Sosiologi XII BAB 4: Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas
Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan komunitas tersebut.
Kearifan lokal berkaitan erat dengan kondisi geografis atau lingkungan alam.
Nilai-nilai dalam kearifan lokal menjadi modal utama membangun masyarakat tanpa merusak tatanan sosial dengan lingkungan alam.
Jadi dapat dikatakan bahwa kearifan lokal terbentuk sebagai budaya unggul dari masyarakat setempat berkaitan dengan kondisi geografis.
Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal, nilai yang terkadang didalamnya yakni universal.
Kearifan lokal berkaitan erat dengan kondisi geografis atau lingkungan alam.
Nilai-nilai dalam kearifan lokal menjadi modal utama membangun masyarakat tanpa merusak tatanan sosial dengan lingkungan alam.
Jadi dapat dikatakan bahwa kearifan lokal terbentuk sebagai budaya unggul dari masyarakat setempat berkaitan dengan kondisi geografis.
Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal, nilai yang terkadang didalamnya yakni universal.
Ciri-ciri kearifan lokal adalah sebagai berikut:
- Mampu bertahan terhadap budaya luar,
- Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar,
- Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli,
- Mampu memberi arah pada perkembangan budaya.
Fungsi kearifan lokal:
- Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam,
- Berfungsi untuk mengembangkan sumber daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur hidup, konsep kanda pet rate,
- Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan,
- Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan,
- Bermakna misalnya sebagai integrasi komunal/kerabat serta upacara daur pertanian,
- Bermakna etika dan moral yang terwujud dalam upacara ngaben dan penyucian roh leluhur,
- Bermakna politik, misalnya dalam upacara ngangkuk merana dan kekuasaan patron client
Nyoman Sirtha menjelaskan bahwa bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada dalam masyarakat berupa nilai, norma, kepercayaan dan aturan-aturan khusus.
Terdapat pendapat lain yang mengklasifikasikan kearifan lokal ke dalam dua aspek (Azan, 2013) yaitu:
Wujud Nyata (Tangible)
1. Tekstual
2. Bangunan atau Aristektual
3. Benda Cagar Budaya atau Tradisional (Karya Seni)
Tidak Berwujud (intangible)
Contohnya yaitu petuah yang disampaikan secara verbal dan seni suara berupa nyanyian, pantun, cerita, serat nilai-nilai ajaran tradisional. Serat ini disampaikan secara verbal dari generasi ke generasi.
Terdapat pendapat lain yang mengklasifikasikan kearifan lokal ke dalam dua aspek (Azan, 2013) yaitu:
Wujud Nyata (Tangible)
1. Tekstual
2. Bangunan atau Aristektual
3. Benda Cagar Budaya atau Tradisional (Karya Seni)
Tidak Berwujud (intangible)
Contohnya yaitu petuah yang disampaikan secara verbal dan seni suara berupa nyanyian, pantun, cerita, serat nilai-nilai ajaran tradisional. Serat ini disampaikan secara verbal dari generasi ke generasi.
Komunitas adalah sekelompok masyarakat yang terikat dalam suatu identitas yang sama.
Di Indonesia banyak terdapat komunitas yang memiliki ciri yang memegang teguh kearifan lokal sebagai pedoman hidup dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.
Misalnya komunitas suku Badui, komunitas masyarakat Kampung Naga, komunitas Suku Kajang, dsb.
Sehingga pada hakikatnya, pemberdayaan komunitas menurut Wilkinson (Sadri, 2009) adalah sebuah upaya atau perubahan yang sengaja dilakukan atau dikembangkan oleh anggota sebuah komunitas itu sendiri, dimana mereka merumuskan masalah, menyusun rencana serta menentukan arah perubahan menurut keyakinan dan persepsi mereka sendiri dan perubahan itu diyakini sebagai perbaikan (improvement) sebagaimana layaknya membangun bangunan, maka upaya perbaikan tersebut umumnya diarahkan kepada perbaikan dan pengokohan struktur-struktur penopang komunitas yang bersangkutan.
Di Indonesia banyak terdapat komunitas yang memiliki ciri yang memegang teguh kearifan lokal sebagai pedoman hidup dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.
Misalnya komunitas suku Badui, komunitas masyarakat Kampung Naga, komunitas Suku Kajang, dsb.
Sehingga pada hakikatnya, pemberdayaan komunitas menurut Wilkinson (Sadri, 2009) adalah sebuah upaya atau perubahan yang sengaja dilakukan atau dikembangkan oleh anggota sebuah komunitas itu sendiri, dimana mereka merumuskan masalah, menyusun rencana serta menentukan arah perubahan menurut keyakinan dan persepsi mereka sendiri dan perubahan itu diyakini sebagai perbaikan (improvement) sebagaimana layaknya membangun bangunan, maka upaya perbaikan tersebut umumnya diarahkan kepada perbaikan dan pengokohan struktur-struktur penopang komunitas yang bersangkutan.
Tujuan dari pemberdayaan komunitas adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri.
Kemandirian ini meliputi kemandirian bertindak, berpikir dan mengendalikan apa yang mereka lakukan (Nugroho, 2012).
Pemberdayaan komunitas orientasinya merujuk kepada komunitas yang kurang berdaya atau tidak berdaya.
Pemberdayaan juga dapat dilakukan kepada komunitas yang telah berdaya, namun dengan tujuan untuk mengantisipasi terhadap ancaman dan hambatan yang dapat mengubah komunikasi itu sendiri.
Kemandirian ini meliputi kemandirian bertindak, berpikir dan mengendalikan apa yang mereka lakukan (Nugroho, 2012).
Pemberdayaan komunitas orientasinya merujuk kepada komunitas yang kurang berdaya atau tidak berdaya.
Pemberdayaan juga dapat dilakukan kepada komunitas yang telah berdaya, namun dengan tujuan untuk mengantisipasi terhadap ancaman dan hambatan yang dapat mengubah komunikasi itu sendiri.
Tahap pertama, keinginan dari masyarakat sendiri untuk berubah menjadi lebih baik.
Tahap kedua, masyarakat diharapkan mampu melepaskan halangan-halangan atau faktor-faktor yang bersifat resiatensi terhadap kemajuan dalam diri dan komunitasnya.
Tahap ketiga, masyarakat diharapkan sudah menerima kebebasan tambahan dan merasa memiliki tanggungjawab dalam mengembangkan dirinya dan komunitasnya.
Tahap keempat, upaya untuk mengembngkna peran dan batas tanggungjawab yang lebih luas, hal ini berkaitan dengan minat dan motivasi untuk melakukan pekerjaan dengan baik.
Tahap kelima, peningkatan rasa memiiki yang besar menghasilkan keluaran kinerja yang lebih baik. Pada tahap ini hasil-hasil nyata dari pemberdayaan mulai terlihat.
Tahap keenam, telah terjadi perubahan perilaku dan kesan terhadap dirinya, ketika keberhasilan dalam peningkatan kerja mampu meningkatkan perasaan psikologis di atas posisi sebelumnya.
Tahap ketujuh, masyarakat sudah berhasil memberdayakan dirinya, merasa tertantang untuk upaya yang lebih besar guna mendapatkan hasil yang lebih baik.
Tahap kedua, masyarakat diharapkan mampu melepaskan halangan-halangan atau faktor-faktor yang bersifat resiatensi terhadap kemajuan dalam diri dan komunitasnya.
Tahap ketiga, masyarakat diharapkan sudah menerima kebebasan tambahan dan merasa memiliki tanggungjawab dalam mengembangkan dirinya dan komunitasnya.
Tahap keempat, upaya untuk mengembngkna peran dan batas tanggungjawab yang lebih luas, hal ini berkaitan dengan minat dan motivasi untuk melakukan pekerjaan dengan baik.
Tahap kelima, peningkatan rasa memiiki yang besar menghasilkan keluaran kinerja yang lebih baik. Pada tahap ini hasil-hasil nyata dari pemberdayaan mulai terlihat.
Tahap keenam, telah terjadi perubahan perilaku dan kesan terhadap dirinya, ketika keberhasilan dalam peningkatan kerja mampu meningkatkan perasaan psikologis di atas posisi sebelumnya.
Tahap ketujuh, masyarakat sudah berhasil memberdayakan dirinya, merasa tertantang untuk upaya yang lebih besar guna mendapatkan hasil yang lebih baik.
- Kesediaan suatu komunitas untuk menerima pemberdayaan bergantung pada situasi yang dihadapi.
- Adanya pemikiran bahwa pemberdayaan tidak untuk semua orang, dan adanya persepsi dari pemegang kekuasaan dalam komunitas tersebut bahwa pemberdayaan dapan mengorbankan diri mereka sendiri.
- Ketergantungan adalah budaya, dengan adanya masyarakat sudah terbiasa dalam hirarki, birokrasi dan kontrol menejemen yang tegas sehingga membuat mereka terpola dalam berpikir dan berbuat rutinitas.
- Dorongan dari para pemimpin setiap komunitas untuk tidak mau melepaskan kekuasaannya, sehingga inti dari pemberdayaan terutama terkait dengan siklus pemberdayaan kemampuan dan motivasi setiap orang berbeda-beda.
- Adanya batas pemberdayaan, terutama terkait dengan siklus pemberdayaan kemampuan dan motivasi setiap orang berbeda-beda.
- Adanya kepercayaan dari para pemimpin komunitas untuk mengembangkan pemberdayaan dan mengubah persepsi mereka tentang anggota komunitasnya.
- Pemberdayaan tidak kondusif bagi perubahan yang cepat.
- Pemberdayaan membutuhkan dukungan sumber daya (resource) yang besar, baik dari segi pembiayaan maupun waktu.
- Untuk membantu kalian lebih memahami materi tentang “Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas” saya akan memaparkan sebuah artikel yang dapat membantu kalian lebih memahami materi diatas.
Posting Komentar