PAI VIII BAB 3 Mengutamakan Kejujuran dan Menegakkan Keadilan
Kejujuran dalam keluarga merupakan pondasi awal bagi kelangsungan kehidupan di masyarakat.
Masing-masing anggota keluarga berperilaku jujur satu sama lain, dalam arti berkata apa adanya dan sesuai kenyataan.
Orang tua berkata jujur kepada anak-anaknya. Demikian pula anak berkata jujur kepada orang tua.
Bisa dibayangkan apa yang terjadi jika masing-masing anggota keluarga tidak jujur?.
Tentu akan terjadi pertengkaran dan perselisihan.
Benih permusuhan akan muncul dari perilaku tidak jujur. Anggota keluarga, baik itu ayah, ibu, adik maupun kakak memiliki hak dan tanggung jawab masing-masing.
Mereka butuh kerjasama dan kekompakan dari masing-masing anggota keluarga.
Kerjasama dan kekompakan ini dapat terwujud jika masing-masing berperilaku jujur. Sebagai anak yang saleh tentu kalian menginginkan kehidupan keluarga yang harmonis.
Oleh karena itu biasakanlah berperilaku jujur mulai dari rumah.
Berperilaku jujur di sekolah sama pentingnya dengan berperilaku jujur di rumah.
Seorang peserta didik hendaknya jujur kepada bapak ibu guru, karyawan dan teman di sekolah.
Kejujuran peserta didik pada saat mengerjakan ulangan akan sangat membantu bapak ibu guru dalam mengevaluasi hasil pembelajaran.
Berperilaku jujur kepada teman disekolah maka akan terjalin hubungan harmonis.
Semua anggota masyarakat akan hidup rukun dan damai jika masing-masing menjunjung tinggi kejujuran.
Sebaliknya, ketidakjujuran akan berakibat konflik antar anggota masyarakat.
Konflik yang terjadi ditengah-tengah masyarakat merupakan bencana sosial yang menakutkan. Karena hal ini bisa meluas menjadi tawuran antar warga.
Sungguh, semua ini tidak dikehendaki bersama. Kejujuran harus diutamakan dalam setiap pergaulan, baik dirumah, sekolah maupun masyarakat.
Kerugian akibat ketidakjujuran akan dirasakan oleh diri sendiri dan orang lain. Seseorang yang tidak jujur akan sulit mendapat kepercayaan dari orang lain.
Sementara orang lain yang pernah dibohongi akan merasa kecewa dan sakit hati. Kepercayaan tidak bisa dibeli dengan uang.
Kepercayaan akan muncul jika seseorang jujur. Sebagai contoh, seorang yang jujur biasanya akan dipilih menjadi bendahara.
Tugas bendahara sungguh sangat berat, karena harus mencatat dan membukukan keuangan dengan benar dan jujur.
Setiap tugas dan kewajiban yang dilaksanakan dengan sebaik-baiknya pasti akan mendapat balasan dari Allah Swt berupa pahala.
Dalam sebuah hadits riwayat Muslim. Rasulullah Saw bersabda :
“Seorang bendahara muslim yang melaksanakan tugasnya dengan jujur, dan membayar sedekah kepada orang yang diperintahkan oleh majikannya secara sempurna, dengan segera dan dengan pelayanan yang baik, maka ia mendapat pahala yang sama seperti orang yang bersedekah.”
Sumber : Kitab Hadis Shahih Muslim.
Adil berarti memberikan hak kepada orang yang berhak menerimanya, meletakkan segala urusan pada tempatnya.
Orang yang adil adalah orang yang memihak kepada kebenaran, bukan berpihak karena pertemanan, persamaan suku, maupun bangsa.
Ajaran Islam menjunjung tinggi azas keadilan. Hal ini bisa difahami karena Islam membawa rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin).
Oleh karena itu setiap muslim wajib menegakkan keadilan dalam posisi apapun.
Apalagi seorang muslim yang menjadi polisi, jaksa, hakim atau aparat hukum lainnya harus menegakkan keadilan tanpa memandang suku, agama, status sosial, pangkat maupun jabatan.
Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin akan terwujud apabila setiap muslim menegakkan keadilan.
Dalam sebuah hadits riwayat Nasa’i, Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil akan ditempatkan di sisi Allah Ta’ala di atas mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya, di sisi sebelah kanan ‘Arrahman.
Yaitu, orang-orang yang adil dalam menghukumi mereka, adil dalam keluarga mereka dan dalam mengerjakan tugas mereka.” Sumber : Kitab Hadis Sunan Nasa’i .
Allah Swt menegaskan bahwa kebencian terhadap suatu golongan, atau individu, janganlah menjadi pendorong untuk bertindak tidak adil.
Ini menjadi bukti bahwa Islam menjunjung tinggi keadilan.
Rasa benci kepada seseorang atau suatu golongan menjadi pintu masuk setan untuk menjerumuskan manusia kedalam lubang kehancuran.
Bisa dibayangkan betapa sulinya ketika harus berbuat adil kepada orang atau golongan yang kita benci.
Meskipun sulit, karena ini perintah agama maka harus dilaksanakan.
Adil bukan berarti harus sama rata. Misalnya, ada orang tua memiliki tiga orang anak. Masing-masing masih duduk dibangku Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi (PT).
Orang tua yang adil akan memberikan uang saku dengan jumlah berbeda karena kebutuhan mereka berbeda. Justru tidak adil jika orang tua tersebut memberikan uang saku dengan jumlah sama.
Q.S. Al-Maidah/5:8)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya:
“ Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakan kebenaran karena Allah Swt, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekal-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah Swt, sungguh, Allah maha mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan” (QS Al-Maidah/5 ayat 8)
Ayat di atas menegaskan bahwa menegakkan keadilan harus karena Allah Swt semata, bukan karena kepentingan pribadi atau duniawi.
Kepentingan pribadi atau duniawi harus dikesampingkan dalam menegakkan keadilan.
Bahkan jika kita bersaksi untuk kepentingan kerabat dekat, maka kita pun harus bersaksi dengan mengatakan yang sebenarnya, meskipun kesaksian itu merugikannya.
Demikian juga jika kita bersaksi untuk musuh, maka kita pun harus bersaksi dengan mengatakan yang sebenarnya, meskipun menguntungkannya.
Bagaimana jika kebenaran itu dari orang kafir?
Kita harus tetap berlaku adil dan menerima kebenaran meskipun muncul dari orang kafir.
Bahkan jika kita menolak kebenaran dari yang kafir dikategorikan sebagai kezaliman. Jadi, keadilan itu berlaku untuk semua, baik kawan maupun lawan.
Kalau kebenaran yang datangnya dari orang kafir saja kita harus tetap menerimanya, maka kebenaran yang datangnya dari sesama muslim sudah jelas harus kita terima.
Oleh karena itu menjadi sangat aneh kalau antara sesama muslim saja saling bertikai hanya karena masing-masing merasa bahwa pendapatnya yang paling benar.
Berlaku adil dalam ayat di atas bermakna berusaha untuk adil dan menegakkan keadilan.
Jadi setiap usaha untuk menegakkan keadilan dan perilaku menegakkan keadilan akan mendekatkan kepada ketakwaan.
Semakin sempurna keadilan, maka semakin sempurna pula ketakwaan. Rasulullah Saw dalam sebuah hadits bersabda :
Artinya :
“Hendaklah kalian bersikap jujur, karena kejujuran itu akan membawa pada kebaikan, sedangkan kebaikan akan membawa kepada surga”(HR Tirmidzi)
Hadits di atas menegaskan bahwa kejujuran akan membimbing kepada kebaikan.
Dan kebaikan akan membawa pelakunya ke surga. Seseorang yang jujur akan hidup dengan tenang. Ia menjalani kehidupan dengan penuh optimis dan semangat.
Berbeda jika seseorang pernah berdusta, tentu akan diselimuti rasa bersalah dan gelisah. Dusta yang pernah dilakukan akan ditutupi dengan dustadusta yang lain.
Orang yang jujur juga akan mendapat kepercayaan dari orang lain. Kepercayaan tidak bisa dibeli dengan uang. Kepercayaan muncul karena seseorang memang layak mendapatkannya.
Abu Ubaidah bin Jarrah (Sahabat Nabi yang Sangat Jujur) Suatu ketika orang-orang Najran pernah datang kepada Rasulullah Saw seraya berkata;
“Ya Rasulullah, utuslah kepada kami seseorang yang jujur dan dipercaya.” Kemudian Rasulullah Saw bersabda: “Sungguh aku akan mengutus kepada kalian seseorang yang sangat jujur dan dapat dipercaya. Para sahabat merasa penasaran dan akhirnya menunggu-nunggu orang yang dimaksud oleh Rasulullah itu. Ternyata Rasulullah mengutus Abu Ubaidah bin Jarrah.” (Sumber : Kitab Shahih Bukhari).
Kejujuran dan keadilan merupakan dua perilaku terpuji yang harus dimiliki seorang muslim. Rakyat jelata merindukan pemimpin yang adil.
Seorang tersangka merindukan keadilan seorang hakim. Seorang atlet menginginkan wasit yang adil dalam pertandingan.
Demikianlah keadilan sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Bahkan doa seorang pemimpin yang adil akan diterima oleh Allah Swt.
Menerapkan Perilaku Jujur
Perilaku jujur dapat kita terapkan di rumah, sekolah, maupun masyarakat. Untuk memahami cara menerapkan perilaku jujur perhatikan contoh perilaku jujur berikut ini:
1. Di rumah, kita melaksanakan tugas yang diberikan orang tua dengan sebaiknya-baiknya. Misalnya, ibu minta tolong dibelikan minyak goreng dan kebutuhan pokok lainnya.
Sebagai anak jujur, semua uang sisa kembalian diberikan kepada ibu.
Hal ini berarti memegang dan menjalankan amanah dengan baik. Memberitakan sesuatu hal baik ke orang tua ataupun ke dalam lingkungan masyarakat.
2. Di sekolah, mengerjakan tugas yang diberikan bapak-ibu guru dengan penuh tanggung jawab.
Tidak menyontek saat ulangan, melaksanakan piket sesuai jadwal, mentaati tata tertib sekolah, bertutur kata yang benar kepada bapak-ibu guru, karyawan, dan teman. Jika bersalah harus mengakui kesalahannya
3. Di masyarakat, kita dapat berperilaku jujur dalam rangka membangun masyarakat yang tenang, harmonis dan saling menghormati.
Seseorang yang jujur tidak akan mengarang cerita atau gosip sehingga akan menimbulkan gaduh dan suasana lingkungan menjadi tidak kondusif, antara ucapan dan perbuatan.
Seseorang yang jujur harus sama. Dengan berperilaku jujur, maka orang lain akan merasa aman dan tentram.
Menerapkan Perilaku Adil
Perilaku adil juga dapat kita terapkan di rumah, sekolah, maupun masyarakat. Untuk memahami cara menerapkan perilaku adil perhatikan contoh perilaku adil berikut ini:
1. Di rumah, misalnya setiap awal bulan ayah memberikan uang saku kepada ketiga anaknya, termasuk kalian sebagai anak pertama. Ayah menitipkan uang saku untuk kedua adikmu.
Masing-masing mendapat Rp.100.000 dan Rp.50.000, sedangkan kamu mendapat Rp.200.000. Ayah memberikan uang saku secara adil berdasarkan tingkat kebutuhan anak-anaknya.
Sebagai kakek, kalian harus adil kepada adik-adik kalian, yaitu memberikan hak uang saku kepada mereka sesuai perintah ayah.
2. Di sekolah, menghormati dan menghargai tugas ketua dan semua pengurus kelas.
Kalian harus memperlakukan mereka dengan adil sesuai posisinya masing-masing di kepengurusan kelas. Bukan justru sebaliknya, meremehkan dan merendahkan mereka sebagai “pesuruh” kelas.
3. Di masyarakat, berlaku adil kepada tetangga dan warga dalam satu RT, RW ataupun kelurahan. Memperlakukan tetangga dengan baik, tidak merusak nama baiknya dengan menyebarkan cerita-cerita negatif.
Tidak mengganggu tetangga dengan suara musik yang terlalu keras dari dalam rumah kita. Mengapa demikian?
Sebab tetangga juga punya hak untuk dihormati dan diperlakukan dengan baik. Dengan memberikan hak kepada tetangga berarti kita telah berperilaku adil kepada tetangga.
Khalifah Umar bin Khaab bercakap-cakap dengan kakek Yahudi. “kakek jauh-jauh datang dari Mesir, adakah keperluan yang ingin kakek sampaikan” tanya Khalifah kepada kakek Yahudi.
Kakek Yahudi itu pun menceritakan bahwa rumahnya secara sepihak diratakan untuk dibangun masjid.
Dia pun mencurahkan perasaannya, kepada Khalifah Umar mengenai perjuangan untuk memiliki rumah itu.
“Sungguh sangat menyedihkan, harta satu-satunya yang aku miliki sekarang telah sirna, karena dirampas oleh pemerintah.”
Wajah Khalifah Umar sontak memerah. Khalifah Umar pun begitu marah mengetahui kisah yang didengarnya dari kakek Yahudi.
Khalifah Umar lantas mengambil tulang unta lalu menggores tulang tersebut dengan huruf alif dengan pedangnya.
Tulang unta itu diserahkan kepada kakek Yahudi.
Khalifah Umar lantas berpesan, “Bawa tulang ini ke Mesir dan berikan kepada ubernur Amr bin Ash.
”Dengan penuh keheranan kakek Yahudi pulang ke Mesir hanya dengan membawa tulang. Kakek Yahudi lantas memberikan kepada ubernur Amr bin Ash.
Sang Gubernur Mesir itu sontak pucat keika menerima tulang tersebut dari kakek Yahudi.
Mendadak, Amr memerintahkan jajarannya untuk membongkar masjid di tanah miliki kakek Yahudi itu.
Kakek Yahudi merasa heran mengapa dengan sebatang tulang unta busuk, Amr bin Ash bersedia membongkar masjid untuk kembali membangun gubuk milik Yahudi.
“Maaf Tuan, tolong jelaskan perkara pelik ini. Berasal dari apakah tulang itu?"
"Apa keistemewaan tulang busuk itu sehingga Tuan berani memutuskan untuk membongkar begitu saja masjid yang amat mahal ini."
Amr bin Ash memegang pundak kakek Yahudi sambil berkata:
“Wahai kakek, tulang ini hanyalah tulang busuk. Akan tetapi tulang ini merupakan peringatan keras terhadap diriku dan tulang ini merupakan peringatan dari Khalifah Umar bin Khaab."
"Artinya apa pun pangkat dan kekuasaanmu, suatu saat kamu akan bernasib sama seperi tulang ini, karena itu berindak adillah kamu seperi huruf alif yang lurus. Adil di atas, dan adil di bawah.”
Kakek Yahudi itu lalu berkata: ”Oh, ternyata Islam itu sangat adil ya Tuan. ubernur Amr bin Ash: “Ya inilah Islam”.
Kemudian kakek yahudi berkata: “Sungguh saya kagum dengan keadilan Islam. Mulai hari ini saya menyatakan diri masuk Islam. Dan saya ikhlaskan gubug saya untuk dibangun masjid”.
Muhammad Ahsan dan Sumiyati. 2017. Pendidikan Agama Islam Untuk Kelas VIII. Jakarta:
Posting Komentar