Bagaimana sejarah kerajaan Sriwijaya?
Kerajaan Sriwijaya berdiri sekitar abad ke-7 Masehi. Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang pernah berdiri di Indonesia.
Kerajaan ini mampu mengembangkan diri sebagai negara maritim dengan menguasai lalu lintas pelayaran dan perdagangan dari Selat Malak, Selat Sunda, hingga Laut Jawa.
Sumber sejarah kerajaan Sriwijaya diperoleh dari prasasti yang berasal dari dalam negeri dan prasasti dari luar negeri.
Prasasti yang berasal dari dalam negeri antara lain: prasasti Kedudukan Bukit, prasasti Talang Tuwo, prasasti Telaga Batu, prasasti Kota Kapur, prasasti Berahi, prasasti Palas Pasemah, dan Amonghapasa.
Adapun prasasti yang berasal dari luar negeri antara lain: prasasti Ligor, prasasti Nalanda, prasasti Canton, prasasti Grahi, dan prasasti Chaiya.
Sumber sejarah lain tentang kerajaan Sriwijaya diperoleh dari seorang pendeta Cina yang bernama I-tsing.
Berdasarkan sumber-sumber tersebut, diperoleh keterangan mengenai kerajaan Sriwijaya sebagai berikut:
Kerajaan Sriwijaya pernah menjadi pusat kegiatan ilmiah agama Buddha di Asia Tenggara
Pulau Bangka dan Jambi Hulu telah ditaklukan oleh Kerajaan Sriwijaya pada tahun 686 Masehi
Pada awal abad ke-11 Raja Rajendracola dari Kerajaan Colamandala (India) melakukan penyerbuan besar-besaran ke wilayah Sriwijaya. Penyerbuan Colomandala dapat dipukul mundur namun berhasil melemahkan kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan Sriwijaya diperkirakan terletak di Palembang, di dekat pantai dan di tepi Sungai Musi. Pada mulanya masyarakat Sriwijaya hidup dengan bertani.
Namun karena berdekatan dengan pantai, maka perdagangan menjadi cepat berkembang. Kemudian perdagangan menjadi mata pencaharian pokok masyarakat Sriwijaya.
Perkembangan perdagangan didukung oleh letak Sriwijaya yang strategis. Sriwijaya terletak di persimpangan jalur perdagangan Internasional.
Para pedagang dari India ke Cina atau dari Cina ke India singgah dahulu di Sriwijaya, begitu juga para pedagang yang akan ke Cina.
Para pedagang melakukan bongkar muat barang dagangan di Sriwijaya. Dengan demikian, Sriwijaya semakin ramai dan berkembang menjadi pusat perdagangan.
Untuk memperkuat kedudukannya, Sriwijaya membentuk armada angkatan laut yang kuat. Melalui armada angkatan laut ini Sriwijaya mampu menguasai kawasan perairan Asia Tenggara, perairan di Laut Natuna, Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa.
Selain menjadi pusat perdagangan, keraajaan Sriwijaya juga berkembang menjadi pusat agama Buddha Mahayana di Asia Tenggara.
Menurut catatan pendeta I-tsing, bahwa di Sriwijaya tinggal ribuan pendeta dan pelajar untuk belajar tata bahasa Sanskerta sebagai persiapan kunjungannya ke India.
Seperti halnya I-tsing, para pendeta Cina lainnya yang akan belajar agama Buddha ke India dianjurkan untuk belajar terlebih dahulu di Sriwijaya selama satu sampai dua tahun.
Disebutkan juga bahwa para pendeta yang belajar agama Buddha itu dibimbing oleh seorang guru bernama Sakyakirti.
Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa kerajaan Sriwijaya sejak abad ke-7 M telahmenjadi pusat kegiatan ilmiah agama Buddha.
Raja yang terkenal dari kerajaan Sriwijaya adalah Balaputradewa. Ia memerintah sekitar abad ke-9 M.
Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya mencapai masa kejayaan. Wilayah kekuasaan Sriwijaya berkembang luas.
Daerah-daerah kekuasaanya antara lain Sumatera dan pulau-pulau sekitar Jawa bagian barat, sebagaian Jawa bagian tengah, sebagian Kalimantan, dan Semenanjung Melayu.
Pada abad ke-11 kekuasaan Kerajaan Sriwijaya mulai mundur. Salah satu penyebabnya adalah penyerbuan besar-besaran ke wilayah Sriwijaya oleh Raja Rajendacola dari Colamandala.
Pada tahun 1017 M, kerajaan Colamandala mengadakan serangan pertama. Serangan kedua dilakukan pada tahun 1025 M.
Penyerbuan Colamandala dapat dipukul mundur namun kekuatan aramada Sriwijaya mengalami kemunduran. Akibat peperangan ini, banyak kapal Sriwijaya yang hancur dan tenggelam.
Hal ini menyebabkan banyak daerah kekuasaan Sriwijaya yang melepaskan diri. Pada tahun 1377 armada laut Majapahit menyerang Sriwijaya. Serangan ini mengakhiri riwayat kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan ini mampu mengembangkan diri sebagai negara maritim dengan menguasai lalu lintas pelayaran dan perdagangan dari Selat Malak, Selat Sunda, hingga Laut Jawa.
Sumber sejarah kerajaan Sriwijaya diperoleh dari prasasti yang berasal dari dalam negeri dan prasasti dari luar negeri.
Prasasti yang berasal dari dalam negeri antara lain: prasasti Kedudukan Bukit, prasasti Talang Tuwo, prasasti Telaga Batu, prasasti Kota Kapur, prasasti Berahi, prasasti Palas Pasemah, dan Amonghapasa.
Adapun prasasti yang berasal dari luar negeri antara lain: prasasti Ligor, prasasti Nalanda, prasasti Canton, prasasti Grahi, dan prasasti Chaiya.
Sumber sejarah lain tentang kerajaan Sriwijaya diperoleh dari seorang pendeta Cina yang bernama I-tsing.
Berdasarkan sumber-sumber tersebut, diperoleh keterangan mengenai kerajaan Sriwijaya sebagai berikut:
Kerajaan Sriwijaya pernah menjadi pusat kegiatan ilmiah agama Buddha di Asia Tenggara
Pulau Bangka dan Jambi Hulu telah ditaklukan oleh Kerajaan Sriwijaya pada tahun 686 Masehi
Pada awal abad ke-11 Raja Rajendracola dari Kerajaan Colamandala (India) melakukan penyerbuan besar-besaran ke wilayah Sriwijaya. Penyerbuan Colomandala dapat dipukul mundur namun berhasil melemahkan kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan Sriwijaya diperkirakan terletak di Palembang, di dekat pantai dan di tepi Sungai Musi. Pada mulanya masyarakat Sriwijaya hidup dengan bertani.
Namun karena berdekatan dengan pantai, maka perdagangan menjadi cepat berkembang. Kemudian perdagangan menjadi mata pencaharian pokok masyarakat Sriwijaya.
Perkembangan perdagangan didukung oleh letak Sriwijaya yang strategis. Sriwijaya terletak di persimpangan jalur perdagangan Internasional.
Para pedagang dari India ke Cina atau dari Cina ke India singgah dahulu di Sriwijaya, begitu juga para pedagang yang akan ke Cina.
Para pedagang melakukan bongkar muat barang dagangan di Sriwijaya. Dengan demikian, Sriwijaya semakin ramai dan berkembang menjadi pusat perdagangan.
Untuk memperkuat kedudukannya, Sriwijaya membentuk armada angkatan laut yang kuat. Melalui armada angkatan laut ini Sriwijaya mampu menguasai kawasan perairan Asia Tenggara, perairan di Laut Natuna, Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa.
Selain menjadi pusat perdagangan, keraajaan Sriwijaya juga berkembang menjadi pusat agama Buddha Mahayana di Asia Tenggara.
Menurut catatan pendeta I-tsing, bahwa di Sriwijaya tinggal ribuan pendeta dan pelajar untuk belajar tata bahasa Sanskerta sebagai persiapan kunjungannya ke India.
Seperti halnya I-tsing, para pendeta Cina lainnya yang akan belajar agama Buddha ke India dianjurkan untuk belajar terlebih dahulu di Sriwijaya selama satu sampai dua tahun.
Disebutkan juga bahwa para pendeta yang belajar agama Buddha itu dibimbing oleh seorang guru bernama Sakyakirti.
Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa kerajaan Sriwijaya sejak abad ke-7 M telahmenjadi pusat kegiatan ilmiah agama Buddha.
Raja yang terkenal dari kerajaan Sriwijaya adalah Balaputradewa. Ia memerintah sekitar abad ke-9 M.
Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya mencapai masa kejayaan. Wilayah kekuasaan Sriwijaya berkembang luas.
Daerah-daerah kekuasaanya antara lain Sumatera dan pulau-pulau sekitar Jawa bagian barat, sebagaian Jawa bagian tengah, sebagian Kalimantan, dan Semenanjung Melayu.
Pada abad ke-11 kekuasaan Kerajaan Sriwijaya mulai mundur. Salah satu penyebabnya adalah penyerbuan besar-besaran ke wilayah Sriwijaya oleh Raja Rajendacola dari Colamandala.
Pada tahun 1017 M, kerajaan Colamandala mengadakan serangan pertama. Serangan kedua dilakukan pada tahun 1025 M.
Penyerbuan Colamandala dapat dipukul mundur namun kekuatan aramada Sriwijaya mengalami kemunduran. Akibat peperangan ini, banyak kapal Sriwijaya yang hancur dan tenggelam.
Hal ini menyebabkan banyak daerah kekuasaan Sriwijaya yang melepaskan diri. Pada tahun 1377 armada laut Majapahit menyerang Sriwijaya. Serangan ini mengakhiri riwayat kerajaan Sriwijaya.
Posting Komentar