Materi PAI XI BAB 8 Menghormati dan Menyayangi Orang Tua dan Guru

Pada zaman Nabi Muhammad saw., ada seorang pemuda bernama Uwais AlQarni. Ia tinggal di negeri Yaman. 

Ia seorang fakir dan yatim. Ia hidup bersama ibunya yang lumpuh dan buta. 

Uwais Al-Qarni bekerja sebagai penggembala domba. Hasil usahanya hanya cukup untuk makan ibunya. 

Bila ada kelebihan, terkadang ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin. Uwais Al-Qarni dikenal anak yang taat beribadah dan patuh pada ibunya. 

Ia sering kali puasa. Alangkah sedihnya hati Uwais Al-Qarni setiap melihat tetangganya sering bertemu dengan Nabi Muhammad saw., sedang ia sendiri belum pernah berjumpa dengannya. 

Ketika mendengar Nabi Muhammad saw. giginya patah karena dilempari batu oleh musuhnya, Uwais Al-Qarni segera menggetok giginya dengan batu hingga patah. 

Hal ini dilakukan sebagai ungkapan rasa cintanya kepada Nabi Muhammmad saw. sekalipun ia belum pernah bertemu dengan nabi. 

Kerinduan Uwais Al-Qarni untuk menemui Nabi Muhammad saw. makin dalam. Hatinya selalu bertanya-tanya, kapankah ia dapat bertemu Nabi Muhammad saw. dan memandang wajah beliau dari dekat? 

Ia rindu mendengar suara Nabi saw., kerinduan karena iman. Pada suatu hari ia datang mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan mohon izin kepada ibunya agar ia diperkenankan pergi menemui Rasulullah saw. di Madinah. 

Ibu Uwais Al-Qarni terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Ia memaklumi perasaan Uwais Al-Qarni seraya berkata, “Pergilah wahai Uwais, anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa dengan nabi, segeralah engkau kembali pulang.” 

Betapa gembira mendengar jawaban ibunya itu. Segera ia berkemas untuk berangkat dan berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. 

Sesudah berpamitan sembari mencium ibunya, berangkatlah Uwais Al-Qarni menuju Madinah. 

Setelah ia menemukan rumah nabi, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. 

Segera saja Uwais Al-Qarni menanyakan Nabi Muhammad saw. yang ingin dijumpainya. Namun ternyata nabi tidak berada di rumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. 

Uwais Al-Qarni hanya dapat bertemu dengan Siti Aisyah ra., istri Nabi saw. Betapa kecewanya hati Uwais. 

Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi saw., tetapi Nabi Muhammad saw. tidak dapat dijumpainya. 

Dalam hati Uwais bergolak perasaan ingin menunggu bertemu dengan nabi, sementara ia ingat pesan ibunya agar ia cepat pulang ke Yaman. 

Akhirnya, karena ketaatannya kepada ibunya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi Muhammad saw. 

Nabi pun pulang dari medan pertempuran. Sesampainya di rumah, Nabi Muhammad saw. menanyakan kepada Siti Aisyah ra. tentang orang yang mencarinya. 

Siti Aisyah ra., menjelaskan bahwa memang benar ada yang mencarinya, tetapi karena lama menunggu, ia segera pulang kembali ke Yaman karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. 

Nabi Muhammad saw. menjelaskan bahwa orang itu adalah penghuni langit. Nabi menceritakan kepada para sahabatnya, “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah talapak tangannya.” 

Nabi menyarankan, “Apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.” 

Waktu terus berganti. Suatu ketika, Khalifah Umar teringat akan sabda Nabi saw. tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit. 

Sejak saat itu setiap ada khalifah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar ra. dan Ali ra. selalu menanyakan tentang Uwais Al-Qarni. 

Suatu hari rombongan kafilah itu pun tiba di Kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang baru datang dari Yaman, segera Khalifah Umar ra. dan Ali ra. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. 

Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni ada bersama mereka, dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. 

Mendengar jawaban itu, Khalifah Umar ra. dan Ali ra. segera pergi menjumpai Uwais Al-Qarni. 

Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar ra. dan Ali ra. memberi salam. Tapi rupanya Uwais sedang salat. 

Setelah mengakhiri salat- nya dengan salam, Uwais menjawab salam Khalifah Umar ra. dan Ali ra. sambil mendekati kedua sahabat Nabi saw. ini dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman. 

Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar ra. dengan segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan oleh Nabi saw. 

Memang benar! Tampaklah tanda putih di telapak tangan Uwais Al-Qarni. Wajah Uwais Al-Qarni tampak bercahaya. 

Benarlah seperti sabda Nabi saw. bahwa dia itu adalah penghuni langit. Khalifah Umar ra. dan Ali ra. menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah.” 

Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. 

Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais Al-Qarni”. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali ra. memohon agar Uwais membacakan doa dan istighfar untuk mereka. 

Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “Sayalah yang harus meminta doa pada kalian.” 

Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata, “Kami datang ke sini untuk mohon doa dan istighfar dari Anda.” 

Uwais Al-Qarni akhirnya berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu, Khalifah Umar ra. menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. 

Namun Uwais menampik dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. 

Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.” Beberapa tahun kemudian, Uwais Al-Qarni meninggal. 

Anehnya, pada saat akan dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang berebut untuk memandikan. 

Saat mau dikafani, di sana pun sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengafaninya. Saat mau dikubur, sudah banyak orang yang siap menggali kuburannya. 

Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya. 

Penduduk Kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “Siapakah sebenarnya engkau, wahai Uwais Al-Qarni? 

Bukankah Uwais yang kita kenal hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? 

Tapi, ketika hari wafatmu, engkau menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang B. PENTtidak pernah kami kenal. 

Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamanmu.” 

Berita meninggalnya Uwais Al-Qarni dan keanehan-keanehan yang terjadi ketika wafatnya telah tersebar ke mana-mana. 

Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni. 

Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni disebabkan permintaan Uwais AlQarni sendiri kepada Khalifah Umar ra. dan Ali ra. agar merahasiakan tentang dia. 

Barulah di hari wafatnya mereka mendengar sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Muhammad saw., bahwa Uwais Al-Qarni adalah penghuni langit. (HR. Muslim dari Ishak bin Ibrahim, dari Muaz bin Hisyam, dari ayahnya, dari qatadah, dari zurarah, dari sair bin Jabir)

Menghormati orang tua sangat ditekankan dalam Islam. Banyak ayat di dalam al-Qur’an yang menyatakan bahwa segenap mukmin harus berbuat baik dan menghormati orang tua. 

Selain menyeru untuk beribadah kepada Allah Swt. semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun, al-Qur’an juga menegaskan kepada umat Islam untuk menghormati kedua orang tuanya. 

Sebagai muslim yang baik, tentunya kita memiliki kewajiban untuk berbakti kepada orang tua kita baik ibu maupun ayah. 

Agama Islam mengajarkan dan mewajibkan kita sebagai anak untuk berbakti dan taat kepada ibu maupun ayah. 

Taat dan berbakti kepada kedua orang tua adalah sikap dan perbuatan yang terpuji. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada umat manusia untuk menghormati orang tua. 

Dalil-dalil tentang perintah Allah Swt. tersebut antara lain: 
Artinya: 
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan uapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan uapkanlah, “Wahai Tuhanku Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu keil.” (Q.S. al-Isra’/17: 2-24)

Pentingnya seorang anak untuk meminta doa restu dari kedua orang tuanya pada setiap keinginan dan kegiatannya karena restu Allah Swt. disebabkan restu orang tua. 

Orang yang berbakti kepada orang tua doanya akan lebih mudah dikabulkan oleh Allah Swt. 

 Apalagi seorang anak mau melakukan atau menginginkan sesuatu. Seperti, mencari ilmu, mendapatkan pekerjaan, dan lain sebagainya, yang paling penting adalah meminta restu kedua orang tuanya. 

Dalam sebuah hadis disebutkan: 

Artinya: “Rida Allah terletak pada rida orang tua, dan murka Allah terletak pada kemurkaan orang tua.” (HR. Baihaqi). 

Artinya: “Aku bertanya kepada Nabi saw., “Amalan apakah yang paling diintai oleh Allah Swt.” Beliau menjawab, “Salat pada waktunya.” Aku berkata, “Kemudian apa” Beliau menjawab, “Berbakti kepada orang tua.” Aku berkata, “Kemudian apa” Beliau menjawab, “Kemudian jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari). 

Perlu ditegaskan kembali, bahwa birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua), tidak hanya sekadar berbuat ihsan (baik) saja. 

Akan tetapi, birrul walidain memiliki bakti’. Bakti itu pun bukanlah balasan yang setara jika dibandingkan dengan kebaikan yang telah diberikan orang tua. Namun setidaknya, berbakti sudah dapat menggolongkan pelakunya sebagai orang yang bersyukur.

Imam Adz-Dzahabi menjelaskan, bahwa birrul walidain atau bakti kepada orang tua, hanya dapat direalisasikan dengan memenuhi tiga bentuk kewajiban: 

Pertama : Menaati segala perintah orang tua, kecuali dalam maksiat. Kedua : Menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang tua. 

Ketiga : Membantu atau menolong orang tua bila mereka membutuhkan. Tentu saja, kewajiban kita untuk berbakti kepada kedua orang tua dan guru bukan tanpa alasan. Penjelasan di atas merupakan alasan betapa pentingnya kita berbakti kepada kedua orang tua dan guru. 

Adapun hikmah yang bisa diambil dari berbakti kepada kedua orang tua dan guru, antara lain seperti berikut. 
  1. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan amal yang paling utama. 
  2. Apabila orang tua kita ri«a atas apa yang kita perbuat, Allah Swt. pun rida. 
  3. Berbakti kepada kedua orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami, yaitu dengan cara bertawasul dengan amal saleh tersebut. 
  4. Berbakti kepada kedua orang tua akan diluaskan rezeki dan dipanjangkan umur. 5. Berbakti kepada kedua orang tua dapat menjadikan kita dimasukkan ke jannah (surga) oleh Allah Swt.

Guru adalah orang yang mengajarkan kita berbagai ilmu pengetahuan dan mendidik kita sehingga menjadi orang yang mengerti dan dewasa. 

Setinggi pangkat atau kedudukan seseorang, tetaplah ia seorang pelajar yang berhutang budi kepada guru yang pernah mendidiknya dahulu. Guru adalah orang yang mengetahui ilmu (alim/ulama), dialah orang yang takut kepada Allah Swt. 

Artinya: “Dan demikian (pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa dan hewan-hewan ternak ada yang bermaam-maam warnanya (dan jenisnya). Di antara hamba-hamba Allah Swt. yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Swt. Mahaperkasa, Maha engampun.” (Q.S. Fatir/5: 28) 

Guru adalah pewaris para nabi. Karena melalui guru, wahyu atau ilmu para nabi diteruskan kepada umat manusia. 

Imam Al-Gazali mengkhususkan guru dengan sifat-sifat kesucian, kehormatan, dan penempatan guru langsung sesudah kedudukan para nabi. 

Beliau juga menegaskan bahwa: “Seorang yang berilmu dan kemudian bekerja dengan ilmunya itu, maka dialah yang dinamakan besar di bawah kolong langit ini, ia adalah ibarat matahari yang menyinari orang lain dan menahayai dirinya sendiri, ibarat minyak kesturi yang baunya dinikmati orang lain dan ia sendiri pun harum. 

Siapa yang berkerja di bidang pendidikan, maka sesungguhnya ia telah memilih pekerjaan yang terhormat dan yang sangat penting, maka hendaknya ia memelihara adab dan sopan satun dalam tugasnya ini.

” Penyair Syauki telah mengakui pula nilainya seorang guru dengan kata-kata sebagai berikut: “Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang rasul.” 

Guru adalah bapak rohani bagi seorang murid, ialah yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak, dan membimbingnya. 

Maka, menghormati guru berarti penghargaan terhadap anak-anak kita, dengan guru itulah, mereka hidup dan berkembang. 

Sesuai dengan ketinggian derajat dan martabat guru, tidak heran kalau para ulama sangat menghormati guru-guru mereka. 

Cara mereka memperlihatkan penghormatan terhadap gurunya antara lain sebagai berikut. 
  1. Mereka rendah hati terhadap gurunya, meskipun ilmu sudah lebih banyak ketimbang gurunya
  2. Mereka menaati setiap arahan serta bimbingan guru. Misalnya seorang pasien yang tidak tahu apa-apa tentang penyakitnya dan hanya mengikut arahan seorang dokter pakar yang mahir. 
  3. Mereka juga senantiasa berkhidmat untuk guru-guru mereka dengan mengharapkan balasan pahala serta kemuliaan di sisi Allah Swt. 
  4. Mereka memandang guru dengan perasaan penuh hormat dan ta’zim (memuliakan) serta memercayai kesempurnaan ilmunya. Ini lebih membantu pelajar untuk memperoleh manfaat dari apa yang disampaikan guru mereka. 

Berdasarkan uraian di atas, betapa pentingnya menghormati guru. Dengan menghormati guru, kita akan mendapatkan berbagai keuntungan, antara lain sebagai berikut. 
  1. Ilmu yang kita peroleh akan menjadi berkah dalam kehidupan kita. 
  2. Akan lebih mudah menerima pelajaran yang disampaikannya. 
  3. Ilmu yang diperoleh dari guru akan menjadi manfaat bagi orang lain. 
  4. Akan selalu didoakan oleh guru. 
  5. Akan membawa berkah, memudahkan urusan, dianugerahi nikmat yang lebih dari Allah Swt. 
  6. Seorang guru tidak selalu di atas muridnya. Ilmu dan kelebihan itu merupakan anugerah Allah Swt. akan memberikan anugerah-Nya kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya.

Ada banyak cara untuk berbakti kepada orang tua, di antaranya adalah seperti berikut. 
  1. Berbakti dengan melaksanakan nasihat dan perintah yang baik dari keduanya. 
  2. Merawat dengan penuh keikhlasan dan kesabaran apalagi jika keduanya sudah tua dan pikun. 
  3. Merendahkan diri, kasih sayang, berkata halus dan sopan, serta mendoakan keduanya. 
  4. Rela berkorban untuk orang tuanya Rasulullah saw. bersabda: “Ada seorang laki-laki datang kepada nabi dan bertanya “Sesungguhnya aku mempunyai harta sedang orang tuaku membutuhkannya.” Nabi menjawab: “Engkau dan hartamu adalah milik orang tuamu karena sesungguhnya anak-anakmu adalah sebaik-baiknya usahamu. Karena itu, makanlah dari usaha anak-anakmu itu.” (H.R Abu Daud dan Ibnu Majah) 
  5. Meminta kerelaan orang tua ketika akan berbuat sesuatu. 
  6. Berbuat baik kepada orang tua, walaupun ia berbuat aniaya. Maksudnya anak tidak boleh menyinggung perasaan orang tuanya walaupun ia telah menyakiti anaknya. Jangan sekali-kali seorang anak berbuat tidak baik atau membalas ketidakbaikan keduanya. Allah Swt. tidak me-ridai-nya hingga orang tua itu me-ridai-nya. 

Berbakti kepada orang tua tidak hanya kita lakukan ketika orang tua masih hidup. Berbakti kepada orang tua juga dapat kita lakukan meski orang tua telah meninggal. 

Dalam hadis dijelaskan bahwa: “Kami pernah berada pada suatu majelis bersama nabi, seorang bertanya kepada Rasulullah: wahai Rasulullah, apakah ada sisa kebajikan yang dapat aku perbuat setelah kedua orang tuaku meninggal dunia” 

Rasulullah bersabda: “ada empat hal: mendoakan dan memintakan ampun untuk keduanya, menempati/melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman-teman kedua orang tua, dan bersilaturrahmi yang engkau tiada mendapatkan kasih sayang keuali karena kedua orang tua.” 

Beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk berbakti kepada orang tua yang telah meninggal adalah seperti berikut. 
  1. Merawat jenazah dengan cara memandikan, mengafankan, menyalatkan, dan menguburkannya. 
  2. Melaksanakan wasiat dan menyelesaikan hak Adam yang ditinggalkannya (utang atau perjanjian dengan orang lain yang masih hidup). 
  3. Menyambung tali silaturahmi kepada kerabat dan teman-teman dekatnya atau memuliakan teman-teman kedua orang tua. 
  4. Melanjutkan cita-cita luhur yang dirintisnya atau menepati janji kedua orang tua. 
  5. Mendoakan orang tua yang telah tiada dan memintakan ampun kepada Allah Swt. dari segala dosa orang tua kita. 

Banyak cara yang dapat dilakukan seorang siswa dalam rangka berakhlak terhadap guru, di antaranya adalah sebagai berikut. 
  1. Menghormati dan memuliakannya, serta mengikuti nasihatnya. 
  2. Mengamalkan ilmunya dan membaginya kepada orang lain. 
  3. Tidak melawan, menipu, dan membuka rahasia guru. 
  4. Memuliakan keluarga dan sahabat karib guru. 
  5. Murid harus mengikuti sifat guru yang baik akhlak, tinggi ilmu dan keahlian, berwibawa, santun dan penyayang. 
  6. Murid harus mengagungkan guru dan meyakini kesempurnaan ilmunya. Orang yang berhasil hingga menjadi ilmuwan besar, sama sekali tidak boleh berhenti menghormati guru. 
  7. Menghormati dan selalu mengenangnya, meskipun sudah wafat. 
  8. Bersikap sabar terhadap perlakuan kasar atau akhlak buruk guru. Hendaknya berusaha untuk memaafkan perlakuan kasar, turut mendoakan keselamatan guru. 
  9. Menunjukkan rasa berterima kasih terhadap ajaran guru. Melalui itulah ia mengetahui apa yang harus dilakukan dan dihindari. 
  10.  Sopan ketika berhadapan dengan guru, misalnya; duduk dengan tawadu’, tenang, diam, posisi duduk sedapat mungkin berhadapan dengan guru, menyimak perkataan guru sehingga tidak membuat guru mengulangi perkataan. 
  11.  Tidak dibenarkan berpaling atau menoleh tanpa keperluan jelas, terutama saat guru berbicara kepadanya. 
  12. Berkomunikasi dengan guru secara santun dan lemah-lembut.

Mustahdi dan Mustakim. 2017. Pendidikan Agama Islam. Kemendikbud

iklan tengah