PAI VIII BAB 11 Ibadah Puasa Membentuk Pribadi yang Bertakwa

Puasa berasal dari kata "saumu" yang artinya menahan diri dari segala sesuatu, seperti: menahan makan, minum, hawa nafsu, dan menahan dari bicara yang tidak bermanfaat.

Sedangkan arti puasa menurut istilah adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya, mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat dan beberapa syarat tertentu, sesuai dengan fiman Allah sebagai berikut:
Artinya:
"Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar..."(Q.S. al Baqarah/2:187)

Setiap orang yang percaya kepada Allah Swt diwajibkan untuk berpuasa di bulan Ramadan sebagaimana firman Allah sebagai berikut:
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (Q.S. al Baqarah/2:183)
Puasa Ramadhan adalah puasa yang dilaksanakan di bulan Ramadhan yang merupakan rukun Islam keempat.

Puasa wajib ini dimulai diperintahkan pada tahun kedua hijrah, setelah Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah.

Hukumnya adalah fardu'ain. Oleh karena itu, jangan sekali-kali meninggalkan puasa Ramadhan tanpa adanya halangan yang dibenarkan menurut syariat.

Apabila sedang berhalangan melaksanakan puasa Ramadhan, kita wajib menggantikannya pada hari yang lain.

Agar puasa kita menjadi lebih sempurna dan bermakna, marilah kita pahami ketentuan-ketentuannya.

1. Syarat wajib puasa
Orang Islam berkewajiban untuk melaksanakan puasa apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
a. berakal
b. balig
c. mampu berpuasa

2. Syarat sahnya puasa
Di samping syarat wajib ada syarat lain agar puasa kita menjadi sah, antara lain:
a. beragama  Islam
b. mumayiz (dapat membedakan mana yang baik dan tidak baik)
c. suci dari darah haid dan nifas
d. dalam waktu yang diperbolehkan untuk berpuasa

3. Rukun puasa
Orang yang melaksanakan puasa harus memenuhi rukun puasa antara lain yaitu:

a. Niat untuk berpuasa
Ketika hendak berpuasa di bulan Ramadhan, lakukan niat di dalam hati dengan ikhlas. Apabila diucapkan, maka niat puasa tersebut adalah sebagai berikut:
Artinya:
"Saya berniat puasa Ramadhan esok hari untuk menjalankan kewajiban di bulan Ramdhan tahun ini karena menaati perintah Allah Ta'ala"

Niat untuk melaksanakan puasa dilakukan pada malam hari sebelum memulai puasa dan selambat-lambatnya sebelum terbit fajar.

Untuk menjaga agar niat puasa ini tidak terlewatkan, kita boleh mengucapkan niat puasa ini setelah selesai salat tarawih.

b. Menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari.

4. Hal-hal yang membatalkan puasa
Berpuasa merupakan bentuk ibadah kita kepada Allah Swt untuk itu kita harus berhati-hati dalam melaksanakannya. Ada enam perkara yang bisa membatalkan puasa kita, yaitu:

a. Makan dan minum
Makan dan minum yang membatalkan puasa adalah apabila dilakukan dengan sengaja. Kalau makan dan minum dilakukan dengan tidak sengaja karena lupa, hal ini tidak membatalkan puasa.

b. Muntah yang disengaja atau dibuat-buat.
Apabila muntahnya tidak disengaja, tidak membatalkan puasa

c. Berhubungan suami istri
Orang yang melakukan hubungan suami isteri pada siang hari di bulan Ramadhan dapat membatalkan puasanya. Ia wajib mengganti puasa itu serta harus membayar kifarat (denda). Ada tiga macam kifaratnya, antara lain: memerdekakan hamba sahaya, kalaut tidak sanggup memerdekakan hamba sahaya maka wajib berpuasa dua bulan berturut-turut, kalau tidak kuat puasa maka bersedekah dengan memberikan makanan yang mengenyangkan kepada enam puluh fakir miskin dan tiap-tiap orang mendapat 3/4 liter beras atau yang setara.

d. keluar darah haid atau nifas bagi perempuan
e. Gila atau sakit jiwa
f. Keluar cairan mani dengan sengaja

5. Hal-hal yang disunahkan dalam puasa

Puasa nazar adalah puasa yang dilakukan karena mempunyai nazar janji kebaikan yang pernah diucapkan. 

Puasa ini wajib dilaksanakan keika keinginannya atau cita-citanya terpenuhi. Misalnya, kamu ingin sekali lulus SMP dan memperoleh predikat 10 besar di sekolah. 

Jika keinginan mulia itu terwujud kamu berjanji untuk puasa 3 hari. ah, ketika cita-cita itu ternyata terpenuhi, maka janji (nazar) untuk berpuasa 3 hari tersebut harus segera kamu laksanakan. 

Nazar harus berupa amal kebaikan. Kita tidak boleh bernazar dengan amal keburukan atau maksiat. Jika seseorang kelepasan bernazar untuk berbuat maksiat kepada Allah Swt, maka hal tersebut tidak wajib bahkan idak boleh dilakukan, bahkan ia harus berisigfar memohon ampun kepada Allah atas nazar berbuat maksiat tadi. 

Adapun hukum puasa nazar adalah wajib dilaksanakan sebagaimana firman Allah Swt sebagai berikut 

 ”Mereka memenuhi nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana”. (Q.S. al-Insān/76:7)


Puasa qada adalah puasa yang kita niatkan untuk mengganti kewajiban sesudah lewat waktunya. 

Sebagai contoh orang yang meninggalkan puasa karena sedang haid, berkewajiban menggani puasa tersebut di bulan yang lainnya. 

Apabila meninggalkan puasanya enam hari, wajib baginya mengada enam hari sebanyak jumlah hari yang diinggalkan. 

Batas waktu untuk mengqada puasanya adalah sampai datang bulan puasa berikutnya. Apabila tidak dilakukan, ia wajib mengqada serta membayar fidyah.


Puasa kifarat adalah puasa yang wajib dikerjakan karena melanggar suatu aturan yang telah ditentukan. Puasa kifarat wajib dilaksanakan apabila terjadi hal-hal berikut: 


1. Tidak mampu memenuhi nazar 

Nazar merupakan janji yang wajib dipenuhi oleh seseorang. Namun kadangkala seseorang tidak sanggup memenuhi janji tersebut karena ada halangan. 

Contoh Seseorang berjanji jika sembuh dari sakit, ia akan melaksanakan umrah. Apabila sakit yang dideritanya sudah sembuh, maka dia wajib melaksanakan umrah. 

Namun, saat itu dia belum mempunyai ongkos untuk pergi umrah. 

Maka, dia boleh mengganinya dengan membayar fidyah kepada sepuluh orang miskin. Jika idak mampu membayar dyah, dia wajib berpuasa selama tiga hari. 


2. Berkumpul dengan istri pada siang hari di bulan Ramadan 

Dalam kasus semacam ini orang tersebut wajib melaksanakan puasa kifarat selama dua bulan berturut-turut. 


3. Membunuh secara idak sengaja 

Membunuh merupakan perbuatan keji yang dilarang oleh Allah Swt dan termasuk dosa besar. 

Namun, sering kali terjadi kasus terbunuhnya seseorang namun sebenarnya pelakunya idak menginginkan hal itu terjadi. 

Contohnya seorang pengemudi sudah berhari-hari saat mengendarai mobil, namun tiba-tiba ada seseorang yang menyeberang jalan dan tertabrak sehingga penyeberang itu tak tertolong nyawanya. 

Dalam kasus semacam ini penabrak wajib membayar kifarat berupa memerdekakan hamba sahaya sambil memberikan santunan kepada pihak korban. 

Jika idak mampu, dia harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut. 


4. Melakukan zihar kepada istrinya (menyamakan istri dengan ibunya) 

Seorang suami yang menyamakan istri dengan ibunya hukumnya haram. 

Contoh perilaku menyamakan adalah seorang suami idak mau melakukan hubungan suami istri memberi nafkah batin karena ketika melihat istrinya seperi melihat ibunya. 

Perlakuan suami seperti ini tentu sangat menyakiti hati dan perasaan istrinya. Hal ini sangat dilarang oleh Allah Swt. 

Apabila perbuatan ini sudah telanjur, maka suami tersebut harus membayar kifarat dengan memerdekaan hamba sahaya atau berpuasa dua bulan berturut-turut. 


5. Mencukur rambut ketika ihram 

Keika sedang melaksanakan ibadah haji, seorang jamaah haji sudah mencukur rambut sebelum tahalul. 

Maka, jamaah haji tersebut harus membayar kifarat berupa memberikan sedekah kepada enam fakir miskin atau berpuasa tiga hari. 


6. Berburu ketika ihram 

Pada saat seseorang melaksanakan haji, dia tidak boleh berburu binatang. Jika hal itu dilakukan, maka dia wajib membayar kifarat karena berburu binatang merupakan salah satu dari larangan haji. 

Bentuk kifaratnya ditentukan oleh keputusan hakim yang dinilai jujur. 


7. Mengerjakan haji dan umrah dengan cara tamattu’ atau qiran 

Dalam hal ini ia wajib membayar denda sebagai berikut: menyembelih seekor kambing yang pantas untuk berurban. 

Apabila idak sanggup memotong kambing, ia wajib melaksanakan puasa selama sepuluh hari. 

Tiga hari wajib ia kerjakan pada saat ihram paling lambat pada hari raya Haji dan tujuh harinya wajib dilaksanakan sesudah ia kembali ke tanah airnya.


Puasa ini dilaksanakan sesudah tanggal 2 Syawal. Jumlahnya ada enam hari. 

Cara mengerjakannya boleh dikerjakan enam hari berturut-turut atau boleh juga dilaksanakan dengan cara berselang-seling. 

Misalnya sehari puasa sehari tidak. Hal ini berdasarkan hadis sebagai berikut: 

“Dari Abu Ayub, dari Rasulullah saw. berkata : siapa berpuasa Ramadan kemudian mengikutinya dengan berpuasa 6 hari di bulan Syawal, yang demikian itu (pahalanya) seperi puasa setahun.” (H.R. Jama’ah kecuali Bukhari dan Nasa’i).


Puasa ini dilaksanakan ketika orang yang melaksanakan ibadah haji sedang wukuf di Padang Arafah. Sedangkan orang yang menunaikan ibadah haji tidak disunnahkan melaksanakan puasa ini. 

Keistimewaan puasa Arafah ini dapat menghapus dosa selama dua tahun: yaitu satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang sebagaimana tertuang dalam Hadis berikut: 

“ Dari Abu Qatadah, nabi saw., telah berkata,” puasa hari Arafah itu menghapuskan dosa dua tahun: satu tahun yang telah lalu, dan satu tahun yang akan datang.”(H.R.Muslim)


Puasa hari Senin dan Kamis adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada hari Senin dan Kamis. 

Sebagaimana Hadis berikut: 

“Rasulullah bersabda : Ditempakan amal-amal umatku pada hari Senin dan Kamis dan aku senang amalku ditempakan, maka aku berpuasa”. (H.R. Ahmad dan at-Tirmidzi)


Allah Swt. Maha Adil dan Maha Bijaksana. Dalam waktu-waktu tertentu kita dilarang berpuasa. Adapun waktu yang diharamkan untuk berpuasa adalah: 

  • Hari raya Idul Fitri dan Idul Adha 
  • Hari tasyrik yaitu tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah 
  • Hari yang diragukan (apakah sudah tanggal satu Ramadan atau belum)


Orang muslim yang senantiasa melaksanakan puasa akan mendapatkan banyak manfaat, antara lain: 

  1. Meningkatkan iman dan takwa serta mendorong seseorang untuk rajin bersyukur kepada allah Swt. Ini merupakan tujuan utama orang yang berpuasa. 
  2. Menumbuhkan rasa solidaritas terhadap sesama terutama kasih sayang terhadap fakir miskin.
  3. Melatih dan mendidik kesabaran dalam kehidupan sehari-hari karena orang yang berpuasa terdidik menahan kelaparan, kehausan, dan keinginan. Tentulah dengan sabar ia dapat menahan segala kesulitan tersebut. 
  4. Dapat mengendalikan hawa nafsunya dari makan minum dan segala yang membatalkan puasa dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari. 
  5. Mendidik diri sendiri untuk bersifat sidiq karena dengan berpuasa dapat menjaga diri dari sifat pendusta. Sifat ini dapat menghilangkan pahala puasa. 
  6. Dengan berpuasa kita juga memberikan waktu isirahat bagi organ- organ yang ada di tubuh kita. Sehingga idak mengherankan bahwa orang yang berpuasa akan menjadi lebih sehat.


B.J. Habibie adalah Presiden RI ke-3. Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tui Marini Puspowardojo. 

Alwi Abdul Jalil Habibie adalah keturunan Bugis (Sulawesi Selatan) yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1908 di Gorontalo dan R.A. Tui Marini Puspowardojo lahir di ogyakarta 10 ovember 1911. 

Ibunda R.A. Tui Marini Puspowardojo adalah anak seorang dokter spesialis mata di Yogyakarta, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pendidik. 

B.J. Habibie adalah salah satu anak dari tujuh orang bersaudara. B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thare Kemal Habibie. 

B.J. Habibie bersama istrinya merupakan pasangan suami istri yang dapat diteladani. 

Mereka adalah pasangan yang saling menyayangi, seTia, dan mampu mendidik putra-putrinya dengan pendidikan yang baik. 

Di balik itu semua, ternyata B.. Habibie dan Ibu Ainun adalah suami-istri yang sama-sama rajin puasa Sunnah Senin dan Kamis. 

Bahkan menurut Pak Habibie, Ibu Ainun lebih dahulu dan lebih rajin menjalankannya. 

Dalam suatu kesempatan Pak Habibie mengatakan, Dengan berpuasa Senin Kamis, saya menjadi tenang. 

Meskipun saya punya berbagai masalah dalam hidup, saya tak pernah risau. 

Dan, salah satu keajaiban dari puasa Senin Kamis adalah saya selalu menemukan solusi yang tepat keika memikirkan sesuatu yang menuntut saya untuk bertanggung jawab.”


Muhammad Ahsan dan Sumiyati. 2017. Pendidikan Agama Islam Untuk Kelas VIII. Jakarta: Pusat Kurikulum Kemendikbud.

iklan tengah