Materi IPS Kelas 9 Indonesia Masa Orde Baru

Pasca penumpasan G 30 S/PKI, pemerintah ternyata belum sepenuhnya berhasil melakukan penyelesaian politik terhadap peristiwa tersebut.

Hal ini membuat situasi politik tidak stabil. Kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Soekarno semakin menurun.

Pada saat bersamaan, Indonesia menghadapi situasi ekonomi yang terus memburuk mengakibatkan harga-harga barang kebutuhan pokok melambung tinggi.

Kondisi ini mendorong para pemuda dan mahasiswa melakukan aksi-aksi demonstrasi menuntut penyelesaian yang seadil-adilnya terhadap pelaku G 30 S/PKI dan perbaikan ekonomi.

Pada tanggal 12 Januari 1966 pelajar, mahasiswa, dan masyarakat mengajukan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura). Isi Tritura tersebut, yaitu:

  1. Bubarkan PKI
  2. Bersihkan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur Gerakan 30 September
  3. Turunkan harga

Tuntutan rakyat agar membubarkan PKI ternyata tidak dipenuhi. Untuk menenangkan rakyat Presiden Soekarno mengadakan perubahan Kabinet Dwikora menjadi Kabinet 100 Menteri. 

Perubahan ini belum dapat memuaskan hati rakyat karena di dalamnya masih terdapat tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa G 30 S/PKI. 

Pada saat pelantikan Kabinet 100 Menteri pada tgl 24 Februari 1966, para mahasiswa, pelajar dan pemuda memenuhi jalan-jalan menuju Istana Merdeka. 

Aksi itu dihadang oleh pasukan Cakrabirawa sehingga menyebabkan bentrok antara pasukan Cakrabirawa dengan para demonstran yang menyebabkan gugurnya mahasiswa Universitas Indonesia bernama Arief Rachman Hakim.

Insiden berdarah yang terjadi ternyata menyebabkan krisis politik semakin memuncak. 

Guna memulihkan keamanan negara, pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada Letjen Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu dalam rangka memulihkan keamanan dan kewibawaan pemerintah. 

Surat itu dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret, atau SP 11 Maret, atau Supersemar. Isi Supersemar adalah pemberian mandat kepada Letjen. 

Soeharto selaku Panglima Angkatan Darat dan Pangkopkamtib untuk memulihkan keadaan dan kewibawaan pemerintah. Keluarnya Supersemar dianggap sebagai tonggak lahirnya Orde Baru. 

Dalam rangka memulihkan keamanan, ketenangan, dan stabilitas pemerintahan, keesokan harinya setelah menerima Supersemar Letjen Soeharto membubarkan dan melarang PKI beserta ormas-ormas yang bernaung atau senada dengannya di seluruh Indonesia, terhitung sejak tanggal 12 Maret 1966. Letjen. 

Soeharto juga menyerukan kepada pelajar dan mahasiswa untuk kembali ke sekolah. Selanjutnya pada tanggal 18 Maret 1966, Letjen. 

Soeharto menahan 15 orang menteri yang dinilai terlibat dalam G 30 S/PKI. 

Setelah itu, Letjen Soeharto memperbaharui kabinet dan membersihkan lembaga legislatif, termasuk MPRS dan DPR-Gotong Royong dari orang-orang yang dianggap terlibat G30S/PKI.


1. Pemulihan Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif

Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif kembali dipulihkan dengan dikeluarkannya sejumlah ketetapan yang menjadi landasan politik luar negeri Indonesia, di antaranya Ketetapan MPRS No. XII/1966 tentang Kebijakan Politik Luar Negeri RI Bebas Aktif.


2. Pemulihan Hubungan dengan Malaysia

Pemulihan hubungan Indonesia dan Malaysia dimulai dengan diadakannya perundingan Bangkok pada 29 Mei-1 Juni 1966 yang menghasilkan Perjanjian Bangkok.

Selanjutnya pada tanggal 11 Agustus 1966 ditandatangani persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia di Jakarta.

Persetujuan ini ditandatangani oleh Adam Malik dari Indonesia dan Tun Abdul Razak dari Malaysia.


3. Kembali Menjadi Anggota PBB

Pada tanggal 28 September 1966, Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Keputusan untuk kembali menjadi anggota PBB dikarenakan pemerintah menyadari banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota.

Kembalinya Indonesia menjadi anggota disambut baik oleh PBB. Hal ini ditunjukkan dengan dipilihnya Adam Malik sebagai Ketuan Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.


4. Ikut Memprakarsai Pembentukan ASEAN

Berdirinya ASEAN ditandai dengan penandatanganan Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967.

Tujuan pembentukan ASEAN ini adalah untuk meningkatkan kerjasama regional khususnya di bidang ekonomi dan budaya.

Tokoh-tokoh yang menandatangani Deklarasi Bangkok adalah Adam Malik (Menteri Luar Negeri Indonesia), S. Rajaratnam (Menteri Luar Negeri Singapura), Tun Abdul Razak (Pejabat Perdana Menteri Malaysia), Thanat Khoman (Menteri Luar Negeri Thailand), dan Narcisco Ramos (Menteri Luar Negeri Filipina).


Pada masa Orde Baru, pemerintah melakukan penyederhanaan dan penggabungan (fusi) partai-partai politik menjadi tiga kekuatan sosial politik.

Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada kesamaan ideologi, tetapi lebih atas persamaan program. Tiga kekuatan politik itu adalah sebagai berikut:

  1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Parmusi, dan Perti.
  2. Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo.
  3. Golongan Karya (Golkar)


Selama masa Orde Baru, pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, dan 1997.

Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memperoleh mayoritas suara dan memenangkan Pemilu.

Hal itu disebabkan oleh pengerahan kekuatan-kekuatan penyokong Orde Baru untuk mendukung Golkar.

Kekuatan-kekuatan prnyokong Golkar adalah aparat pemerintah (pegawai negeri sipil) dan Angkatan  Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

Dengan dukungan pegawai negeri sipil dan ABRI, Golkar dengan leluasa menjangkau masyarakat luas di berbagai tempat dan tingkatan.

Dari tingkatan masyarakat atas sampai bawah. Dari kota sampai pelosok desa


Dwi fungsi ABRI maksudnya adalah bahwa ABRI memiliki dua fungsi, yaitu fungsi sebagai pusat kekuatan militer yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan fungsi kekuatan sosial yang secara aktif melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan nasional.

Dengan peran ganda ini, ABRI diizinkan untuk memegang jabatan dalam pemerintahan, termasuk walikota, pemerintah provinsi, duta besar, dan jabatan lainnya.

Setelah berakhirnya masa kepemimpinan Orde Baru, Dwi Fungsi ABRI mulai dihapuskan.


Program jangka pendek dalam rangka penyelamatan ekonomi nasional diwujudkan dengan stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. 

Pada awal tahun 1966, tingkat inflasi mencapai 650%. Maka, pemerintah tidak dapat melakukan pembangunan dengan segera, tetapi harus melakukan stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi terlebih dahulu. 

Stabilisasi yang dimaksud adalah pengendalian inflasi supaya harga-harga tidak melonjak terus secara cepat. 

Rehabilitasi yang dimaksud adalah rehabilitasi fisik terhadap prasarana- prasarana dan alat-alat produksi yang banyak mengalami kerusakan. 

Stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi yang dilakukan membuahkan hasil yang cukup baik. 

Tingkat inflasi yang semula mencapai 650% berhasil ditekan menjadi 120% pada tahun 1967 dan 80% pada 1968. 

Keadaan ekonomi Indonesia terus membaik, hingga pada tahun 1969, pemerintah siap melaksanakan program jangka panjang.


Program jangka panjang yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru diwujudkan dengan pelaksanaan rencana pembangunan jangka panjang (25 tahun). 

Pembangunan jangka panjang dilakukan secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan Lima Tahun). 


1. Pelita I (1 April 1969-1 Maret 1974) 

Sasaran yang hendak dicapai adalah pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. 

Pelita I lebih menitikberatkan pada sektor pertanian. 

Pelaksanaan Pelita I telah membuahkan hasil yang cukup menggembirakan, antara lain produksi beras telah meningkat dari 11,32 juta ton menjadi 14 juta ton; pertumbuhan ekonomi dari rata-rata 3% menjadi 6,7% per tahun; pendapatan rata-rata penduduk (pendapatan per kapita) dari 80 dolar Amerika dapat ditingkatkan menjadi 170 dolar Amerika. Tingkat inflasi dapat ditekan menjadi 47,8% pada akhir Pelita I (1973/1974). 


2. Pelita II (1 April 1974 - 31 Maret 1979) 

Sasaran yang hendak dicapai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, menyejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja. 

Pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata- rata penduduk 7% setahun. 

Tingkat inflasi berhasil ditekan hingga 9,5%. Pada sektor pertanian, telah dilakukan perbaikan dan pembangunan jaringan irigasi baru. 


3. Pelita III (1 April 1979-31 Maret 1984) 

Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 

Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. 

Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. 

Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. 

Pelita III ini menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan, serta meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi. 

Produksi beras diperkirakan mencapai 20,6 juta ton pada tahun 1983. 


4. Pelita IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989) 

Pelita IV menitikberatkan pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha menuju swasembada pangan, serta meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun industri ringan. 

Hasil yang dicapai pada Pelita IV di antaranya adalah swasembada pangan dengan produksi beras mencapai 25,8 juta ton pada tahun 1984. 

Kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. 


5. Pelita V (1 April 1989 - 31 Maret 1994) 

Pelita V menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri untuk menetapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya; dan sektor industri khususnya industri yang menghasilkan barang ekspor, industri yang banyak menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, serta industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri. 

Pelita V adalah periode terakhir dari pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu, dilanjutkan pembangunan jangka panjang tahap kedua. 


6. Pelita VI 

Pelita VI merupakan awal pembangunan jangka panjang tahap kedua. 

Pelita VI lebih menitikberatkan pada sektor ekonomi, industri, pertanian, serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. 

Direncanakan, Pelita VI dilaksanakan mulai tanggal 1 April 1994 dan berakhir pada tanggal 31 Maret 1999. 

Namun, pada tahun 1997 Indonesia dilanda krisis keuangan yang berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. 

Akibatnya, Pelita VI tidak dapat dilanjutkan sesuai dengan yang direncanakan.


Pada masa Orde Baru, pemerintah berhasil mewujudkan stabilitas politik dan menciptakan suasana aman bagi masyarakat Indonesia.

Perkembangan ekonomi juga berjalan dengan baik dan hasilnya dapat terlihat secara nyata.

Dua hal ini menjadi faktor pendorong keberhasilan pemerintah Orde Baru dalam melaksanakan perbaikan kesejahteraan rakyat.

Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari penurunan angka kemiskinan, penurunan angka kematian bayi, dan peningkatan partisipasi pendidikan dasar.

Program-program untuk perbaikan kesehahteraan rakyat dilaksanakan pada masa Orde Baru antara lain sebagai berikut:


1. Transmigrasi

Transmigrasi adalah suatu program yang dibuat oleh pemerintah Indonesia untuk memindahkan penduduk dari suatu daerah yang pada penduduk ke daerah lain di dalam wilayah NKRI.

Pemindahan tersebut dilakukan untuk meratakan persebaran penduduk Indonesia yang sejak zaman dahulu banyak terkonsentrasi di Pulau Jawa. 

Pada masa Orde Baru program transmigrasi gencar dilaksanakan. 

Daerah-daerah yang menjadi tujuan transmigrasi antara lain adalah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. 


2. Keluarga Berencana (KB) 

Keluarga Berencana (KB) merupakan program pemerintah yang dirancang untuk menyeimbangkan antara kebutuhan dan jumlah penduduk. 

Pada masa Orde Baru, program KB dilaksanakan untuk pengendalian pertumbuhan penduduk. 

Pengendalian penduduk dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas rakyat Indonesia dan peningkatan kesejahteraannya. 

Melalui program KB pertumbuhan penduduk di Indonesia berhasil ditekan, pada tahun 1967 pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 2,6% dan pada tahun 1996 telah menurun drastis menjadi 1,6%. 

Keberhasilan Indonesia dalam pengendalian jumlah penduduk dipuji oleh UNICEF, karena dinilai berhasil menekan tingkat kematian bayi dan telah melakukan berbagai upaya lainnya dalam rangka mensejahterakan kehidupan anak-anak di tanah air. 

UNICEF mengemukakan bahwa tindakan yang telah dilakukan pemerintah Indonesia itu hendaknya dijadikan contoh bagi negara- negara lain yang tingkat kematian bayi masih tinggi. 


3. Puskesmas dan Posyandu 

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan dua fasilitias kesehatan yang didirikan oleh pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. 

Puskesmas mulai dibangun sejak ditetapkannya konsep Puskesmas dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional pada tahun 1968. 

Pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas adalah pelayanan kesehatan menyeluruh (komprehensif) yang meliputi pelayanan: pengobatan (kuratif), upaya pencegahan (preventif), peningkatan kesehatan (promotif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Adapun Posyandu mulai didirikan pada tahun 1984. 

Pelayanan kesehatan yang diberikan Posyandu antara lain adalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), KB, Gizi, Penanggulangan Diare dan Imunisasi. 

Puskesmas dan Posyandu yang dikembangkan sejak masa Orde Baru telah berhasil meningkatkan kesehatan masyarakat.


Pokok-pokok penting kebijakan pada bidang pendidikan di masa Orde Baru diantaranya diarahkan untuk menciptakan kesempatan belajar yang lebih luas dan diimbangi dengan peningkatan mutu pendidikan.

Pendidikan tinggi diarahkan pada sasaran pembinaan mahasiswa yang mampu menjawab tantangan modernisasi.

Oleh karena itu, dikembangkan sistem pendidikan yang berhubungan dengan pengembangan kesempatan dan kualifikasi bagi jenis-jenis lapangan kerja yang diperlukan oleh pembangunan nasional.

Pada masa Orde Baru, dimunculkan sebuah konsepsi pendidikan yang dikenal dengan sekolah pembangunan. 

Konsepsi ini diajukan oleh Mashuri S.H selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayan (P & K). 

Dalam konsepsi sekolah pembangunan, para siswa dikenalkan kepada jenis-jenis dan lapangan serta lingkungan kerja. 

Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat melihat kemungkinan untuk memberikan jasa melalui karyanya. 

Anak-anak didik tidak hanya diberi pelajaran teori, tetapi juga diperkenalkan kepada sejumlah pekerjaan yang kira-kira dapat mereka lakukan. 

Dengan cara itu, mereka akan dapat menyalurkan bakatnya masing-masing sekaligus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja yang akan mereka hadapi. 

Dalam rangka memberikan kesempatan belajar yang lebih luas, pemerintah Orde Baru melaksanakan program-program berikut. 

1) Instruksi Presiden (Inpres) Pendidikan Dasar. Adanya Instruksi Presiden ini membuat jumlah sekolah dasar meningkat pesat. Tercatat pada periode 1993/1994 hampir 150.000 unit SD Inpres telah dibangun. 

2) Program Pemberantasan Buta Huruf yang dimulai pada tanggal 16 Agustus 1978 3) Program Wajib Belajar yang dimulai pada tanggal 2 Mei 1984 4) Program Gerakan Orang Tua Asuh (GNOTA).


Pada masa Orde Baru, usaha peningkatan dan pengembangan seni dan budaya diarahkan kepada upaya memperkuat kepribadian, kebanggaan, dan kesatuan nasional.

Oleh karena itu, dilakukan pembinaan dan pengembangan seni secara luas melalui sekolah seni, kursus seni, organisasi seni dan wadah-wadah kegiatan seni lainnya.

Selain itu, dilakukan pula upaya penyelamatan, pemeliharaan, dan penelitian warisan sejarah budaya nasional

Upaya ini diwujudkan dengan menginventarisasi peninggalan purbakala yang meliputi 1164 situs purbakala dan rehabilitasi serta perluasan museum.


Setiawan, Iwan. 2017. Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas IX. Jakarta: Kemendikbud.


iklan tengah