PKN XI BAB 3 Sistem Hukum dan Peradilan di Indonesia

Tentang - Pengertian Hukum, Penggolongan Hukum, Tata Hukum Indonesia, Lembaga Peradilan, Dasar Hukum Lembaga Peradilan, Klasifikasi Lembaga Peradilan, Perangkat Lembaga Peradilan, Tingkatan Lembaga Peradilan, Peran Lembaga Peradilan, Sikap yang Sesuai Dengan Hukum


Pengertian Hukum

Seorang flsuI pernah mengatakan bahwaa hukum itu ibarat pagar di kebun binatang. Mengapa orang berani pergi berkunjung ke kebun binatang?

Karena ada pagar yang membatasi antara liarnya kehidupan binatang dengan para pengunjung. Jika tidak ada pagar yang memisahkan pengunjung dengan binatang, tentu saja tidak akan ada orang yang berani masuk ke kebun binatang.

Para pengunjung dapat menikmati kehidupan binatang dengan aman karena ada pagar yang membatasi mereka dengan binatang buas tersebut.

Demikianlah hukum itu pada hakikatnya merupakan pagar pembatas, agar kehidupan manusia aman dan damai.

Coba bayangkan jika seandainya di negara kita ini tidak ada hukum.

Dapat diperkirakan, kesemrawutan akan terjadi dalam segala hal, mulai dari kehidupan pribadi sampai pada kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebagai contoh, kalau seandainya tidak ada peraturan lalu lintas, kita tidak akan dapat memperkirakan ke arah mana seorang pengendara kendaraan bermotor akan berjalan, di sebelah kiri atau kanan.

Pada saat lampu menyala merah apakah pengendara akan berhenti atau jalan?

Dengan adanya peraturan lalu lintas, maka para pengendara kendaraan bermotor harus berjalan di sebelah kiri.

Jika lampu pengatur lalu lintas berwarna merah, maka semua kendaraan harus berhenti. Arus lalu lintas menjadi tertib dan keselamatan orang pun dapat terjamin.

Dari uraian di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa hukum itu merupakan aturan, tata tertib, dan kaidah hidup.

Akan tetapi, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang pasti tentang rumusan arti hukum.

Untuk merumuskan pengertian hukum tidaklah mudah, karena hukum itu meliputi banyak segi dan bentuk sehingga satu pengertian tidak mungkin mencakup keseluruhan segi dan bentuk hukum

Selain itu, setiap orang atau ahli akan memberikan arti yang berlainan sesuai dengan sudut pandang masing-masing yang akan menonjolkan segi-segi tertentu dari hukum.

Hal ini sesuai dengan pendapat Van Apeldon bahwa "defnisi tentang hukum adalah sangat sulit untuk dibuat karena tidak mungkin untuk mengadakannya sesuai kenyataan”.

Akan tetapi meskipun sulit merumuskan defnisi yang baku mengenai hukum, di dalam hukum terdapat beberapa unsur, di antaranya sebagai berikut

a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
b. Peraturan itu dibuat dan ditetapkan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
c. Peraturan itu bersifat memaksa.
d. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.

Adapun yang menjadi karakteristik dari hukum adalah adanya perintah dan larangan; perintah atau larangan tersebut harus dipatuhi oleh semua orang.

Hukum berlaku di masyarakat dan ditaati oleh masyarakat karena hukum memiliki sifat memaksa dan mengatur.

Hukum dapat memaksa seseorang untuk menaati tata tertib yang berlaku di dalam masyarakat dan terhadap orang yang tidak menaatinya akan diberikan sanksi yang tegas.

Dengan demikian, suatu ketentuan hukum mempunyai tugas berikut.
1. Menjamin kepastian hukum bagi setiap orang di dalam masyarakat.
2. Menjamin ketertiban, ketenteraman, kedamaian, keadilan, kemakmuran, kebahagian, dan kebenaran.
3. Menjaga jangan sampai terjadi perbuatan “main hakim sendiri” dalam pergaulan masyarakat.


Penggolongan Hukum


  • Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Hukum kebiasaan, yaitu hukum yang terletak dalam aturan-aturan kebiasaan. 
  • Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antarnegara (traktat). 
  • Hukum yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim

  • Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah suatu negara tertentu. 
  • Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antarnegara dalam dunia internasional. Hukum internasional berlakunya secara universal, baik secara keseluruhan maupun terhadap negaranegara yang mengikatkan dirinya pada suatu perjanjian internasional (traktat). 
  • Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah negara lain. 
  • Hukum gereja, yaitu kumpulan-kumpulan norma yang ditetapkan oleh gereja untuk para anggotanya

  • Hukum tertulis, yang dibedakan atas dua macam berikut a) Hukum tertulis yang diklasifikasikan, yaitu hukum yang disusun secara lengkap, sistematis, teratur, dan dibukukan sehingga tidak perlu lagi peraturan pelaksanaan. Misalnya, KUH Pidana, KUH Perdata, dan KUH Dagang. b) Hukum tertulis yang tidak diklasifikasikan yaitu hukum yang meskipun tertulis, tetapi tidak disusun secara sistematis, tidak lengkap, dan masih terpisah-pisah sehingga sering masih memerlukan peraturan pelaksanaan dalam penerapan. Misalnya undang-undang, peraturan pemerintah, dan keputusan presiden. 
  • Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang hidup dan diyakini oleh warga masyarakat serta dipatuhi dan tidak dibentuk menurut prosedur formal, tetapi lahir dan tumbuh di kalangan masyarakat itu sendiri. 

  • Ius Constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu. Misalnya, UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. 
  • Ius Constituendum (hukum negatif), yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang. Misalnya, rancangan undang-undang (RUU).

  • Hukum material, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat yang berlaku umum tentang hal-hal yang dilarang dan dibolehkan untuk dilakukan. Misalnya, hukum pidana, hukum perdata, hukum dagang, dan sebagainya. 
  • Hukum formal, yaitu hukum yang mengatur bagaimana cara mempertahankan dan melaksanakan hukum material. Misalnya, Hukum Acara Pidana (KUHAP), Hukum Acara Perdata, dan sebagainya. 

  • Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimana pun juga harus dan mempunyai paksaan mutlak. Misalnya, melakukan pembunuhan maka sanksinya secara paksa wajib dilaksanakan.
  • Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian. Atau dengan kata lain, hukum yang mengatur hubungan antarindividu yang baru berlaku apabila yang bersangkutan tidak menggunakan alternatif lain yang dimungkinkan oleh hukum (undangundang). Misalnya, ketentuan dalam pewarisan ab-intesto (pewarisan berdasarkan undang-undang), baru mungkin bisa dilaksanakan jika tidak ada surat wasiat (testamen)

  • Hukum objektif, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara dua orang atau lebih yang berlaku umum. Dengan kata lain, hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu. 
  • Hukum subjektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku terhadap seorang atau lebih. Hukum subjektif sering juga disebut hak.

  • Hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan individu (warga negara), menyangkut kepentingan umum (publik). Hukum publik terbagi atas: 
    • Hukum Pidana, yaitu mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan, memuat larangan dan sanksi. 
    • Hukum Tata Negara, yaitu mengatur hubungan antara negara dengan bagian-bagiannya. 
    • Hukum Tata Usaha Negara (administratif), yaitu mengatur tugas kewajiban pejabat negara. 
    • Hukum Internasional, yaitu mengatur hubungan antar negara, seperti hukum perjanjian internasional, hukum perang internasional, dan sebagainya. 
  • Hukum privat (sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara individu satu dengan individu lain, termasuk negara sebagai pribadi. Hukum privat terbagi atas: 
    • Hukum Perdata, yaitu hukum yang mengatur hubungan antarindividu secara umum. Contoh, hukum keluarga, hukum kekayaan, hukum waris, hukum perjanjian, dan hukum perkawinan. 
    • Hukum Perniagaan (dagang), yaitu hukum yang mengatur hubungan antarindividu dalam perdagangan. Contoh, hukum tentang jual beli, hutang piutang, pendirian perusahaan dagang, dan sebagainya.


Tata Hukum Indonesia

Pada mata pelajaran bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, kalian pasti pernah mempelajari tata bahasa.

Nah, di dalam hukum pun dikenal istilah tata hukum. Dalam pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan banyak dibahas mengenai tata hukum terutama tata hukum Indonesia.

Sebagai suatu negara yang merdeka, Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tata hukum sendiri.

Tata hukum suatu negara mencerminkan kondisi objektif dari negara yang bersangkutan sehingga tata hukum suatu negara berbeda dengan negara lainnya.

Tata hukum negara kita berbeda dengan tata hukum negara lainnya

Tata hukum merupakan hukum positif atau hukum yang berlaku di suatu negara pada saat sekarang.

Tata hukum bertujuan untuk mempertahankan, memelihara, dan melaksanakan tertib hukum bagi masyarakat suatu negara sehingga dapat dicapai ketertiban di negara tersebut.

Tata hukum Indonesia merupakan keseluruhan peraturan hukum yang diciptakan oleh negara dan berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berpedoman pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pelaksanaan tata hukum tersebut dapat dipaksakan oleh alat-alat negara yang diberi kekuasaan. Tata hukum Indonesia ditetapkan oleh masyarakat hukum Indonesia.

Oleh karena itu, tata hukum Indonesia baru ada ketika negara Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Hal tersebut dapat dilihat dalam pernyataan berikut

a. Proklamasi Kemerdekaan: “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia”.

b. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu…. disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan….

Dua hal di atas mengandung arti sebagai berikut.
a. Menjadikan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
b. Pada saat itu juga menetapkan tata hukum Indonesia.

Di dalam UndangUndang Dasar itulah tercantum tata hukum Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hanya memuat ketentuan dasar dan merupakan rangka dari tata hukum Indonesia.

Masih banyak ketentuan-ketentuan yang harus ditetapkan lebih lanjut dalam undang-undang organik.

Oleh karena itu, sampai sekarang masih terdapat ketentuan hukum yang merupakan produk hukum kolonial, misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.


Lembaga Peradilan

Setelah mempelajari sistem hukum dari berbagai aspek, pada bagian ini kalian akan diajak untuk menelaah lembaga negara yang mengawasi pelaksanaan dari suatu kaidah hukum.

Lembaga ini sering disebut sebagai lembaga peradilan, yang merupakan wahana bagi setiap rakyat yang mencari keadilan untuk mendapatkan haknya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Berbicara mengenai lembaga peradilan nasional, tidak dapat terlepas dari konsep kekuasaan negara. Kekuasaan yang dimaksud adalah kekuasaan kehakiman.

Di Indonesia, perwujudan kekuasaan kehakiman ini diatur sepenuhnya dalam Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara, serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Lembagalembaga tersebut berperan sebagai penegak keadilan dan dibersihkan dari setiap intervensi/campur tangan, baik dari lembaga legislatif, eksekutif maupun lembaga lainnya.

Proses peradilan dilaksanakan di sebuah tempat yang dinamakan pengadilan. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara konsep peradilan dengan pengadilan.

Peradilan menunjuk pada proses mengadili perkara sesuai dengan kategori perkara yang diselesaikan.

Adapun, pengadilan menunjuk pada tempat untuk mengadili perkara atau tempat untuk melaksanakan proses peradilan guna menegakkan hukum.

Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa lembaga peradilan nasional sama artinya dengan pengadilan negara yaitu lembaga yang dibentuk oleh negara sebagai bagian dari otoritas negara di bidang kekuasaan kehakiman dengan sumber hukumnya peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam negara.

Pengadilan secara umum mempunyai tugas untuk mengadili perkara menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.

Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang.

Pengadilan wajib memeriksa dan mengadili setiap perkara peradilan yang masuk.


Dasar Hukum Lembaga Peradilan

  1. Pancasila terutama sila kelima, yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” 
  2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab IX Pasal 24 Ayat (2) dan (3) (1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi (2) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. 
  3. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak 
  4. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer 
  5. Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
  6. Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak 
  7. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi h. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung 
  8. Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum 
  9. Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 
  10. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama 
  11. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung 
  12. Undang-Undang RI Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi n. Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman 
  13. Undang-Undang RI Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum 
  14. Undang-Undang RI Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama 
  15. Undang-Undang RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 
  16. Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi


Klasifikasi Lembaga Peradilan

a. Lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung 
1) Peradilan Umum, yang meliputi:
a) Pengadilan Negeri berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota dan
b) Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibu kota provinsi.

2) Peradilan Agama yang terdiri atas:
a) Pengadilan Agama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.
b) Pengadilan Tinggi Agama yang berkedudukan di ibu kota provinsi.

3) Peradilan Militer, terdiri atas:
a) Pengadilan Militer,
b) Pengadilan Militer Tinggi,
c) Pengadilan Militer Utama, dan
d) Pengadilan Militer Pertempuran.

4) Peradilan Tata Usaha Negara yang terdiri atas:
a) Pengadilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota, dan
b) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota provinsi.

b. Mahkamah Konstitusi
Badan-badan peradilan di atas merupakan sarana bagi rakyat pencari keadilan untuk mendapatkan haknya di dalam lapangan peradilan nasional.

Badan-badan tersebut mempunyai fungsi tersendiri sesuai dengan kompetensinya. Kompetensi sebuah lembaga peradilan adalah sebagai berikut.

1. Kompetensi relatif, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya untuk mengadili suatu perkara. Misalnya, penyelesaian perkara perceraian bagi penduduk yang beragama Islam maka yang berwenang untuk menyelesaikannya adalah peradilan agama. Tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI, disidangkan di pengadilan militer.

2. Kompetensi absolut, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan wilayah hukum atau wilayah tugas suatu badan peradilan. Misalnya, pengadilan negeri, wilayah hukumnya hanya meliputi satu kabupaten atau kota dan hanya berwenang menyidangkan perkara hukum yang terjadi di wilayah hukumnya.


Perangkat Lembaga Peradilan


Pada awalnya peradilan umum diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1986.

Setelah dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang ini diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum dan Undang-Undang RI Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.

Berdasarkan undang-undang ini, kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.

1. Pengadilan Negeri
Pengadilan Negeri mempunyai daerah hukum yang meliputi wilayah kabupaten atau kota dan berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.

Pengadilan Negeri dibentuk berdasarkan keputusan presiden. Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, Pengadilan Negeri mempunyai perangkat yang terdiri atas pimpinan (yang terdiri dari seorang ketua dan seorang wakil ketua), hakim (yang merupakan pejabat pelaksana kekuasaan kehakiman), panitera (yang dibantu oleh wakil panitera, panitera muda, dan panitera muda pengganti), sekretaris, dan juru sita (yang dibantu oleh juru sita pengganti)

2. Pengadilan Tinggi
Pengadilan Tinggi merupakan pengadilan tingkat banding. Perangkat Pengadilan Tinggi terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris.

Pimpinan Pengadilan Tinggi terdiri atas seorang ketua ketua dan seorang wakil ketua. Hakim anggota anggota Pengadilan Tinggi adalah hakim tinggi. Pengadilan Tinggi dibentuk dengan undang-undang.

Peradilan agama diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama serta Undang-Undang RI Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama. Kekuasaan kehakiman pada peradilan agama berpuncak pada Mahkamah Agung.

1. Pengadilan Agama 
Pengadilan agama berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten atau kota.

Pengadilan agama merupakan pengadilan tingkat pertama dan dibentuk berdasarkan keputusan presiden (kepres).

Perangkat atau alat kelengkapan pengadilan agama terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, sekretaris, dan juru sita.

Pimpinan pengadilan agama terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua.

Hakim dalam pengadilan agama diangkat dan diberhentikan oleh presiden selaku kepala negara atas usul Menteri Agama berdasarkan persetujuan ketua Mahkamah Agung.

Ketua dan wakil ketua pengadilan agama diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama berdasarkan persetujuan ketua Mahkamah Agung.

Wakil ketua dan hakim pengadilan agama diangkat sumpahnya oleh ketua pengadilan agama

2. Pengadilan Tinggi Agama 
Pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.

Pengadilan tinggi agama merupakan pengadilan tingkat banding.

Perangkat atau alat kelengkapan pengadilan tinggi agama terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris.

Pimpinan pengadilan tinggi agama terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. Ketua Pengadilan Tinggi Agama diambil sumpahnya oleh ketua Mahkamah Agung.

Hakim anggota pengadilan tinggi agama adalah hakim tinggi. Wakil ketua dan hakim pengadilan tinggi agama diambil sumpahnya oleh ketua pengadilan tinggi agama

Peradilan militer diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1997.

Dalam undang-undang tersebut, yang dimaksud dengan pengadilan adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran.

Dalam peradilan militer dikenal adanya oditurat yaitu badan di lingkungan TNI yang melakukan kekuasaan pemerintahan negara di bidang penuntutan dan penyidikan berdasarkan pelimpahan dari Panglima TNI.

Oditurat terdiri atas oditurat militer, oditurat militer tinggi, oditurat jenderal, dan oditurat militer pertempuran.

Pada awalnya, peradilan tata usaha negara diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1986, kemudian undang-undang tersebut diubah dengan UndangUndang RI Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, serta diubah lagi dengan Undang-Undang RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan tata usaha negara dilaksanakan oleh pengadilan tata usaha negara dan pengadilan tinggi tata usaha negara.

1. Pengadilan Tata Usaha Negara 
Pengadilan tata usaha negara berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten atau kota.

Pengadilan tata usaha negara merupakan pengadilan tingkat pertama. Pengadilan tata usaha negara dibentuk berdasarkan keputusan presiden.

Perangkat atau alat kelengkapan pengadilan tata usaha negara terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, sekretaris, dan juru sita.

Pimpinan pengadilan terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua.

Hakim pengadilan adalah pejabat yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usul ketua Mahkamah Agung.

Wakil ketua dan hakim pengadilan tata usaha negara diambil sumpahnya oleh ketua pengadilan tata usaha negara.

2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara 
Pengadilan tinggi tata usaha negara berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.

Pengadilan tinggi tata usaha negara merupakan pengadilan tingkat banding.

Perangkat atau alat kelengkapan pengadilan tinggi tata usaha negara terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris.

Pimpinan pengadilan tinggi tata usaha negara terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua.

Ketua pengadilan tinggi tata usaha negara diambil sumpahnya oleh ketua Mahkamah Agung. Hakim anggota pengadilan ini adalah hakim tinggi.

Wakil ketua dan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara diambil sumpahnya oleh ketua pengadilan tinggi tata usaha negara

Mahkamah Konstitusi merupakan perwujudan dari pasal 24 C UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Lebih lanjut Mahkamah Konstitusi diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

Mahkamah Konstitusi terdiri dari 9 (sembilan) orang hakim konstitusi yang diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh DPR, presiden, dan Mahkamah Agung dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Susunan organisasinya terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) anggota hakim konstitusi.

Untuk kelancaran tugas Mahkamah Konstitusi dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan, yang susunan organisasi, fungsi, tugas, dan wewenangnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden atas usul Mahkamah Konstitusi.

Masa jabatan hakim konstitusi adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan.

Ketua dan Wakil ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun. Hakim konstitusi adalah pejabat negara

Tingkatan Lembaga Peradilan

1. Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri) 
Pengadilan tingkat pertama dibentuk berdasarkan keputusan presiden. Pengadilan tingkat pertama mempunyai kekuasaan hukum yang meliputi satu wilayah kabupaten/kota.

Fungsi pengadilan tingkat pertama adalah memeriksa tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan yang diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan dengan menyebutkan alasan-alasannya.

Wewenang pengadilan tingkat pertama adalah memeriksa dan memutuskan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang, khususnya tentang dua hal berikut.

1) Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian tuntutan. 2) Ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan atau tuntutan.

2. Pengadilan Tingkat Kedua 
Pengadilan tingkat kedua disebut juga pengadilan tinggi yang dibentuk dengan undang-undang. Daerah hukum pengadilan tinggi pada dasarnya meliputi satu provinsi. Pengadilan tingkat kedua berfungsi sebagai berikut.

1) Menjadi pimpinan bagi pengadilan-pengadilan negeri di dalam daerah hukumnya.

2) Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di dalam daerah hukumnya dan menjaga supaya peradilan itu diselesaikan dengan saksama dan wajar.

3) Mengawasi dan meneliti perbuatan para hakim pengadilan negeri di daerah hukumnya.

4) Untuk kepentingan negara dan keadilan, pengadilan tinggi dapat memberi peringatan, teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu kepada pengadilan negeri dalam daerah hukumnya.

Adapun wewenang pengadilan tingkat kedua adalah sebagai berikut.
1) Mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding.

2) Berwenang untuk memerintahkan pengiriman berkas-berkas perkara dan surat-surat untuk diteliti dan memberi penilaian tentang kecakapan dan kerajinan hakim.

3. Kasasi oleh Mahkamah Agung 
Mahkamah Agung berkedudukan sebagai puncak semua peradilan dan sebagai pengadilan tertinggi untuk semua lingkungan peradilan dan memberi pimpinan kepada pengadilan-pengadilan yang bersangkutan.

Mahkamah Agung merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Mahkamah Agung diatur oleh Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2004, perangkat atau kelengkapan Mahkamah Agung terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris.

Pimpinan dan hakim anggota Mahkamah Agung adalah hakim agung. Pimpinan Mahkamah Agung terdiri atas seorang ketua, dua orang wakil ketua, dan beberapa orang ketua muda.

Wakil ketua Mahkamah Agung terdiri atas wakil ketua bidang yudisial dan wakil ketua bidang nonyudisial.

Dalam hal kasasi, yang menjadi wewenang Mahkamah Agung adalah membatalkan atau menyatakan tidak sah putusan hakim pengadilan tinggi karena putusan itu salah atau tidak sesuai dengan undang-undang.

Hal tersebut dapat terjadi karena alasan berikut.

1) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh perundangundangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya perbuatan yang bersangkutan.

2) Melampaui batas wewenang.

3) Salah menerapkan atau karena melanggar ketentuan hukum yang berlaku


Peran Lembaga Peradilan


Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung.

Pengadilan negeri berperan dalam proses pemeriksaan, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama.

Pengadilan tinggi berperan dalam menyelesaikan perkara pidana dan perdata pada tingkat kedua atau banding.

Di samping itu, pengadilan tinggi juga berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir apabila ada sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan negeri dalam daerah hukumnya.

Mahkamah Agung mempunyai kekuasaan tertinggi dalam lapangan peradilan di Indonesia. Mahkamah Agung berperan dalam proses pembinaan lembaga peradilan yang berada di bawahnya.

Mahkamah Agung mempunyai kekuasaan dan kewenangan dalam pembinaan, organisasi, administrasi, dan keuangan pengadilan.

Dalam pasal 20 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009, disebutkan bahwa Mahkamah Agung mempunyai wewenang berikut.

1) Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung

2) Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.

3) Kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang, seperti memberikan pertimbangan hukum kepada presiden dalam permohonan grasi dan rehabilitasi.

Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilakukan oleh pengadilan agama. Berdasarkan pasal 49 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006, pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari’ah

Peradilan tata usaha negara berperan dalam proses penyelesaian sengketa tata usaha negara. Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dari dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Peradilan militer berperan dalam menyelenggarakan proses peradilan dalam lapangan hukum pidana, khususnya bagi pihak-pihak berikut.

1) Anggota TNI.

2) Seseorang yang menurut undang-undang dapat dipersamakan dengan anggota TNI.

3) Anggota jawatan atau golongan yang dapat dipersamakan dengan TNI menurut undang-undang.

4) Seseorang yang tidak termasuk ke dalam angka 1), 2), dan 3), tetapi menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan yang ditetapkan berdasarkan persetujuan Menteri Hukum dan Perundang-undangan harus diadili oleh pengadilan militer

Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersiIat fnal untuk perkara-perkara berikut.

1) Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3) Memutus pembubaran partai politik.

4) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga:

1) telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya,

2) perbuatan tercela, dan/atau

3) tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Repbulik Indonesia Tahun 1945

Sikap yang Sesuai Dengan Hukum

Ketaatan atau kepatuhan terhadap hukum yang berlaku merupakan konsep nyata dalam diri seseorang yang diwujudkan dalam perilaku yang sesuai dengan sistem hukum yang berlaku.

Tingkat kepatuhan hukum yang diperlihatkan oleh seorang warga negara secara langsung menunjukkan tingkat kesadaran hukum yang dimilikinya.

Kepatuhan hukum mengandung arti bahwa seseorang memiliki kesadaran:
a. memahami dan menggunakan peraturan perundangan yang berlaku;
b. mempertahankan tertib hukum yang ada; dan
c. menegakkan kepastian hukum.

Adapun ciri-ciri seseorang yang berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku dapat dilihat dari perilaku yang diperbuatnya seperti:
a. disenangi oleh masyarakat pada umumnya;
b. tidak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain;
c. tidak menyinggung perasaan orang lain;
d. menciptakan keselarasan;
e. mencerminkan sikap sadar hukum; dan
f. mencerminkan kepatuhan terhadap hukum.

iklan tengah