Materi PAI Kelas IX Mengasah Pribadi yang Unggul Dengan Jujur, Santun dan Malu

Seseorang disebut jujur apabila berkata apa adanya dan sesuai kenyataan. 

Kejujuran sangat diperlukan dalam menjalani semua aktivitas kehidupan, karena kejujuran itulah kehidupan kita akan bahagia dan tenteram. 

Seorang Siswa belajar dan menyelesaikan ulangan dengan jujur. 

Pedagang menjajakan dan menakar barang dagangannya dengan jujur. Pejabat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan jujur.

Seorang wasit memimpin pertandingan olahraga dengan adil dan jujur. 

Seorang saksi menjawab pertanyaan hakim dan jaksa dengan jujur. Jika setiap orang memiliki sifat jujur semacam ini maka kehidupan akan berjalan harmonis dan mendapat keberkahan dari Allah Swt.

Jika kecurangan dan dusta merajalela maka akan terjadi kehancuran dan malapetaka. Bayangkan jika penduduk suatu negeri dihuni oleh mayoritas pendusta dan pembohong. 

Mereka saling memfitnah, menjatuhkan, dan mencurangi satu sama lain. Akhirnya mereka saling curiga dan terjadi krisis kepercayaan. 

Jika sudah demikian, maka kehidupan manusia akan terasa rumit, sulit dan permasalahan menjadi tak berujung. Jika sudah demikian maka murka Allah Swt. akan segera menimpa mereka.

Wahai generasi muda Islam yang cerdas, kita harus membiasakan diri dengan sikap jujur dan menjauhi dusta. Bagaimana cara menanamkan kejujuran dalam diri kita? 

Caranya adalah dengan melatih diri terus menerus berkata benar sesuai kenyataan. Sikap terpuji tidak muncul dengan sendirinya, tetapi butuh latihan dan pembiasaan. 

Oleh karena itu, cara paling efektif menanamkan kejujuran adalah dengan berlatih jujur terus-menerus. Latihan ini harus dilakukan kapan saja dan di mana saja.

Jika kita sudah terlatih dan terbiasa jujur, maka sifat jujur ini akan melekat dalam diri kita. Lalu kapan kita bisa mulai berlatih jujur? 

Jawabannya adalah sekarang. Jangan ditunda-tunda, mari mulai dari diri kita sendiri dan mulai dari sekarang untuk berkata jujur. 

Idealnya, sikap jujur harus dilatih dan dibiasakan sejak usia dini, sebab pada usia dini seorang anak akan sangat mudah dididik dan dilatih. 

Orangtua memiliki peran dan tanggung jawab dalam mendidik anakanaknya untuk bersikap jujur. Orangtua harus menjadi teladan bagi anakanaknya dalam menerapkan kejujuran. 

Kejujuran seorang guru juga akan menginspirasi dan dicontoh oleh murid-muridnya. 

Demikian pula dengan kalian, kejujuran yang kalian lakukan akan dilihat dan dicontoh oleh adik-adik kalian.


“Sesungguhnya orang-orang yang memperjualbelikan  janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga murah, mereka itu tidak memperoleh bagian di akhirat, Allah tidak akan menyapa mereka, tidak akan memperhatikan mereka pada hari Kiamat, dan tidak akan menyucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih”. (Q.S. ‘Ali-‘Imran/3:77)


Ayat di atas menegaskan bahwa orang-orang yang ingkar janji dan melanggar sumpah akan mendapat azab yang pedih dari-Nya. 

Allah tidak akan menyapa dan memperhatikan mereka pada hari kiamat. Setiap janji harus dilaksanakan karena janji adalah hutang. 

Jika hutang tidak ditunaikan di dunia ini maka akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Seorang mukmin akan senantiasa menepati janji dan tidak mudah mengucapkan sumpah.

Sumpah itu diperbolehkan, namun hendaknya dilakukan jika dalam keadaan yang memaksa dan darurat. 

Dalam keadaan normal kita tidak perlu bersumpah. Semakin sering kita bersumpah di hadapan orang lain maka akan mengurangi wibawa kita sendiri. 

Orang beriman memiliki sifat jujur dan dapat dipercaya. 

Tidak harus bersumpah pun ucapan orang beriman semestinya juga dapat dipercaya. Jika kepercayaan orang terhadap kita mulai menipis itu artinya iman kita mulai luntur.

Dalam sebuah hadis dikatakan bahwa kejujuran akan membimbing kepada kebaikan, dan kebaikan akan membimbing ke surga. 

Bayangkan jika seluruh warga sebuah desa memiliki sikap jujur, tentu penduduk desa tersebut akan hidup penuh kebahagiaan dan mendapat limpahan rahmat dari Allah Swt. 

Mari kita menjauhi perkataan dusta dan membudayakan kejujuran. Kedustaan akan mengantarkan pada kejahatan dan kejahatan itu akan menggiring ke neraka. 

Satu kali seseorang berkata dusta maka ia akan berusaha menutupi kebohongannya itu dengan kebohongan  lain.

Ibarat pepatah, “sepandai-pandai menutupi bangkai, baunya tetap tercium juga” artinya sepandai apapun seseorang menutupi kebohongannya suatu saat pasti akan ketahuan. 

Kebohongan akan merugikan diri sendiri dan menyengsarakan orang lain. 

Sebagai sebuah contoh, seorang saksi berkata dusta di pengadilan. Hal ini akan menyebabkan proses hukum menjadi kacau dan sesat. 

Hakim akan sulit memutuskan perkara dengan adil bahkan putusan perkara bisa menyesatkan. Oleh karenanya, Islam menggolongkan perbuatan bersaksi palsu termasuk salah satu dosa besar.

Allah Swt. memerintahkan orang-orang yang beriman untuk bertakwa dan berkata benar. Perhatikan Q.S. berikut ini:

 “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar”. (/33:70)

Dalam  tersebut Allah Swt. memerintahkan orang-orang beriman untuk bertakwa dan berkata benar. 

Ukuran kemuliaan seseorang bukan dilihat dari harta dan jabatannya, melainkan dari kualitas takwanya kepada Allah Swt. 

Orang yang bertakwa akan bersungguh-sungguh menjalankan semua perintah Allah Swt. dan menjauhi semua larangan-Nya. Takwa juga mengandung makna takut kepada Allah Swt.

Takut di sini artinya takut berbuat salah dan dosa. Wahai anak saleh, mari kita tingkatkan iman kepada Allah Swt. serta menyempurnakannya dengan bertakwa kepada-Nya. 

Orang yang bertakwa akan selalu berkata jujur. Kejujuran ini merupakan salah satu modal untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.


Berikut ini manfaat bersikap jujur.

1. Jujur akan melahirkan ketenangan. Orang jujur akan tenang dan percaya diri karena tidak ada ketakutan sedikit pun. Sebaliknya, seorang pembohong akan gelisah dan takut kebohongannya terbongkar.


2. Orang jujur akan dicintai oleh manusia. Sudah menjadi tabiat dasar bahwa setiap manusia menyukai kejujuran. Tanpa memandang suku, agama, dan ras, orang yang jujur pasti disukai semua manusia.


3.Jujur akan mendatangkan keberkahan dari Allah Swt. Setiap rejeki yang didapatkan dengan jujur, akan mendapat berkah dari Allah Swt.


Santun adalah berkata lemah lembut serta bertingkah laku halus dan baik. Kesantunan seseorang akan terlihat dari ucapan dan tingkah lakunya. 

Ucapannya lemah-lembut, tingkah lakunya halus serta menjaga perasaan orang lain. 

Dari sini dapat disimpulkan bahwa santun mencakup dua hal, yakni santun dalam ucapan dan santun dalam perbuatan. Allah Swt. mencintai sikap santun sebagaimana tertuang dalam hadis berikut.

Artinya “Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi saw. bersabda kepada Al Asyaj Al‘Ashri: Sesungguhnya dalam dirimu terdapat dua sikap yang dicintai oleh Allah; yaitu sifat santun dan malu.” (H.R. Ibnu Majah)

Sopan santun menjadi sangat penting dalam pergaulan hidup sehari-hari.

Kita akan dihargai dan dihormati orang lain jika menunjukkan sikap sopan santun. Orang lain merasa nyaman dengan kehadiran kita. 

Sebaliknya, jika berperilaku tidak sopan, maka orang lain tak akan menghargai dan menghormati kita. 

Orang yang memiliki sopan santun berarti mampu menempatkan dirinya dengan tepat dalam berbagai keadaan. 

Sopan santun dapat diterapkan di mana saja dan kapan saja. Karena sopan santun merupakan perwujudan cara kita dalam bersikap yang terbaik.

Pergaulan sesama pelajar di sekolah akan harmonis dan indah jika dihiasi sikap santun. Misalnya, menyapa teman dengan ucapan “assalamu’alaikum” sambil tersenyum, menghormati kakak kelas dan menyayangi adik kelas dengan cara peduli kepada mereka, mematuhi tata tertib sekolah, menghormati Bapak/Ibu guru dan staf tata usaha, bertutur kata lemah lembut kepada siapa saja serta menjaga perasaan warga sekolah dengan tidak menyakiti hatinya. 

Jika perilaku tersebut kalian lakukan, sungguh akan tercipta kehidupan sekolah yang aman, damai, dan membahagiakan.

Suasana belajar akan sangat menyenangkan dan pada akhirnya prestasi kalian akan meningkat. Seorang anak wajib menghormati dan menyayangi kedua orangtua.

Bentuk hormat dan sayang kita kepada orangtua, di antaranya dengan bertutur kata santun kepada keduanya. 

Semua nasihat orangtua harus ditaati sepenuh hati, karena mereka telah merawat dan mendidik kita sejak kecil. 

Terlebih seorang ibu, sungguh jasanya tak ternilai. Mulai dari mengandung, melahirkan, merawat, dan membesarkan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. 

Demikian pula seorang ayah, bekerja keras mencari nafkah demi kelangsungan hidup keluarga. Ingatlah, bahwa kerelaan atau rida Allah Swt. adalah rida orangtua. 

Oleh karena itu, sikap santun harus kita tunjukkan untuk menghormati keduanya Sikap sopan dan santun juga harus ditunjukkan dalam pergaulan di masyarakat. Sebagai makhluk sosial kita selalu membutuhkan orang lain.

Oleh karena itu, orang lain harus diperlakukan dengan baik. Orang lain yang dimaksud di sini adalah sahabat, teman, dan tetangga. 

Khusus terhadap tetangga, Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita untuk memuliakan mereka. Ketika keluarga kita sedang kesusahan tetanggalah yang akan membantu kita. 

Kita hormati serta laksanakan hak dan kewajiban tetangga. Jangan kita sakiti mereka dengan tingkah laku buruk dan perkataan kotor


Banyak manfaat yang bisa diperoleh dari sikap santun, di antaranya:

1. Mudah diterima oleh orang lain. Sikap santun akan menjadikan seseorang disenangi orang lain, sehingga mudah diterima oleh orang lain.


2. Menunjang kesuksesan. Banyak pengusaha sukses ditunjang oleh sikap santun yang ditunjukkannya. Pembeli, pelanggan, karyawan dan rekan sejawat akan senang bergaul dengannya. Relasinya bertambah banyak, sehingga akan menambah kesuksesannya.


3. Dicintai Allah Swt. dan Rasul-Nya. Allah Swt. mencintai hamba-Nya yang memiliki sikap santun. Rasulullah saw. juga demikian, bahkan beliau juga memiliki sikap lemah lembut dan santun yang luar biasa.


Malu adalah menahan diri dari perbuatan jelek, kotor, tercela, dan hina. 

Sifat malu itu terkadang merupakan sifat bawaan dan juga bisa merupakan hasil latihan. Namun demikian, untuk menumbuhkan rasa malu perlu usaha, niat, ilmu serta pembiasaan. 

Rasa malu merupakan bagian dari iman karena dapat mendorong seseorang untuk melakukan kebaikan dan mencegahnya dari kemaksiatan. Mari kita perhatikan hadis berikut ini

"Dari Abu Hurairah dari Nabi saw., beliau bersabda: “Iman adalah pokoknya, cabangnya ada tujuh puluh lebih, dan malu termasuk cabangnya iman.” (H.R. Muslim)


Hadis di atas menegaskan bahwa malu merupakan salah satu cabang iman. Seseorang malu untuk mencuri bila ia beriman, malu berdusta bila ia beriman. 

Seorang wanita malu membuka atau menunjukkan auratnya jika ia beriman. Jika sifat malu berkurang dan mulai luntur maka pertahanan diri dalam menghadapi godaan nafsu mulai menipis. 

Malu merupakan salah satu benteng pertahanan seseorang dalam menghindari perbuatan maksiat. Malu juga merupakan faktor pendorong bagi seseorang untuk melakukan kebaikan.

Selama rasa malu masih terpelihara dengan baik, maka seseorang akan hidup dalam kebaikan. Ia akan memiliki kekuatan dalam berbuat kebaikan dan menolak kemaksiatan. 

Seorang pejabat yang memiliki rasa malu akan melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan bebas dari korupsi.

Seorang pelajar akan percaya diri dalam mengerjakan soal ulangan tanpa menyontek karena didasari rasa malu.

Seorang pedagang akan malu berbuat curang karena merasa dilihat Allah Swt. Seorang polisi akan malu menerima suap dari pelanggar rambu lalu lintas.

Aparat penegak hukum seperti hakim dan jaksa akan malu menerima suap dari tersangka karena ia takut azab dari Allah Swt. 

Seorang pria dan wanita akan berpakaian menutup aurat karena menjaga harga diri dan kehormatannya. Mereka semua terhindar dari perbuatan dosa dan maksiat karena adanya rasa malu dalam diri mereka.  

Sebaliknya, apabila seseorang tidak lagi memiliki rasa malu maka ia akan hidup dalam keburukan. Begitu hilang rasa malunya maka hilang pula kepribadiannya sebagai seorang muslim. 

Ia akan terbiasa berbuat dosa, baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Jika seorang pria maupun wanita tidak punya rasa malu, ia akan mengumbar auratnya.

Seorang pejabat yang tidak punya rasa malu akan menggunakan kekuasaanya untuk menindas rakyat guna memperkaya diri. 

Seorang pedagang yang tidak punya rasa malu, ia akan membohongi pembelinya, barang jelek dikatakan bagus, barang murah dikatakan mahal. 

Jika seorang pelajar tidak punya sifat malu, ia dengan mudahnya berkata kotor, menyontek, memperolok-olok teman sendiri. 

Sungguh, dengan tidak adanya rasa malu ini maka bencana moral dan kerusakan akhlak akan merajalela.

Wahai generasi muda Islam yang cerdas, ketahuilah bahwa malu bukan berarti tidak percaya diri, minder atau merasa rendah diri. 

Misalnya, seseorang malu berjilbab karena takut diejek teman-temannya, atau malu karena mendapat giliran maju presentasi di depan kelas.  

Terhadap hal-hal yang baik dan positif kalian tidak boleh malu.

Malu seperti itu tidaklah tepat. Rasa malu haruslah dilandasi karena Allah Swt. bukan karena selain-Nya. Pada saat kita malu berbuat sesuatu tanyalah kepada hati kita: “Apakah malu ini

karena Allah  Swt. atau bukan?” Jika bukan karena Allah Swt. bisa jadi hal itu adalah sifat malas, minder, atau rendah diri. Sifat malas, minder atau rendah diri merupakan perilaku tercela yang harus dihindari.

Tahukah kalian dari mana sebenarnya sumber rasa malu? Malu berasal dari keimanan dan pengakuan akan keagungan Allah Swt. 

Rasa malu akan muncul jika kita beriman dan menghayati betul bahwa Allah Swt. itu Maha Kuasa atas segala sesuatu. 

Allah Swt. Maha Melihat, Maha Mengetahui dan Maha Mendengar. 

Tidak ada yang bisa kita sembunyikan dari Allah Swt. Semua aktivitas badan, pikiran dan hati kita semua diketahui oleh Allah Swt


Ada beberapa manfaat dari sifat malu, di antaranya:

  1. Mencegah dari perbuatan tercela. Seorang yang memiliki sifat malu akan berusaha sekuat tenaga menghindari perbuatan tercela, sebab ia takut kepada Allah Swt.
  2. Mendorong berbuat kebaikan. Rasa malu kepada Allah Swt. akan mendorong seseorang berbuat kebaikan. Sebab ia tahu bahwa setiap  perbuatan manusia akan dibalas oleh Allah Swt. di akhirat kelak.
  3. Mengantarkan seseorang menuju jalan yang diridai Allah Swt. Orang-orang yang memiliki rasa malu akan senantiasa melaksanakan perintah Allah Swt. dan menjauhi larangan-Nya. 


Kejujuran Seorang Penggembala Domba

Ibnu Umar melewati seorang budak yang sedang menggembala domba di gurun. Umar berkata untuk mengujinya, ”Hai, juallah kepada kami domba-domba itu!”

Penggembala domba itu berkata, “Saya bekerja kepada seseorang dan saya diamanahkan untuk menjaga domba-domba ini.”

Kemudian Ibnu Umar berkata untuk menguji keimananannya, “Beritahu saja pemiliknya bahwa segerombolan serigala telah memakannya.” 

Penggembala domba yang hatinya dipenuhi oleh perasaan takut kepada Allah itu berkata, “Apa yang akan saya katakan kepada Allah?”, 

“Apa yang akan saya katakan kepada Allah jika saya memberitahu pemilik domba ini bahwa segerombolan serigala telah memakannya?”, 

“Jadi apa yang akan saya katakan kepada Allah?”,

“Apa yang akan saya katakan ketika anggota tubuh saya kelak yang berbicara?”. 

Kemudian Ibnu Umar menangis, dan mengutus seseorang untuk membayar dan memerdekakannya dari statusnya sebagai budak.

(Sumber: www.arrahmah.com)


Muhammad Ahsan dan Sumiyati. 2017. Pendidikan Agama Islam Untuk Kelas IX. Jakarta: Pusat Kurikulum Kemendikbud.

iklan tengah