Sebutkan Akibat-Akibat Mobilitas Sosial
Akibat-akibat dari mobilitas sosial, antara lain:
Konflik Antar Kelas Sosial
Belakangan ini sering terdengar berita tentang demonstrasi.
Di antara demonstrasi tersebut ada yang digalang untuk kepentingan menolak kepemimpinan seseorang, ada juga yang digalang untuk menuntut kenaikan upah dan perbaikan kesejahteraan kepada pimpinan perusahaan, dan lain sebagainya.
Pada dasarnya demonstrasi tersebut merupakan bentuk-bentuk konflik antar kelas sosial , yakni antara kelas sosial bawah berhadapan dengan kelas sosial atas.
Konflik seperti itu terjadi karena berkembang ketidakseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan individu maupun kelompok sehubungan dengan adanya perubahan dalam kehidupan sosial.
Konflik Antar Kelompok Sosial
Konflik antar kelompok sosial merupakan konflik yang melibatkan antara kelompok sosial yang satu dengan kelompok sosial yang lain yang setingkat.
Konflik tersebut terjadi karena adanya ketidakkeseimbangan dalam kehidupan sosial sebagai akibat dari berkembangnya situasi dan kondisi baru.
Bangsa kita yang memiliki ratusan suku bangsa sangat rentan bagi terciptanya konflik antar kelompok sosial.
Seperti yang terjadi di Kalimantan yang melibatkan antara pendatang Madura dengan Suku Dayak dan Melayu.
Demikian juga yang terjadi di Maluku yang melibatkan antara kelompok Islam dengan kelompok Kristen.
Hal serupa juga sering terjadi di tempat lain seperti tawuran antar pelajar, tawuran antar kampung, dan lain sebagainya.
Konflik-konflik seperti tersebut sedapat mungkin harus di- hindari dengan melakukan pendekatan-pendekatan soaial dan kebudayaan sehingga antara satu dengan yang lainnya terjalin sikap saling memahami, saling menghormati, saling menghargai, dan saling membina kerukunan hidup bersama.
Sikap seperti ini telah ditanamkan sejak zaman dahulu kala oleh nenek moyang bangsa Indonesia, seperti yang tertuang dalam Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular: “Bhinneka Tunggal Ika” (Berbeda-beda tetapi Satu Jua).
Konflik Antar generasi
Konflik antar generasi merupakan konflik yang melibatkan antara generasi tua dengan generasi muda.
Biasanya terjadinya konflik tersebut diawali dengan naiknya generasi muda dalam posisi dan jabatan tertentu yang mengambil alih kedudukan generasi tua.
Konflik antar generasi akan semakin menjadi-jadi jika masing-masing pihak mengembangkan sikap yang kontradiktif.
Generasi muda beranggapan bahwa generasi tua berpikir lamban, kuno, dan terbelakang.
Sementara generasi tua beranggapan bahwa generasi muda tidak mengerti tata krama dan bersikap angkuh. Sikap-sikap seperti tersebut merupakan sikap negatif yang harus dihilangkan.
Selanjutnya harus dikembangkan sikap baru bahwa setiap generasi merupakan rangkaian kesinambungan dalam sejarah hidup manusia.
Masing-masing generasi harus menempatkan dirinya dengan baik sambil melakukan langkah-langkah penyesuaian terhadap situasi baru dan sekaligus berusaha menciptakan situasi yang lebih baik bagi seluruh generasi.
Konflik Status dan Konflik Peran
Pada dasarnya antara status dan peran tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Jika status merupakan bentuk statis (pasif), maka peran merupakan bentuk dinamis (aktif).
Jika seseorang memiliki status lebih dari satu, sesecara otomatis juga akan memiliki peran lebih dari satu.
Konflik status dan konflik peran akan terjadi jika masing-masing status yang melekat pada diri seseorong harus diperankan dalam waktu yang bersamaan.
Lalu, apakah yang dimaksud dengan konflik status dan konflik peran tersebut? Untuk menjawab pertanyaan di atas perlu kita ikuti kisah Ibu Siti sebagai berikut.
Ibu Siti merupakan profil wanita yang memiliki status ganda. Di rumah dia merupakan istri dari seorang bapak dan sekaligus ibu dari beberapa anak.
Karena dedikasinya yang sangat baik dalam bidang pendidikan, belum lama ini Ibu Siti diangkat sebagai kepala sekolah di sebuah sekolah yang cukup ternama.
Selain itu, di lingkungan tempat tinggalnya Ibu Siti juga mendapat kepercayaan sebagai ketua tim PKK.
Dengan demikian, Ibu Siti memiliki empat status sekaligus, yakni sebagai istri, ibu, kepala sekolah, dan ketua tim PKK.
Sebagai seorang yang sedang menanjak karirnya, mula-mula Ibu Siti menerima beberapa status tersebut dengan senang.
Akan tetapi lama kelamaan Ibu Siti tidak sanggup lagi mendengar protes yang datang dari sana-sini.
Di rumah, meskipun suaminya merasa tidak ada masalah, tetapi anak-anaknya sering mengeluhkan tentang kurangnya perhatian ibu.
Beberapa guru di sekolah juga mengeluhkan tentang kurangnya waktu dan keseruisan Ibu Siti dalam memimpin sekolah.
Sementara itu, anggota tim PKK di lingkungannya tetap ingin mempertahankan Ibu Siti sebagai ketua.
Menyadari akan adanya berbagai protes tersebut, akhirnya Ibu Siti beranggapan bahwa dirinya tidak mungkin mampu melaksanakan peran secara maksimal dari berbagai status yang disandangnya.
Oleh karena itu Ibu Siti bermaksud untuk melepaskan statusnya sebagai ketua tim PKK dengan harapan agar dirinya semakin bisa berkonsentrasi dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri, seorang ibu, dan sekaligus sebagai seorang kepala sekolah.
Dari cerita di atas dapat diambil kesimpulan bahwa konflik status dan/atau konflik peran merupakan pertentangan antara status/peran yang satu dengan statusperan yang lain yang terjadi pada diri seseorang yang disebabkan oleh adanya perbedaan kepentingan antar status tersebut sekaligus karena adanya keterbatasan waktu dan tenaga.
Posting Komentar