Materi PAI X BAB 9 Meneladani Perjuangan Dakwah Rasulullah di Madinah

Wafatnya istri tercinta Siti Khadijah dan Pamannya Abu Talib, yang selalu menjadi pembela utama dari ancaman para kafir Quraisy, beban Rasulullah saw. dalam berdakwah menyebarkan ajaran Islam makin berat. 

Di sisi lain, kesediaan penduduk Madinah (Yașrib) memikul tanggung jawab bagi keselamatan Rasulullah saw. merupakan tanda yang jelas bagi kelanjutan dakwah Rasulullah saw. 

Beberapa faktor yang mendorong Rasulullah saw. hijrah ke Madinah antara lain sebagai berikut. 

a. Pada tahun 621 M, telah datang 13 orang penduduk Madinah menemui Rasulullah saw. di Bukit Aqaba. Mereka berikrar memeluk agama Islam. 

b. Pada tahun berikutnya, 622 M datang lagi sebanyak 73 orang dari Madinah ke Mekah yang terdiri atas suku Aus dan Khazraj yang pada awalnya mereka datang untuk melakukan ibadah haji, tetapi kemudian menjumpai Rasulullah saw. dan mengajak beliau agar hijrah ke Madinah. 

Mereka berjanji akan membela dan mempertahankan Rasulullah saw. dan pengikutnya serta melindungi keluarganya seperti mereka melindungi anak dan istri mereka. 


Faktor lain yang mendorong Rasulullah saw. untuk hijrah dari Kota Mekah adalah pemboikotan yang dilakukan oleh kafir Quraisy kepada Rasulullah saw. dan para pengikutnya (Bani Hasyim dan Bani Muṭallib). 

Pemboikotan yang dilakukan oleh para kafir Quraisy mencakup hal-hal berikut. 

  1. Melarang setiap perdagangan dan bisnis dengan pendukung Nabi Muhammad saw. 
  2. Tidak seorang pun berhak mengadakan ikatan perkawinan dengan orang muslim. 
  3. Melarang keras bergaul dengan kaum muslim. 
  4. Musuh Nabi Muhammad saw. harus didukung dalam keadaan bagaimana pun. 


Pemboikotan tersebut tertulis di atas kertas śahifah atau plakat yang digantungkan di dinding Ka’bah dan tidak akan dicabut sebelum Nabi Muhammad saw. menghentikan dakwahnya. 

Teks perjanjian tersebut disahkan oleh semua pemuka Quraisy dan diberlakukan dengan sangat ketat. 

Blokade tersebut berlangsung selama tiga tahun dan sangat dirasakan dampaknya oleh kaum Muslimin. Kaum Muslimin merasakan derita dan kepedihan atas blokade ekonomi tersebut. 

Namun, semua itu tidak menyurutkan kaum muslimin untuk tetap bertahan dan membela Rasulullah saw. 

Setelah melalui pemikiran yang mendalam disertai perintah langsung dari Allah Swt. untuk berhijrah ke Madinah, disusunlah rencana Rasulullah saw. dan seluruh kaum muslimin untuk hijrah ke Madinah. 

Peristiwa hijrah Rasulullah saw. dari Mekah ke Madinah dilakukan dengan perencanaan yang sangat matang. 

Kaum muslimin diperintahkan terlebih dahulu untuk menuju Madinah tanpa membawa harta benda yang selama ini menjadi milik mereka. 

Sementara Rasulullah saw. dan beberapa sahabat merupakan orang terakhir yang hijrah ke Madinah. Hal itu dilakukan mengingat begitu sulitnya beliau keluar dari pantauan kaum kafir Quraisy


Kehadiran Rasulullah saw. dan Kaum Muhajirin (sebutan bagi pengikut Rasulullah saw. yang hijrah dari Mekah ke Madinah) mendapat sambutan hangat dari penduduk Madinah (Kaum Anśar). 

Mereka memperlakukan Nabi Muhammad saw. dan para Muhajirin seperti saudara mereka sendiri. 

Mereka menyambut Rasulullah saw. dengan kaum Muhajirin dengan penuh rasa hormat selayaknya seorang tuan rumah menyambut tamunya. 

Bahkan, mereka mengumandangkan sya’ir yang begitu menyentuh qalbu. 

Bunyi sya’ir yang mereka kumandangkan adalah seperti berikut. 

“Telah muncul bulan purnama dari Șaniyatil Wadai’, kami wajib bersyukur selama ada yang menyeru kepada Tuhan, Wahai yang diutus kepada kami. Engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati.” 

Sejak itulah, Kota Ya¡rib diganti namanya oleh Rasulullah saw. dengan sebutan “Madinatul Munawwarah”. 

Strategi Nabi mempersaudarakan Muhajirin dan Anśar untuk mengikat setiap pengikut Islam yang terdiri atas berbagai macam suku dan kabilah ke dalam suatu ikatan masyarakat yang kuat, senasib, seperjuangan dengan semangat persaudaraan Islam. 

Rasulullah saw. mempersaudarakan Abu Bakar dengan Kharijah Ibnu Zuhair Ja’far, Abi Ţalib dengan Mu’az bin Jabal, Umar bin Khaţţab dengan Ibnu bin Malik dan Ali bin Abi Ţalib dipilih untuk menjadi saudara beliau sendiri. Selanjutnya, setiap kaum Muhajirin dipersaudarakan dengan kaum Anśar dan persaudaraan itu dianggap seperti saudara kandung sendiri. 

Kaum Muhajirin dalam penghidupan ada yang mencari nafkah dengan berdagang dan ada pula yang bertani mengerjakan lahan milik kaum Anśar. 

Setelah kaum Muhajirin menetap di Madinah, Nabi Muhammad saw. mulai mengatur strategi untuk membentuk masyarakat Islam yang terbebas dari ancaman dan tekanan (intimidasi). 

Pertalian hubungan kekeluargaan antara penduduk Madinah (kaum Anśar) dan kaum Muhajirin dipererat dengan mengadakan perjanjian untuk saling membantu antara kaum muslimin dan nonmuslim. 

Nabi Muhammad saw. juga mulai menyusun strategi ekonomi, sosial, serta dasar-dasar pemerintahan Islam. 

Kaum Muhajirin adalah kaum yang sabar. 

Meskipun banyak rintangan dan hambatan dalam kehidupan yang menyebabkan kesulitan ekonomi, namun mereka selalu sabar dan tabah dalam menghadapinya dan tidak berputus asa. 

Nabi Muhammad saw. dalam menciptakan suasana agar nyaman dan tenteram di Kota Madinah, dibuatlah perjanjian dengan kaum Yahudi. 

Dalam perjanjiannya ditetapkan dan diakui hak kemerdekaan tiap-tiap golongan untuk memeluk dan menjalankan agamanya. 

Isi perjanjian yang dibuat Nabi Muhammad saw. dengan kaum Yahudi sebagai berikut. 

  1. Kaum Yahudi hidup damai bersama-sama dengan kaum Muslimin. 
  2. Kedua belah pihak bebas memeluk dan menjalankan agamanya masing- masing. 
  3. Kaum muslimin dan kaum Yahudi wajib tolong-menolong dalam melawan siapa saja yang memerangi mereka. 
  4. Orang-orang Yahudi memikul tanggung jawab belanja mereka sendiri dan sebaliknya kaum muslimin juga memikul belanja mereka sendiri. 
  5. Kaum Yahudi dan kaum muslimin wajib saling menasihati dan tolongmenolong dalam mengerjakan kebajikan dan keutamaan. 
  6. Kota Madinah adalah kota suci yang wajib dijaga dan dihormati oleh mereka yang terikat dengan perjanjian itu. 
  7. Kalau terjadi perselisihan di antara kaum Yahudi dan kaum muslimin yang dikhawatirkan akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan, urusan itu hendaklah diserahkan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya. 
  8. Siapa saja yang tinggal di dalam ataupun di luar Kota Madinah wajib dilindungi keamanan dirinya kecuali orang zalim dan bersalah sebab Allah Swt. menjadi pelindung bagi orang-orang yang baik dan berbakti.


1. Kebebasan Beragama 

Tujuan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad saw. adalah memberikan ketenangan kepada penganutnya dan memberikan jaminan kebebasan kepada kaum Muslimin, Yahudi, dan Nasrani dalam menganut kepercayaan agama masing-masing. 

Dengan demikian, Nabi Muhammad saw memberikan jaminan kebebasan beragama kepada Yahudi dan Nasrani yang meliputi kebebasan berpendapat, kebebasan beribadah sesuai dengan agamanya, dan kebebasan mendakwahkan agamanya. 

Hanya kebebasan yang memberikan jaminan dalam mencapai kebenaran dan kemajuan menuju kesatuan yang integral dan terhormat. 

Menentang kebebasan berarti memperkuat kebatilan dan menyebarkan kegelapan yang pada akhirnya akan mengikis habis cahaya kebenaran yang ada dalam hati nurani manusia. 

Cahaya kebenaran yang menghubungkan manusia dengan alam semesta (sampai akhir zaman), yaitu hubungan rasa kasih sayang dan persatuan, bukan rasa kebencian dan kehancuran. 


2. Ażan, Śalat, Zakat, dan Puasa 

Ketika Nabi Muhammad saw. tiba di Madinah, bila waktu śalat tiba, orang-orang berkumpul bersama tanpa dipanggil. 

Lalu terpikir untuk menggunakan terompet, seperti Yahudi, tetapi Nabi tidak menyukainya; lalu ada yang mengusulkan menabuh genta, seperti Nasrani. 

Menurut satu sumber atas usul Umar bin Khaţţab dan kaum muslimin serta menurut sumber lain berdasarkan perintah Allah Swt. melalui wahyu, panggilan śalat dilakukan dengan ażan. 

Selanjutnya Nabi Muhammad saw. memerintahkan kepada Abdullah bin Zaid bin Sa’labah untuk membacakan lapaż ażan kepada Bilal dan menyerukannya manakala waktu śalat tiba karena Bilal memiliki suara yang merdu. 

Bila waktu śalat tiba, Bilal naik ke atas rumah seorang perempuan Bani Najjar yang berada di dekat masjid dan lebih tinggi daripada masjid untuk menyerukan azan dengan lafal: 

Kewajiban śalat yang diterima pada saat mi’raj, menjelang berakhirnya periode Mekah terus dimantapkan kepada para pengikut Nabi Muhammad saw. 

Sementara itu, puasa yang telah dilakukan berdasarkan syariat sebelumnya, kini telah pula diwajibkan setiap bulan Rama«an. 

Demikian pula halnya dengan zakat. Bahkan, setelah kekuasaan Islam berkembang ke seluruh jazirah Arab, Nabi Muhammad saw. mengutus pasukannya ke negeri di luar Madinah untuk memungut zakat. 


3. Prinsip-Prinsip Kemanusiaan 

Pada tahun ke-10 H (631 M) Nabi Muhammad saw. melaksanakan haji wada’ (haji terakhir). 

Dalam kesempatan ini, Nabi Muhammad saw. menyampaikan khutbah yang sangat bersejarah. 

Ketika matahari telah tergelincir, dengan menunggang untanya yang bernama al-Qaswa’, Nabi Muhammad saw. berangkat dan tiba di lembah yang berada di Uranah. 

Di tempat ini, dari atas untanya Nabi Muhammad saw. memanggil orang-orang dan diulang-ulang panggilan itu oleh Rabi’ah bin Umayyah bin Khalaf. 

Setelah berucap syukur dan puji kepada Allah Swt., Nabi Muhammad saw. menyampaikan pidatonya. 

Khutbah Nabi saw. itu antara lain berisi larangan menumpahkan darah kecuali dengan haq dan larangan mengambil harta orang lain dengan baţil karena nyawa dan harta benda adalah suci; larangan riba dan larangan menganiaya; perintah untuk memperlakukan para istri dengan baik dan lemah lembut dan perintah menjauhi dosa; semua pertengkaran antara mereka di zaman jahiliyah harus saling dimaafkan; balas dendam dengan tebusan darah sebagaimana berlaku dalam zaman jahiliyah tidak lagi dibenarkan; persaudaraan dan persamaan di antara manusia harus ditegakkan; hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, mereka makan seperti apa yang dimakan tuannya dan berpakaian seperti apa yang dipakai tuannya; dan yang terpenting adalah umat Islam harus selalu berpegang kepada al-Qur’ān dan sunnah. 

Badri Yatim, dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, menyimpulkan isi khutbah Nabi tersebut dengan menyatakan bahwa khutbah Nabi Muhammad saw. berisi prinsipprinsip kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi, kebajikan, dan solidaritas.


Sesampainya di Madinah, Nabi Muhammad saw. segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. 

Dasar-dasar kehidupan ber mas yarakat yang dibangun Nabi adalah seperti berikut. 

 1. Membangun masjid. 

Masjid yang dibangun Nabi Muhammad saw. tidak saja dijadikan sebagai pusat kehidupan beragama (beribadah), tetapi sebagai tempat bermusyawarah, tempat mempersatukan kaum muslimin agar memiliki jiwa yang kuat, dan berfungsi sebagai pusat pemerintahan. 


2. Membangun ukhuwah Islamiyah. 

Dalam hal ini, Nabi Muhammad saw. saw. mempersaudarakan Kaum Anśar (Muslim Madinah) dengan Kaum Muhajirin (Muslim Mekah). 

Beliau mempertemukan dan mengikat Kaum Anśar dan Muhajirin dalam satu hubungan kekeluargaan dan kekerabatan. 

Dengan demikian, Nabi Muhammad saw. telah membangun sebuah ikatan persaudaraan tidak saja semata-mata dikarenakan hubungan darah, tetapi oleh ikatan agama (ideologi). 


3. Menjalin persahabatan dengan pihak-pihak lain yang nonmuslim. 

Untuk menjaga stabilitas di Madinah, Nabi Muhammad saw. menjalin persahabatan dengan orang-orang Yahudi dan Arab yang masih menganut agama nenek moyangnya. 

Sebuah piagam pun dibuat yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah. 

Dalam piagam itu ditegaskan persamaan hak dan menjamin kebebasan beragama bagi orang-orang Yahudi. 

Setiap orang dijamin keamanannya dan diberikan kebebasan dalam hak-hak politik dan keagamaan. Setiap orang wajib menjaga keamanan Madinah dari serangan luar. 

Dalam piagam itu dicantumkan pula bahwa Nabi Muhammad saw. menjadi kepala pemerintahan dan karena itu otoritas mutlak diserahkan kepada beliau. 

Terbentuknya negara Madinah membuat Islam makin kuat. 

Pada sisi lain, timbul kekhawatiran dan kecemasan yang amat tinggi di kalangan Quraisy dan musuh-musuh Islam lainnya. 

Kenyataan ini mendorong orang Quraisy dan yang lainnya melakukan berbagai macam bentuk ancaman dan gangguan. 

Untuk itu, Nabi Muhammad saw. mengatur siasat dan membentuk pasukan perang serta mengadakan perjanjian dengan berbagai kabilah yang ada di sekitar Madinah. 

Upaya kaum muslimin mempertahankan Madinah melahirkan banyak peperangan. 

Berikut diuraikan beberapa peperangan yang terjadi antara kaum muslimin dengan musuh-musuh mereka. 


a. Perang Badar 

Perang Badar merupakan peperangan yang pertama kali terjadi dalam sejarah Islam. Perang ini berlangsung antara kaum muslimin melawan musyrikin Quraisy. 

Peperangan ini terjadi pada tanggal 8 Ramaḍan tahun ke-2 Hijrah. Dengan perlengkapan yang sederhana, Nabi Muhammad saw. dengan 305 orang pasukannya berangkat ke luar Madinah. 

Kira-kira 120 km dari Madinah, tepatnya di Badar, pasukan Nabi bertemu dengan pasukan Quraisy berjumlah antara 9001.000 orang. 

Dalam peperangan ini, Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimin berhasil memperoleh kemenangan. 

Setelah kemenangan ini, salah satu suku Badui yang kuat tertarik untuk mengikat perjanjian damai dengan Nabi Muhammad saw. 

Tak lama kemudian, Nabi menyerang suku Yahudi Madinah dan Qainuqa’ yang turut berkomplot dengan orang Quraisy Mekah. 

Orang-orang Yahudi ini akhirnya meninggalkan Madinah dan menetap di Aḍri’at, perbatasan Syria. 


b. Perang Uhud 

Kekalahan dalam Perang Badar makin menimbulkan kebencian Quraisy kepada kaum muslimin. Karena itu, mereka bersumpah akan menuntut balas kekalahan tersebut. 

Pada tahun ke-3 Hijrah, mereka berangkat ke Madinah dengan membawa 3000 pasukan berunta, 200 pasukan berkuda, dan 700 orang di antara mereka memakai baju besi. 

Pasukan ini dipimpin oleh Khalid bin Walid. Kedatangan pasukan Quraisy ini disambut Nabi Muhammad saw. dengan sekitar 1.000 pasukan. 

Ketika pasukan Nabi Muhammad saw. melewati batas kota, Abdullah bin Ubay menarik 300 pasukan yang terdiri atas orang Yahudi dan kembali ke Madinah. 

Dengan pasukan yang masih tersisa 700 orang, Nabi Muhammad saw. melanjutkan perjalanan. 

Pasukan Nabi Muhammad saw. dan pasukan Quraisy bertemu di Bukit Uhud. 

Perang besar pun berkobar. Mula-mula pasukan berkuda Khalid bin Walid gagal menembus dan menaklukkan pasukan pemanah Nabi. Pasukan Quraisy kocar-kacir. 

Namun, kemenangan yang sudah di ambang pintu gagal diraih karena pasukan Nabi Muhammad saw., termasuk pasukan pemanah, tergoda oleh harta peninggalan musuh. 

Pasukan Khalid bin Walid berbalik menyerang; pasukan pemanah dapat dilumpuhkan dan satu per satu pasukan Nabi berguguran di medan pertempuran. 

Dalam pertempuran ini, sekitar 70 orang pasukan Nabi gugur sebagai syuhada’. Setelah peperangan ini, Nabi Muhammad saw. menindak tegas Abdullah bin Ubay dan pasukannya. Bani Nadir, satu dari dua suku Yahudi Madinah yang berkomplot dengan Abdullah bin Ubay, diusir dari Madinah. Kebanyakan mereka pergi dan menetap di Khaibar. 


c. Perang Ahzab/Khandaq 

Bani Nadir yang menetap di Khaibar berkomplot dengan musyrikin Quraisy untuk menyerang Madinah. Pasukan gabungan mereka berkekuatan 24.000 pasukan. 

Pasukan ini berangkat ke Madinah pada tahun ke-5 Hijrah. Atas usul Salman al-Farisi, umat Islam menggali Parit untuk pertahanan. 

Oleh karena itu, perang ini disebut dengan Perang Khandaq (Parit). 

Selain itu, peperangan ini disebut dengan Perang Ahzab (sekutu beberapa suku) karena Bani Nadir (orang Yahudi yang terusir dari Madinah), musyrikin Quraisy, dan beberapa suku Arab yang masih musyrik berkomplot melawan pasukan Islam. 

Pasukan musuh yang hendak masuk ke Madinah tertahan oleh parit. Karena itu, mereka mengepung Madinah dengan membangun kemah-kemah di luar parit. 

Pengepungan ini berlangsung selama satu bulan dan berakhir setelah badai kencang menerpa dan memporakporandakan kemah-kemah mereka. 

Kenyataan ini memaksa pasukan Ahzab menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masingmasing tanpa mendapat hasil apa pun. 

Dalam suasana kritis, orang-orang Yahudi dan Bani Quraizah di bawah pimpinan Ka’ab bin Asad melakukan pengkhiatan. 

Setelah musuh menghentikan pengepungan dan meninggalkan Madinah, para pengkhianat itu dihukum mati. 


d. Perang Hunain 

Meskipun Mekah telah ditaklukkan, tidak semua suku Arab bersedia tunduk kepada Nabi Muhammad saw. 

Ada dua suku yang masih melakukan perlawanan terhadap Nabi Muhammad saw., yaitu Bani Ţaqif di Ţaif dan Bani Hawazin di antara Mekah dan Ţaif. 

Kedua suku ini berkomplot melawan Nabi Muhammad saw. dengan alasan menuntut balas atas berhala-berhala mereka (yang ada di Ka’bah) yang dihancurkan oleh tentara Islam ketika penaklukan Mekah. 

Dengan kekuatan 12.000 pasukan di bawah pimpinan Nabi Muhammad saw., tentara Islam berangkat menuju Hunain. 

Dalam waktu singkat Nabi Muhammad saw. dan pasukannya dapat menumpas pasukan musuh. Dengan takluknya Bani Ţaqif dan Bani Hawazin, seluruh jazirah Arab di bawah kekuasaan Nabi Muhammad saw 


e. Perang Tabuk 

Perang Tabuk merupakan perang terakhir yang diikuti oleh Nabi Muhammad saw.. 

Perang ini terjadi karena kecemburuan dan kekhawatiran Heraklius atas keberhasilan Nabi Muhammad saw. menguasai seluruh jazirah Arab. 

Untuk itu, Heraklius menyusun kekuatan yang sangat besar di utara Jazirah Arab dan Syria yang merupakan daerah taklukan Romawi. 

Dalam pasukan besar ini bergabung Bani Gassan dan Bani Lachmides. 

Menghadapi peperangan ini, banyak sekali kaum muslimin yang “mendaftar” untuk turut berperang. Oleh karena itu, terhimpun pasukan yang sangat besar. 

Melihat besarnya jumlah tentara Islam, pasukan Romawi menjadi ciut nyalinya dan kemudian menarik diri, kembali ke negerinya. 

Nabi Muhammad saw. tidak melakukan pengejaran, tetapi berkemah di Tabuk. 

Dalam kesempatan ini, Nabi membuat perjanjian dengan penduduk setempat. Dengan demikian, wilayah perbatasan itu dapat dikuasai dan dirangkul masuk dalam barisan Islam


Genjatan senjata antara Nabi Muhammad saw. dan musyrikin Quraisy telah memberi kesempatan kepada Nabi Muhammad saw. untuk melirik negeri-negeri lain sambil memikirkan cara berdakwah ke sana. 

Salah satu cara yang ditempuh Nabi Muhammad saw. adalah dengan berkirim surat kepada raja-raja, para penguasa negeri-negeri tersebut. 

Di antara raja-raja yang dikirimi surat oleh Nabi Muhammad saw. adalah raja Gassan, Mesir, Abisinia, Persia, dan Romawi. 

Tidak satu pun dari rajaraja tersebut menyambut dan menerima ajakan Nabi Muhammad saw. 

Semuanya menolak dengan cara yang beragam. Ada yang menolak dengan baik dan simpati dan ada pula yang menolak dengan kasar seperti yang dilakukan oleh Raja Gassan. 

Ia tidak sekadar menolak, bahkan utusan Nabi Muhammad saw. ia bunuh dengan kejam. 

Untuk membalas perlakuan Raja Gassan, Nabi Muhammad saw. menyiapkan 3.000 orang pasukan. Peperangan terjadi di Mu’tah, sebelah utara Jazirah Arab. 

Pasukan Islam kesulitan menghadapi tentara Raja Gassan yang dibantu oleh Romawi. Beberapa orang pasukan muslim gugur sebagai syuhada’ dalam pertempuran itu. 

Melihat kenyatan ini, komandan pasukan, Khalid bin Walid menarik pasukannya dan kembali ke Madinah


Pada tahun ke-6 Hijrah, ketika haji telah disyariatkan, Nabi Muhammad saw. dengan 1.000 orang kaum muslimin berangkat ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji. 

Karena itu, Nabi Muhammad saw. beserta kaum muslimin berangkat dengan pakaian iĥram dan tanpa senjata. 

Sebelum sampai di Mekah, tepatnya di Hudaibiyah, Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimin tertahan dan tidak boleh masuk ke Mekah. 

Sambil menunggu izin untuk masuk ke Mekah, Nabi saw. dan kaum muslimin berkemah di sana. 

Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimin tidak mendapat izin memasuki Mekah dan akhirnya dibuatlah Perjanjian Hudaibiyah. 

Perjanjian Hudaibiyah berisi lima kesepakatan, yaitu 

  1. kaum muslimin tidak boleh mengunjungi Ka’bah pada tahun ini dan ditangguhkan sampai tahun depan, 
  2. lama kunjungan dibatasi sampai tiga hari saja, 
  3. kaum muslimin wajib mengembalikan orang-orang Mekah yang melarikan diri ke Madinah. Sebaliknya, pihak Quraisy menolak untuk mengembalikan orang-orang Madinah yang kembali ke Mekah, 
  4. selama sepuluh tahun dilakukan genjatan senjata antara masyarakat Madinah dan Mekah, dan 
  5. tiap kabilah yang ingin masuk ke dalam persekutuan kuam Quraisy atau kaum muslimin, bebas melakukannya tanpa mendapat rintangan. 

Dengan adanya perjanjian ini, harapan untuk mengambil alih Ka’bah dan menguasai Mekah kembali terbuka. Ada dua faktor yang mendorong Nabi Muhammad saw. untuk menguasai Mekah. 

Pertama, Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab. Apabila Mekah dapat dikuasai, penyebaran Islam ke seluruh Jazirah Arab akan dapat dilakukan. 

Kedua, orang-orang Quraisy adalah orang-orang yang mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar. 

Dengan dikuasainya Mekah, kemungkinan besar orangorang Quraisy, yang merupakan suku Nabi Muhammad saw. sendiri, akan memeluk Islam. 

Dengan Islamnya orang-orang Quraisy, Islam akan mendapat dukungan yang besar. 

Setahun kemudian, Nabi Muhammad saw. bersama kaum muslimin melaksanakan ibadah haji sesuai dengan perjanjian. 

Dalam kesempatan ini banyak penduduk Mekah yang masuk Islam karena melihat kemajuan yang diperoleh oleh penduduk Madinah. 

Dua tahun Perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam telah menjangkau seluruh Jazirah Arab dan mendapat tanggapan positif. 

Prestasi ini, menurut orang Quraisy, dikarenakan adanya Perjanjian Hudaibiyah. 

Oleh karena itu, secara sepihak mereka membatalkan perjanjian tersebut. Nabi Muhammad saw. segera berangkat ke Mekah dengan 10.000 orang tentara. 

Tanpa kesulitan, Nabi Muhammad saw. dan pasukannya memasuki Mekah dan berhala-berhala di semua sudut negeri dihancurkan. 

Setelah itu, Nabi Muhammad saw. berkhutbah memberikan pengampunan bagi orang-orang Quraisy. 

Dalam khutbah itu Nabi Muhammad saw. menyatakan “siapa yang menyarungkan pedangnya ia akan aman, siapa yang masuk ke Masjidil Haram ia akan aman, dan siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan ia juga akan aman.” 

Setelah khutbah itu, penduduk Mekah datang berbondong-bondong dan menyatakan diri sebagai muslim. 

Sejak peristiwa itu, Mekah berada di bawah kekuasaan Nabi Muhammad s aw. 

Keislaman penduduk Mekah memberikan pengaruh yang sangat besar kepada suku-suku di berbagai pelosok Arab. 

Oleh karena itu, pada tahun ke-9 dan ke-10 Hijrah (630 – 631 M) Nabi Muhammad saw. menerima berbagai delegasi suku-suku Arab sehingga tahun itu disebut dengan tahun perutusan. 

Sejak itu, peperangan antarsuku telah berubah menjadi saudara seagama dan persatuan Arab pun terwujud. Nabi Muhammad saw. kembali ke Madinah. 

Ia mengatur organisasi masyarakat Arab yang telah memeluk Islam. 

Petugas keamanan dan para da’i dikirim ke daerahdaerah untuk mengajarkan Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat. 

Dua bulan kemudian, Nabi Muhammad saw. jatuh sakit, dan pada 12 Rabi’ul Awwal 11 H bertepatan dengan 8 Juni 632 M ia wafat di rumah istrinya, Aisyah.


Membangun dan Menjaga Persaudaraan (Ukhuwah) Persaudaraan (ukhuwah) merupakan hubungan atau pertalian antarmanusia yang diikat oleh sesuatu. 

Hubungan atau pertalian manusia yang diikat oleh hubungan darah disebut hubungan kekeluargaan. 

Bila hubungan itu diikat oleh kesukuan disebut saudara sesuku dan bila diikat oleh kebangsaan disebut saudara sebangsa. 

Demikian pula, jika hubungan itu diikat oleh satu ideologi tertentu, hubungan itu disebut saudara seideologi. 

Sementara itu, hubungan yang diikat dengan agama disebut saudara seagama. 

Dalam konteks ini, kita mengenal persaudaraan keluarga, persaudaraan kesukuan, persaudaraan kebangsaan, persaudaraan keagamaan, dan persaudaraan kemanusiaan. 

Khusus persaudaraan antarumat Islam disebut ukhuwah Islamiyah. 

Manusia akan menjadi manusia sempurna jika ia hidup di tengah-tengah manusia dan bergaul dengan manusia. 

Manusia dapat dan mampu berdiri tegak serta berjalan dengan dua kaki karena ia diajarkan oleh masyarakat manusia seperti itu. 

Bayangkan, jika sejak bayi kamu diasuh oleh seekor serigala pastilah kamu tidak dapat tegak dan berjalan dengan dua kaki. 

Selain itu, tidak seorang pun di dunia ini yang mampu memenuhi kebutuhannya dengan kemampuannya sendiri. 

Dengan demikian, setiap orang amat bergantung pada orang lain. 

Untuk dapat memakan sepiring nasi dengan lauk-pauknya, seseorang membutuhkan petani, nelayan, pembuat piring, supir untuk mengangkut bahan-bahan pangan, kuli panggul, pedagang, dan lain sebagainya. 

Oleh karena itu, hubungan kemanusiaan merupakan sebuah keniscayaan atau kepastian yang tidak boleh diabaikan oleh siapapun. 

Dalam kehidupan bernegara, setiap orang harus berpikir untuk memberikan sesuatu dan mengambil peran dalam pembangunan negara sesuai dengan kedudukan dan kemampuan masing-masing. 

Jika tidak, negara akan terbelakang dan hancur, bahkan menjadi permainan bangsa-bangsa lain. 

Sebagai pelajar, sumbangan kamu untuk negara adalah belajar dengan baik dan bersungguhsungguh, mempersiapkan diri untuk melanjutkan estafet kepemimpinan negara. 

Sebab, apabila tiba waktunya, kamulah yang akan menentukan perjalanan negara, maju dan mundurnya negara. 

Oleh sebab itu, sebagai generasi muda, persiapkan dirimu, kumpulkan bekalmu (ilmu pengetahuan) sebanyak-banyaknya, binalah mentalmu, asah jiwa kepemimpinanmu, serta tumbuhkan dan pupuklah rasa cintamu pada negara. 

Demikian pula halnya agama (Islam). 

Kamulah generasi muda Islam yang diharapkan dapat menjadi pembela-pembela Islam. 

Menjadi mujahid-mujahid yang menawarkan keramahan, kemajuan, serta keselamatan kepada seluruh manusia dan alam semesta. Bersatu kita teguh dan bercerai kita runtuh. 

Ungkapan yang semakna dengan ini adalah bersatu itu rahmat dan berpecah belah itu azab. Ungkapan ini jelas sekali menganjurkan untuk selalu memperhatikan dan membangun persaudaraan dengan siapa saja. 

Sebab, melalui hubungan persaudaraan itu, hidup menjadi lapang, berbagai kesulitan dapat diatasi, dan berbagai harapan, keinginan, serta tujuan dapat dicapai. 

Sebaliknya, perpecahan menyebabkan hidup menjadi sempit, berbagai kesulitan datang menghampiri, dan harapan, keinginan serta cita-cita sukar untuk diraih. 

Melalui persaudaraan, beban berat menjadi ringan, kesulitan menjadi kemudahan, keputusasaan menjadi harapan. 

Melalui persaudaraan, ketakutan, dan kekerdilan dapat pula dihapuskan. 

Oleh karena itu, jalinlah ukhuwah, sambungkan tali persaudaraan sebanyak-banyaknya. Ingatlah ungkapan seribu teman itu sedikit dan satu musuh itu banyak. 

Menjalin persaudaraan berarti menghapuskan atau menghilangkan permusuhan. 

Bermusuhan merupakan sikap tercela yang menimbulkan banyak kerugian. Sekarang, ingat-ingatlah apakah engkau mempunyai musuh? 

Jika ya, datanglah kepadanya dan mintalah maaf darinya serta ajaklah dia mengubur permusuhan dan mulailah menjalin persahabatan dengannya. 

Setelah itu, rasakanlah baik-baik, mana yang lebih enak bermusuhan atau bersahabat? 

Pastilah perasaanmu akan merasakan kelegaan dan kebahagiaan saat bersahabat. 

Persahabatan dan persaudaraan haruslah dibangun di atas prinsip kesetaraan dan persamaan. Dengan prinsip ini akan lahir sikap saling menghormati dan saling membela serta saling mendukung. 

Jadilah seperti sekumpulan semut. 

Setiap bertemu dengan temannya, mereka saling menyapa dan memberi salam, bekerja sama membangun tempat tinggal, dan mengumpulkan bahan makanan. 

Janganlah kamu menjadi sekumpulan kepiting yang selalu saling menarik dan menjatuhkan jika ada temannya yang ingin naik atau inginmaju. 

Pernahkah kamu berkelahi dengan temanmu? 

Atau, pernahkah sekolahmu berkelahi (tawuran) dengan sekolah lain? 

Bayangkan apakah keuntungan yang kamu peroleh dari itu semua? 

Pasti tidak kamu temukan keuntungannya sedikitpun. Malahan kamu akan melihat banyak sekali kerugian yang kamu peroleh. 

Tubuhmu luka-luka, sekolahmu rusak, berbagai fasilitas umum berantakan, jalanan menjadi macet, barang-barang orang hancur, dan ketenteraman masyarakat terganggu. 

Bahkan, mungkin pula kamu ditangkap polisi. Lebih jauh lagi, konsentrasimu untuk belajar terganggu dan cita-citamu tidak tercapai. 

Orang tuamu pasti kecewa dan marah. Bahkan, negara akan kehilangan generasi potensial yang akan melanjutkan kejayaannya. Jadi, tersenyumlah kepada setiap orang. 

Jalinlah persahabatan dan persaudaraan sebanyak-banyaknya. Kamu pasti akan menemukan banyak keuntungan dan kemudahan. 

Ingatlah selalu keteladan yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad saw. ketika ia membangun Madinah. 

Ia persatukan suku Aus dan Khazraj, ia persaudarakan kaum Anśar dan Muhajirin, dan ia buat perjanjian damai dengan orang Yahudi Madinah serta dengan suku-suku yang ada di sekitar Madinah. 

Hasilnya, Nabi Muhammad saw. berhasil meraih kejayaan dan Islam pun memancarkan sinarnya ke seluruh penjuru dunia. 

Itulah sebabnya Madinah diberi gelar munawwarah (memancarkan cahaya/bersinar), sehingga ada yang menyebutnya dengan al-Madinah al-Munawwarah. 

Jadi, dengan persahabatan dan persaudaraan yang kukuh berbagai kesulitanmu akan hilang, duniamu menjadi lapang, dan bintang terang akan menghampirimu serta harapan dan cita-citamu akan tercapai.


Nelty Khairiyah dan Endi Suhendi Zen. 2017. Pendidikan Agama Islam Untuk Kelas X. Jakarta: Pusat Kurikulum Kemendikbud

iklan tengah