Bagaimana kondisi ekonomi bangsa Indonesia pada masa penjajahan Jepang?

Di Indonesia diterapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki. Jawa dibagi atas 17 lingkungan autarki, sumatra atas 3 lingkungan dan daerah minseifu (daerah yang diperintah Angkatan Laut Jepang) dibagi atas 3 lingkungan autarki.

Konsekuensinya tugas rakyat beserta semua kekayaanya dikorbankan untuk kepentingan peran. Hal ini jelas amat menyengsarakan rakyat, baik secara fisik maupun materi.

Jepang juga memutuskan hubungan dengan Eropa (pusat perdagangan dunia) sehingga tidak pperlu memperdagangkan hasil perkebunan yang laku di pasaran dunia, seperti tebu (gula), tembakau, teh, dan kopi.

Itu sebabnya Jepang tidak lagi mengembangkan jenis tanaman tersebut sehingga tanah-tanah perkebunan tanamannya diganti tanaman sesuai kebutuhan Jepang.

Misalnya, tanaman padi untuk menghasilkan bahan makanan, tanaman jarak digunakan sebagai minyak pelumas mesin pesawat, tanaman kina untuk membuat obat antimalaria.

Beberap pabrik tekstil juga ditutup karena pengadaan kapas dan benang begitu sulit. Dalam bidang transportasi, Jepang merasakan kekuarangan kapal-kapal.

Oleh karena itu, Jepang terpaksa mengadakan industri kapal angkut dari kayu. Jepang juga membuka pabrik mesin, paku, kawat, dan baja pelapis granat, tetapi semuua usaha itu tidak berkembang lancar karena kekurangan suku cadang.

Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak sehingga tuntutan akan kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat.

Untuk mengatasinya pemerintah Jepang mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara besar-besaran melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta instansi resmi pemerintah.

Dampak dari kondisi tersebut, rakyat dibebankan menyerahkan bahan makanan 30% untuk pemerintah, 30% untuk lumbung desa dan 40% menjadi hak pemiliknya.

Sistem ini menyebabkan kehidupan rakyat semakin sulit, gairah kerja menurun, kekurangan pangan, gizi rendah, penyakit mewabah melanda hampir di setiap desa di Pulau Jawa salah satunya di Wonosobo (Jawa Tengah) angka kematian 53,7% dan untuk Purworejo (Jawa Tengah) angka kematian mencapai 22,7%. 

iklan tengah