Bab Bangsa Indonesia Menggapai Kemerdekaan

Masa Pendudukan Jepang di Indonesia

Jepang secara tiba-tiba menyerang pangkalan militer AS di Pearl Harbour, Hawai pada tahun 1941. 

Serangan ini menandai dimulainya Perang Asia Pasifik sekaligus memperluas medan pertempuran Perang Dunia II yang berpusat di Eropa.

Untuk memenangkan perang, Jepang melancarkan ekspansi ke Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. 

Jepang menguasai kawasan Asia Tenggara khususnya wilayah Indonesia dengan tujuan menjadikannya sebagai sumber bahan mentah bagi industri perang dan pertahanannya. Jepang juga berusaha memotong garis perbekalan musuh yang berada di wilayah ini.


Jepang menyerbu Indonesia

Pada Januari 1942, pasukan Jepang menyerbu Indonesia yang diawali dari Ambon. Meskipun pasukan KNIL dan pasukan Australia berusaha menghambatnya namun kekuatan Jepang tidak dapat dibendung.

Tarakan di Kalimantan Timur akhirnya dikuasai pasukan Jepang bersamaan dengan Balikpapan (12 Januari 1942). Selanjutnya, pasukan Jepang menyerang Sumatra setelah berhasil menguasai Pontianak.

Bersamaan dengan itu, Jepang juga menyerang Jawa (Februari 19420. 

Pada tanggal 1 Maret 1942 secara serentak pasukan Jepang mendarat di Teluk Banten, di Eretan Wetan Indramayu (Jawa Barat), dan di Kragan, Rembang (Jawa Tengah).

Pada tanggal 5 Maret 1942 Batavia jatuh ke tangan Jepang dan tanggal 8 Maret 1942 kolonial Hindia Belanda secara resmi menyerah kepada Jepang di Kalijati, Subang.

Penyerahan ini ditandatangani oleh Panglima Tentara Hindia Belanda Letjen Ter Poorten dan pihak Jepang diwakili Letjen Hitosyi Imamura.


Pemerintahan militer Jepang

Setelah Indonesia secara resmi di bawah pendudukan Jepang, dibentuklah pemerintahan militer yang bersifat diktator.

Tidak lama kemudian untuk mengimbangi dan demi kelancara penguasaan Indonesia dibentuklah pemerintahan sipil.

Pasukan Angkatan Darat dan Angkatan Laut Jepang diberi tugas untuk menjalankan pemerintahan di Indonesia. Untuk itu, Indonesia dibagi dalam tiga wilayah kekuasaan militer. 

Pertama, pemerintahan militer Angkatan Darat, yaitu Tentara XXV (Tomi Shudan) untuk Sumatra berpusat di Bukittinggi.

Kedua, pemerintahan militer Angkatan Darat, yaitu Tentara XVI (Asamu Shudan) untuk Jawa dan Madura berpusat di Jakarta. Kekuatan pemerintahan militer ini kemudian ditambah dengan Angkatan Laut (Dai Nankenkantai).

Ketiga, pemerintahan militer Angkatan Laut, yaitu Armada Selatan Kedua untuk daerah Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku berpusat di Makassar.

Setiap pemerintahan militer mempunyai kebijakan yang berbeda untuk setiap daerah pendudukannya.

Susunan pemerintahan militer Jepang meliputi gunshirekan (panglima tentara) yang kemudian disebut dengan seiko shikikan (panglima tertinggi) sebagai pucuk pimpinan.

Di bawahnya ada gunseikan (kepala pemerintahan militer) yang dirangkap oleh kepala staf (kantornya disebut Gunseikanbu).

Di bawahnya ada gunseibu (semacam gubernus sebagai koordinator pemerintahan dengan tugas memulihkan ketertiban dan keamanan).


Pemerintahan sipil Jepang

Untuk mendukung kelancaran pemerintahan pendudukan Jepang yang bersifat militer, Jepang juga mengembangkan pemerintahan sipil. 

Pada bulan Agustus 1942, pemerintahan militer berusaha meningkatkan sistem pemerintahan, antara lain dengan mengeluarkan UU No. 27 tentang aturan pemerintahan daerah dan dimantapkan dengan UU No. 28 tentang pemerintahan shu serta tokubetsushi.

Dengan UU tersebut, pemerintahan akan dilengkapi dengan  pemerintahan sipil. Menurut UU No. 28 ini, pemerintahan daerah yang tertinggi adalah shu (karesidenan). 

Seluruh Pulau Jawa dan Madura, kecuali Kochi Yogyakarta dan Kochi Surakarta, dibagi menjadi daerah-daerah shu (karesidenan), shi (kotapraja), ken (kabupaten), gun (kawedanan), son (kecamatan), dan ku (desa/kelurahan).

Seluruh Pulau Jawa dan Madura dibagi menjadi 17 shu. Pemerintahan shu itu dipimpin oleh seorang shucokan. 

Shucokan memiliki kekuasaan seperti gubernur pada zaman Hindia Belanda meliputi kekuasaan legislatif dan eksekutif. 

Dalam menjalankan pemerintahan shucokan dibantu oleh Cokan Kanbo (Majelis Permusyawaratan Shu). 

Setiap Cokan Kanbo ini memiliki tiga bu (bagian), yakni Naiseibu (bagian pemerintahan umum), Kaisaibu (bagian ekonomi), dan Keisatsubu (bagian kepolisian).

Pemerintahan pendudukan Jepang juga dapat membentuk sebuah kota yang dianggap memiliki posisi sangat penting, sehingga menjadi daerah semacam daerah swatantra (otonomi). 

Daerah ini disebut Tokubetsushi (kota istimewa), yang posisi dan kewenangannya seperti shu yang berada langsung di bawah pengawasan gunseikan. Sebagai contoh Kota Batavia, sebagai Batavia Tokubersushi dibawah pimpinan Tokubetu Shico.


Kehidupan sosial

Ketika pasukan Jepang berkuasa, mereka pernah mencetuskan kebijakan romusa. Awalnya, pembentukan romusha mendapat sambutan baik dari rakyat Indonesia.

Hal ini disebabkan sifatnya yang sukarela dan hanya dalam waktu tertentu. Selain itu, panitianya (romukyokai) yang dibentuk di setiap daerah pandai mengambil hati para pemuda Indonesia.

Misalnya, para romusha diberi julukan "Prajurit Ekonomi" atau "Pahlawan Pekerja".

Romusha ibarat sebagai orang-orang yang menunaikan tugas suci untuk memenangkan perang dalam Perang Asia Timur Raya.

Namun, semua itu berubah ketika kebutuhan untuk berperang meningkat. Pengerahan romusa berubah menjadi kewajiban.

Pelaksanaan kerjanya juga panjang dan tidak menentu Hal tersebut membuat rakyat sengssara.

Para romusha dipaksa membangun sarana perang yang ada di Indonesia sampai ke luar negeri (Vietnam, Burma (Myanmar), Muangthai (Thaliland), dan Malaysia). 

Mereka dipaksa bekerja sepanjang hari, tanpa diimbangi upah dan fasilitas hidup yang layak. Akibatnya, banyak dari mereka yang meninggal dunia.

Jepang juga membentuk jugun lanfu, yaitu tenaga kerja perempuan yang direkrut dari berbagai negara di Asia, seperti Indonesia, Tiongkok, dan Korea.

Mereka dijadikan perempuan penghibur bagi tentara Jepang. Sekitar 200.000 perempuan Asia dipaksa menjadi jugul lanfu.


Kehidupan ekonomi

Sewaktu Indonesia masih di bawah penjajahan Jepang, sistem ekonomi yang diterapkan adalah sistem ekonomi perang. 

Saat itu Jepang merasa penting untuk menguasai sumber-sumber bahan mentah dari berbagai wilayah Indonesia. 

Tujuan Jepang melakukan itu, untuk menghadapi Perang Asia Timur Raya.

Wilayah-wilayah ekonomi yang sanggup memenuhi kebutuhannya sendiri atau yang diberi nama Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya, merupakan wilayah yang masuk ke dalam struktur ekonomi yang direncanakan oleh Jepang.

Kalau di bidang moneter, pemerintah Jepang berusaha untuk mempertahankan nilai gulden Belanda. Hal itu dilakukan agar harga barang-barang dapat dipertahankan sebelum perang


Kehidupan Budaya

Pemerintahan Jepang pernah mencoba menerapkan kebudayaan memberi hormat ke arah matahari terbit kepada rakyat Indonesia

Dalam masyarakat Jepang, kaisar memiliki tempat tertinggi, karena diyakini sebagai keturunan Dewa Matahari.

Jepang berusaha menerapkan nilai-nilai kebudayaannya kepada bangsa Indonesia. Tetapi langsung mendapat pertentangan dan perlawanan dari masyarakat di Indonesia. 

Bangsa kita ini hanya menyembah Sang Pencipta, yaitu Tuhan Yang Maha Esa mana mungkin setuju memberi hormat dengan membungkukkan punggung dalam-dalam (seikerei) ke arah matahari terbit.

Dahulu, para seniman dan media pers kita tidak sebebas sekarang. Pemerintahan Jepang mendirikan pusat kebudayaan yang diberi nama Keimin Bunkei Shidoso. 

Lembaga ini yang kemudian digunakan Jepang untuk mengawasi dan mengarahkan kegiatan para seniman agar karya-karyanya tidak menyimpang dari kepentingan Jepang. Bahkan media pers pun berada di bawah pengawasan pemerintahan Jepang


Kondisi Pendidikan

Sistem pendidikan Indonesia pada masa pendudukan Jepang berbeda dengan masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. 

Pada masa pendudukan Jepang, semua kalangan dapat mengakses pendidikan, sedangkan masa Hindia-Belanda, hanya kalangan atas (bangsawan) saja yang dapat mengakses. 

Akan tetapi, sistem pendidikan yang dibangun oleh Jepang itu memfokuskan pada kebutuhan perang. 

Meskipun akhirnya pendidikan dapat diakses oleh semua kalangan, tetapi secara jumlah sekolahnya menurun sangat drastis, dari semulanya 21.500 menjadi 13.500.


Bidang Militer

Dalam aspek militer ini, Anda akan memahami bahwa tubuh militer Jepang dibuat semata-mata karena kondisi militer Jepang semakin putus asa dalam perang Pasifik.

Memasuki tahun kedua pendudukan (1943), Jepang intensif untuk mendidik dan melatih para pemuda Indonesia di bidang militer. 

Hal ini karena situasi di medan perang (Asia – Pasifik) semakin mempersulit Jepang. Mulai dari Sekutu pukulan di pertempuran laut dari Midway (Juni 1942) dan sekitar Laut Koral (Agustus ’42 – Februari 1943). 

Kondisi itu diperparah dengan jatuhnya Guadalacanal yang merupakan basis kekuatan Jepang di Pasifik (Agustus 1943).

iklan tengah