan induk ini akan hancur menjadi bahan induk, lalu mengalami pelapukan, dan menjadi tanah.
Contoh Bahan Induk Tanah
Umumnya, tanah yang ada di permukaan bumi, akan memperlihatkan adanya sifat yang sama dengan bahan induknya, terutama dalam sifat kimianya.
Bahan induk yang masih terlihat ini umumnya seperti tanah dengan struktur pasir yang berasal dari bahan induk dengan kandungan pasir tinggi.
Selain itu, susunan kimia dan mineral dari bahan induk dapat memengaruhi intensitas dari tingkat pelapukan dan vegetasi yang ada di atasnya. Bahan induk yang banyak mengandung unsur Ca akan membentuk tanah yang juga memiliki kadar ion Ca yang banyak.
Hal ini dapat menghindarkan tanah dari penyucian asam silikat yang dapt menyebabkan tanah berwarna kelabu.
Sebaliknya, apabila bahan induk memiliki kandungan kapur yang kurang, maka hasilnya dapat terbentuk tanah yang warnanya lebih merah.
Bahan induk tanah dapat berupa material anorganik dan dapat pula berupa material organik. Bahan induk tanah anorganik merupakan hasil pelapukan dari batuan beku, sedimen, dan atau metamorf.
Batuan induk tanah organik berasal dari sisa-sisa makhluk hidup baik tumbuhan maupun hewan.
Bahan induk tanah anorganik terususun atas mineral-mineal yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) mineral asli (primer), (2) mineral sekunder.
Mineral primer terdapat pada batuan beku dan batuan metamorf, dan mineral sekunder umumnya terdapat pada batuan sedimen.
Tanah adalah hasil perkembangan lebih lanjut dari hasil pelapukan batuan induk yang disebut dengan bahan induk tanah.
Pembentukan tanah terjadi setelah bahan induk terlonggok pada suatu tempat.
Bahan induk tanah dapat berasal dari batuan induk yang langsung berada di bawahnya, dapat pula berasal dari batuan induk yang lokasinya jauh dari lokasi keberadaan bahan induk tanah saat ini.
Batuan induk dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu (1) batuan beku, (2) batuan sedimen, (3) batuan metamorf.
Ketiga jenis batuan penyusun kerak bumi mempunyai sifat dasar yang khas yang berpengaruh kuat pada resistensi batuan terhadap proses pelapukan.
Batuan beku dan batuan metamorf mempunyai resistensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan batuan sedimen.
Batuan beku pada umumnya mempunyai resistensi lebih tinggi dibandingkan batuan metamorf.
Batuan metamorf dapat mempunyai resistensi yang lebih tinggi dibandingkan batuan beku jika proses metamorfosis batuan berlangsung sempurna.
Sedimen yang lunak dan lepas-lepas dapat berasal dari batuan beku, batuan metamorfik, dan batuan sedimen yang mengalami pelapukan.
Material sedimen merupakan bahan induk tanah. Proses pembentukan tanah terjadi dibawah pengaruh iklim dan organisme yang bekerja pada material sedimen.
Batuan beku (igneus rock) terbentuk dari pembekuan magma. Macam batuan beku antara lain granit, diorit, andesit, dasit, basal, dan gabro.
Batuan beku tersusun atas mineral primer seperti kuarsa, feldspar, dan mineral-mineral lain ayng berwarna kelam mencakup biotit, augit, dan hornblende.
Batuan sedimen dihasilkan dari pembatuan kembali (lithification) atas mineral endapat hasil pelapukan batuan induk jenis tertentu, serta dapat pula merupakan hasil pembatuan kembali dari batuan gunung api.
Batuan sedimen dapat berasal dari pembatuan kembali endapan laut, sungai, danau, rawa, endapan angin, berbagai jenis pengendapan secara gravitasional serta pengendapan endapan biologis.
Pembatuan kembali dapat terjadi sebagai akibat sedimentasi, tekanan kuat atas batuan lain yang menumpanginya, tekanan kuat akibat tektonisme, dan atau pemanasan yang tinggi.
Batuan sedimen yang ada di bumi pada umumnya merupakan hasil pembatuan kembali dari endapan laut.
Batuan malihan atau metamorf terbentuk oleh metamorfosis atau perubahan bentuk dari batuan lain (batuan beku dan batuan sedimen).
Perubahan bentuk batuan terjadi sebagai akibat dari pengaruh tekanan kuat dan suhu tinggi.
Adanya tekanan kuat dan suhu tinggi dapat menyebabkan mineral-mineral luruh dan membentuk mineral baru dengan susunan dan bangun struktur yang khas.
Sebagai contoh dari batuan metamorfik adalah gneiss, schicst, batu sabak, kuarsit, dan marmer.
Bahan induk tanah adalah bahan pembentuk utama atau asal dari tanah tersebut. bahan induk terdiri dari batuan vulkanik, batuan beku, batuan sedimen, serta batuan metamorf. Batuan induk ini akan hancur menjadi bahan induk, lalu mengalami pelapukan, dan menjadi tanah.
Contoh Bahan Induk Tanah
Umumnya, tanah yang ada di permukaan bumi, akan memperlihatkan adanya sifat yang sama dengan bahan induknya, terutama dalam sifat kimianya.
Bahan induk yang masih terlihat ini umumnya seperti tanah dengan struktur pasir yang berasal dari bahan induk dengan kandungan pasir tinggi.
Selain itu, susunan kimia dan mineral dari bahan induk dapat memengaruhi intensitas dari tingkat pelapukan dan vegetasi yang ada di atasnya. Bahan induk yang banyak mengandung unsur Ca akan membentuk tanah yang juga memiliki kadar ion Ca yang banyak.
Hal ini dapat menghindarkan tanah dari penyucian asam silikat yang dapt menyebabkan tanah berwarna kelabu.
Sebaliknya, apabila bahan induk memiliki kandungan kapur yang kurang, maka hasilnya dapat terbentuk tanah yang warnanya lebih merah.
Bahan induk tanah dapat berupa material anorganik dan dapat pula berupa material organik. Bahan induk tanah anorganik merupakan hasil pelapukan dari batuan beku, sedimen, dan atau metamorf.
Batuan induk tanah organik berasal dari sisa-sisa makhluk hidup baik tumbuhan maupun hewan.
Bahan induk tanah anorganik terususun atas mineral-mineal yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) mineral asli (primer), (2) mineral sekunder.
Mineral primer terdapat pada batuan beku dan batuan metamorf, dan mineral sekunder umumnya terdapat pada batuan sedimen.
Organisme seperti vegetasi dan jasad renik memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap proses pembentukan tanah. Pengaruh tersebut, antara lain :
Membantu proses pelapukan, khususnya proses pelapukan organik
Membantu proses pembentukan humus. Sebab, tumbuh -tumbuhan akan menghasilkan dedaunan serta ranting -ranting yang menumpuk pada permukaan tanah. Dedaunan dan ranting yang menumpuk ini akan membusuk dengan bantuan jasad renik atau mikroorganisme yang ada di dalam tanah.
Jenis vegetasi sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah. Misalnya, pada vegetasi hutan, dapat membentuk tanah hutan yang memiliki warna merah. Sementara untuk vegetasi rumput, dapat mengakibatkan pembentukan tanah yang berwarna hitam karena banyak mengandung bahan organik.
Kandungan unsur-unsur kimia yang ada pada tanaman dapat mempengaruhi sifat-sifat tanah. Hal ini dapat terjadi contohnya, bila ada tanaman jenis cemara, maka tanaman ini akan memberikan unsur-unsur kimia, seperti Ca, Mg, dan K yang relatif rendah. Akibatnya, tanah yang ada di bawah pohon cemara akan memiliki derajat keasaman yang lebih tinggi daripada tanah yang ada di bawah pohon jati.
Membantu proses pelapukan, khususnya proses pelapukan organik
Membantu proses pembentukan humus. Sebab, tumbuh -tumbuhan akan menghasilkan dedaunan serta ranting -ranting yang menumpuk pada permukaan tanah. Dedaunan dan ranting yang menumpuk ini akan membusuk dengan bantuan jasad renik atau mikroorganisme yang ada di dalam tanah.
Jenis vegetasi sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah. Misalnya, pada vegetasi hutan, dapat membentuk tanah hutan yang memiliki warna merah. Sementara untuk vegetasi rumput, dapat mengakibatkan pembentukan tanah yang berwarna hitam karena banyak mengandung bahan organik.
Kandungan unsur-unsur kimia yang ada pada tanaman dapat mempengaruhi sifat-sifat tanah. Hal ini dapat terjadi contohnya, bila ada tanaman jenis cemara, maka tanaman ini akan memberikan unsur-unsur kimia, seperti Ca, Mg, dan K yang relatif rendah. Akibatnya, tanah yang ada di bawah pohon cemara akan memiliki derajat keasaman yang lebih tinggi daripada tanah yang ada di bawah pohon jati.
Iklim memiliki unsur -unsur yang memengaruhi proses pembentukan tanah. Unsur iklim tersebut terutama adalah suhu dan curah hujan. Suhu mempengaruhi proses pelapukan (lebih jelas mengenai pelapukan Pengertian Pelapukan, Jenis dan Faktor Penyebabnya) yang terjadi bahan induk. Apabila suhu tinggi, maka proses pelapukan dapat berlangsung dengan lebih cepat sehingga pembentukan tanah juga akan semakin cepat.
Sementara itu, curah hujan sangat mempengaruhi kekuatan erosi serta pencucian tanah. Padahal, pencucian tanah yang berlangsung cepat dapat mengakibatkan tanah menjadi asam atau pH tanah semakin rendah sehingga proses pembentukan tanah pun juga semakin cepat.
Sementara itu, curah hujan sangat mempengaruhi kekuatan erosi serta pencucian tanah. Padahal, pencucian tanah yang berlangsung cepat dapat mengakibatkan tanah menjadi asam atau pH tanah semakin rendah sehingga proses pembentukan tanah pun juga semakin cepat.
Keadaan relief dari suatu daerah dapat memengaruhi pembentukan tanah. Pengaruh topografi ini seperti :
Tebal atau tipisnya lapisan tanah. Dalam hal ini, untuk daerah dengan topografi yang miring dan berbukit, maka lapisan tanah di atasnya menjadi lebih tipis akibat erosi. Sementara pada daerah yang datar, lapisan tanah cenderung lebih tebal karena terjadi proses sedimentasi.
Sistem drainase atau pengaliran. Daerah yang memiliki sistem drainase yang cukup jelek biasanya akan lebih sering tergenang air. Kondisi inilah yang dapat menyebabkan tanah menjadi cendeng asam.
Tebal atau tipisnya lapisan tanah. Dalam hal ini, untuk daerah dengan topografi yang miring dan berbukit, maka lapisan tanah di atasnya menjadi lebih tipis akibat erosi. Sementara pada daerah yang datar, lapisan tanah cenderung lebih tebal karena terjadi proses sedimentasi.
Sistem drainase atau pengaliran. Daerah yang memiliki sistem drainase yang cukup jelek biasanya akan lebih sering tergenang air. Kondisi inilah yang dapat menyebabkan tanah menjadi cendeng asam.
Tanah merupakan suatuu benda yang ada di alam, yang terus menerus mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi ini diakibatkan oleh pelapukan dan penyucian yang terjadi secara terus menerus pula. Proses yang terus berlangsung inilah yang menyebabkan tanah akan menjadi semakin tua dan kurus.
Jika ini terjadi, mineral tanah yang banyak mengandung unsur hara akan habis akibat adanya proses pelapukan. Kemudian yang tertinggal hanyalah mineral yang sukar lapuk, seperti kuarsa.
Akibat adanya proses pembentukan tanah yang terus berjalan ini, maka induk tanah pun juga ikut mengalami perubahan berturut-turut menjadi : muda, tanah dewasa, dan tanah tua.
Tanah muda adalah tanah yang ditandai dengan adanya proses pembentukan tanah yang masih tampak pencampuran dari bahan organik serta bahan mineral atau masih tampak struktur bahan induknya. Contoh tanah muda misalnya tanah aluvial, regosol, danlitosol.
Tanah dewasa adalah jenis tanah yang dapat dikenal dengan adanya proses yang lebih lanjut sehingga tanah muda dapat berubah menjadi tanah dewasa. Proses yang dimaksud adalah pembentukan horizon B. Contoh tanah dewasa adalah tanah andosol, latosol, dan grumosol.
Tanah tua adalah jenis tanah yang ditandai oleh proses pembentukan tanah yang masih berlangsung terus-menerus sehingga terjadilah proses perubahan-perubahan yang nyata pada horizon – horizon A dan B. Contoh tanah tua adalah jenis tanah podsolikdan latosol tua (laterit).
Semua proses ini tentu memakan waktu, sehingga waktu pun juga dianggap sebagai faktor pembentuk tanah yang cukup utama. Sedangkan untuk lamanya waktu pembentukan tanah ini dapat berbeda-beda.
Bahan induk vulkanik yang terlepas-lepas seperti abu vulkanik misalnya, akan membutuhkan waktu hingga 100 tahun untuk membentuk tanah muda, dan hingga 1.000–10.000 tahun untuk membentuk tanah dewasa.
Jika ini terjadi, mineral tanah yang banyak mengandung unsur hara akan habis akibat adanya proses pelapukan. Kemudian yang tertinggal hanyalah mineral yang sukar lapuk, seperti kuarsa.
Akibat adanya proses pembentukan tanah yang terus berjalan ini, maka induk tanah pun juga ikut mengalami perubahan berturut-turut menjadi : muda, tanah dewasa, dan tanah tua.
Tanah muda adalah tanah yang ditandai dengan adanya proses pembentukan tanah yang masih tampak pencampuran dari bahan organik serta bahan mineral atau masih tampak struktur bahan induknya. Contoh tanah muda misalnya tanah aluvial, regosol, danlitosol.
Tanah dewasa adalah jenis tanah yang dapat dikenal dengan adanya proses yang lebih lanjut sehingga tanah muda dapat berubah menjadi tanah dewasa. Proses yang dimaksud adalah pembentukan horizon B. Contoh tanah dewasa adalah tanah andosol, latosol, dan grumosol.
Tanah tua adalah jenis tanah yang ditandai oleh proses pembentukan tanah yang masih berlangsung terus-menerus sehingga terjadilah proses perubahan-perubahan yang nyata pada horizon – horizon A dan B. Contoh tanah tua adalah jenis tanah podsolikdan latosol tua (laterit).
Semua proses ini tentu memakan waktu, sehingga waktu pun juga dianggap sebagai faktor pembentuk tanah yang cukup utama. Sedangkan untuk lamanya waktu pembentukan tanah ini dapat berbeda-beda.
Bahan induk vulkanik yang terlepas-lepas seperti abu vulkanik misalnya, akan membutuhkan waktu hingga 100 tahun untuk membentuk tanah muda, dan hingga 1.000–10.000 tahun untuk membentuk tanah dewasa.
Manusia merupakan faktor pembentuk tanah yang aktif.
Berbagai bentuk aktivitas manusia di atas permukaan tanah dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya telah banyak mempengaruhi proses pembentukan tanah.
Bentuk-bentuk pemanfaatan sumber daya tanah oleh manusia yang mempengaruhi proses pembentukan dan perkembangan tanah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: manipulasi faktor pembentuk tanah aktif, dan manipulasi faktor pembentuk tanah pasif.
Manipulasi faktor pembentuk tanah aktif dapat berupa pengaturan lengas tanah dan jenis vegetasi tanah.
Manipulasi faktor pembentuk tanah pasif dapat berupa perubahan relief dan penambahan atau pengurangan bahan induk tanah.
Manipulasi kondisi lengas tanah dilakukan manusia dalam rangka penyediaan air bagi tanaman.
Penyediaan air bagi tanaman berupaya pemberian air irigasi khususnya pada saat musim kemarau.
Manipulasi kondisi lengas tanah menyebabkan proses pelindian unsur-unsur basa dapat larut pada lapisan tanah atas ke lapisan tanah bawah berlangsung lebih intensif dibanding pada kondisi alami.
Pada kondisi alami, pelindian hanya terjadi pada musim penghujan saja, sementara pada musim kemarau terjadi pengurangan lengas melalui dua cara, perkolasi ke arah bawah dan kapilerisasi ke arah atas.
Kapilerisasi merupakan pengambalian sebagian unsur-unsur basa yang pada saat musim penghujan terlindi ke bawah.
Pemberian air irigasi sepanjang tahun dimungkinkan dapat menghilangkan atau menekan sampai batas minimum proses kapilerisasi.
Berbagai bentuk aktivitas manusia di atas permukaan tanah dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya telah banyak mempengaruhi proses pembentukan tanah.
Bentuk-bentuk pemanfaatan sumber daya tanah oleh manusia yang mempengaruhi proses pembentukan dan perkembangan tanah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: manipulasi faktor pembentuk tanah aktif, dan manipulasi faktor pembentuk tanah pasif.
Manipulasi faktor pembentuk tanah aktif dapat berupa pengaturan lengas tanah dan jenis vegetasi tanah.
Manipulasi faktor pembentuk tanah pasif dapat berupa perubahan relief dan penambahan atau pengurangan bahan induk tanah.
Manipulasi kondisi lengas tanah dilakukan manusia dalam rangka penyediaan air bagi tanaman.
Penyediaan air bagi tanaman berupaya pemberian air irigasi khususnya pada saat musim kemarau.
Manipulasi kondisi lengas tanah menyebabkan proses pelindian unsur-unsur basa dapat larut pada lapisan tanah atas ke lapisan tanah bawah berlangsung lebih intensif dibanding pada kondisi alami.
Pada kondisi alami, pelindian hanya terjadi pada musim penghujan saja, sementara pada musim kemarau terjadi pengurangan lengas melalui dua cara, perkolasi ke arah bawah dan kapilerisasi ke arah atas.
Kapilerisasi merupakan pengambalian sebagian unsur-unsur basa yang pada saat musim penghujan terlindi ke bawah.
Pemberian air irigasi sepanjang tahun dimungkinkan dapat menghilangkan atau menekan sampai batas minimum proses kapilerisasi.
Daftar Pustaka
- Sartohadi, Junun dkk. 2012. Pengantar Geografi Tanah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Posting Komentar